Kamis, Januari 17, 2013

Hadis - hadis populer tapi lemah ke 43



عَنْ مَالِكِ الدَّارِ ، قَالَ وَكَانَ خَازِنَ عُمَرَ عَلَي الطَّعَامِ ، قَالَ: أَصَابَ النَّاسَ قَحْطٌ فِي زَمَنِ عُمَرَ ، فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى قَبْرِ النَّبِي صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ ! اِسْتَسْقِ ِلاُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوا ، فَأَتَى الرَّجُلُ فِي الْمَنَامِ فَقِيْلَ لَهُ: -
ِائْتِ عُمَرَ فَأَقْرِئْهُ السَّلاَمَ ، وَأَخْبِرْهُ أَنَّكُمْ مَسْقِيُّوْنَ وَقُلْ لَهُ: عَلَيْكَ الْكَيِّسَ ! عَلَيْكَ اْلكَيِّسَ ! فَأَتَى عُمَرُ فَأَخْبَرَهُ فَبَكَى عُمَرُ ثُمَّ قَالَ: يَا رَبِّ لاَ آلُوْ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ 



 

Nabi SAW dan melakukan tawassul dalam hadis ini adalah sahabat Bilal bin  Al Harits Al Muzani [1]
Jawabannya ada beberapa hal:
Kisah diatas tidak benar, karena perawi bernama  Malik addar yang keadilan dan hapalannya tidak dikenal. Inilah dua sarat pokok dalam setiap sanad yang sahih sebagaimana yang tertera dalam kitab ilmu  mustholah. Sungguh dia telah di cantumkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab al jarh watta`dil. Tiada perawi yang meriwayatkan hadis dari Malik addar kecuali dari jalur ini. Ini sebagai isarat bahwa Malik addar tidak di kenal
Ibnu Abi Hatim sendiri sekalipun sering membaca kitab dan hapalannya  luas tidak memberikan nilai kepercayaan padanya. Jadi Malik Addar tetap tidak dikenal. Karena  itu,  tidak menafikan  Al Hafizh Ibnu Hajar  menyatakan riwayatnya sampai Abu Saleh  Assaman sahih ………………. )
Karena itu,  kami  berkata: Sesungguhnya pernyataan tsb tidak menyatakan  sahih seluruh sanad tapi sampai Abu Saleh saja. Bila tidak demikian,  maka  beliau tidak memulai  sanadnya dari Abu saleh,  tapi akan di katakan  ……… dari Malik Addar ………. Sanadnya sahih. Beliau sengaja melakukan sedemikian ini untuk memberikan pandangan bahwa  disini terdapat  sesuatu yang layak di kaji ulang.
Ulama melakukan  sedemikian ini karena ada beberapa faktor:
Terkadang mereka tidak menjumpai riwayat hidup sebagian  perawinya. Mereka tidak sampai hati untuk membuang sanad seluruhnya karena  ada kemungkinan sahih,  apalagi waktu berdalil dengannya. Bahkan mereka menyampaikan  sesuatu yang  harus di kaji ulang. Inilah  apa yang di lakukan oleh  Al Hafizh Ibnu Hajar. Seolah beliau   berisarat kepada Abu Saleh  Assiman yang secara sendirian meriwayatkannya   dari Malik Addar  sebagaimana  yang dikutip dari Ibnu Abi hatim. Ini lah salah satu cara untuk keharusan mengecek perawi Malik ini atau berisarat bahwa dia adalah tidak dikenal. Wallahu a`lam.
 Ini ilmu yang sangat membutuhkan pengkajian,  dan tidak akan di ketahui kecuali  oleh orang yang   sudah terlatih  dengannya.
Ada lagi dukungan dari Al hafizh al mundziri yang di cantumkan di kitab Attarghib – yaitu kisah lain  dari riwayat Malik Addar dari Umar.  HR Thabrani  dalam mu`jam kabir. Perawi – perawinya  sampai kepada Malik Addar terpercaya dan populer.  Dan aku tidak kenal Malik Addar. Begitu juga Al Haitami menyatakan dalam kitab Majma`uz zawa`id.
Pengarang kitab Attawasshul lupa terhadap pengecekan seperti ini,  lalu dia terpedaya dengan perkataan Al hafizh  dan menyatakan  hadis tsb sahih.
2. Kisah tsb jelas bertentangan dengan ketetatap sariat yang menganjurkan  mendirikan salat Istisqa`  sebagaimana  di terangkan dalam banyak hadis dan mayoritas ulama  telah berpegangan kepadanya. Ia  juga bertentangan  dengan ayat yang menganjurkan doa dan minta ampun  yaitu firman Allah dalam surat Nuh:

َقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, --sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun--,[2]
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat[3]
Inilah apa yang di lakukan oleh Umar bin  Al khatthab ketika minta hujan dan bertawassul dengan doa Al abbas  sebagaimana  keterangan lalu.
Begitulah pengadatan kaum salaf yang saleh ketika mendapat pecekil dan musim kemarau panjang. Mereka melakukan salat,  dan berdoa.  Tiada satupun orang  dari mereka  yang pergi ke kuburan Nabi  dan minta padanya doa dan siraman hujan. seandainya hal itu di sariatkan,  mereka akan melakukannya sekali sekali. Bila mereka  tidak melakukannya,   hal itu menunjukkan  keterangan dalam kisah tsb tidak di sariatkan. [4]
Ibnu taimiyah berkata:
Telah di ketahui bahwa  Nabi atau salah satu nabi yang lain tidak pernah menganjurkan kepada manusia agar berdoa kepada malaikat,  para nabi,   orang – orang saleh. Juga tidak meminta syafaat kepada mereka setelah mereka mati atau  waktu kepergian mereka. Seseorang tidak akan berkata:
Wahai para malaikat,  berilah syafaat kepada kami  di sisi Allah,  mintalah kepada Allah untuk kami   - untuk menolong kami,   atau agar Allah memberikan rizeki kepada kami  atau memberikan hidayah kepada kami.
Seseorang juga tidak akan berkata  kepada  para nabi atau orang saleh yang meninggal dunia:  Wahai nabi,  wahai Rasulullah   berdoalah untukku,  mintakan ampun kepada Allah  untukku
Mintalah kepada Allah agar mengampun aku,  memberikan hidayah kepadaku,  membela aku,  memberikan kesejahteraan kepadaku.
Seseorang tidak akan berkata:  Aku mengadukan kepadamu  dosa – dosaku,  rizekiku yang  sedikit,  musuh – musuh telah menguasai aku,   aku  mengadukan kepada mu ( nabi atau wali )  terhadap fulan yang menganiaya diriku.
Dia tidak akan mengatakan:  Aku orang yang tinggal bersamamu,   aku tamumu,  aku tetanggamu   atau kamu akan bisa menyelamatkan orang yang minta selamat kepadamu,   atau kamu  orang yang  layak dimintai perlindungan.
Seseorang  juga tidak diperkenankan  menulis surat lalu di gantungkan di atas kuburan    juga  tidak seorang menulis catatan,  bahwa  dia minta selamat kepada fulan  lalu  membawa kepada  tukang bikin laporan  sebagaimana yang di lakukan oleh ahli bid`ah  dari ahli kitab atau kaum muslimin  sebagaimana  di lakukan oleh kaum nasrani di gereja – gereja mereka  dan sebagaimana yang di lakukan oleh ahli bid`ah dari kalangan kaum muslimin  di kuburan para nabi,   orang – orang saleh atau waktu kepergian mereka. Hal ini sudah jelas  dalam  agama Islam,  landasannya  juga hadis – hadis yang mutawatir,   dan ijma` kaum muslimin  sesungguhnya Nabi SAW  tidak menganjurkan kepada umatnya untuk melakukan  seperti itu.
Begitu juga para nabi sebelumnya tidak mengajarkan kepada umatnya seperti itu,  bahkan ahli kitabpun tidak punya  landasan dari perilaku para nabinya,  sebagaimana kaum muslimin juga tidak mempunyai landasan hadis dari nabinya. Tiada satupun  sahabat,  tabi`in yang baik  bahkan tiada yang  menusunnahkan dari kalangan tokoh – tokoh kaum muslimin atau para imam empat. Mereka  tidak  menyebutkan hal itu  dalam manasik haji atau lainnya  bahwa  seseorang hendaknya minta kepada nabi di kuburannya agar memberikan safaat,   atau berdoa untuk umatnya  atau mengadukan kepadanya  musibah yang di alami oleh umatnya  dari masalah agama atau keduniaan.
Para sahabat juga  mengalami berbagai  musibah sepeninggal beliau,  terkadang  peceklik,  rizeki kurang,   krisis ekonomi,  takut,  musuh yang perkasa,  dosa  atau kemungkaran merajalela. Tiada seorangpun dari mereka yang mendatangi  kuburan Rasulullah SAW,  kuburan Ibrahim al kholil  atau salah satu kuburan  para nabi,  lalu berkata:
Aku mengadukan kepadamu musim kemarau ini,  musuh yang perkasa,  banyak dosa.  
Dan tidak berkata:  Mintakan kepada Allah untuk kami atau umatmu  agar mereka di beri rizeki,  ditolong,  di ampun dosanya
Tapi hal sedemikian ini atau sesamanya  tidak di sunahkan oleh  seorangpun dari kalangan tokoh kaum muslimin, tidak wajib,  juga tidak sunah  dengan kesepakatan  kaum muslimin. Setiap bid`ah yang tidak wajib atau di sunahkan,  maka bid`ah yang jelek  - bid`ah sesat  dengan kesepakatan kaum  muslimin.
Barang siapa yang berkata  tentang sebagian bid`ah  - sebagai bid`ah hasanah adalah bila ada dalilnya  yang menyatakan  ia  disunahkan. Bila  tidak di sunahkan atau di wajibkan  maka tiada seorang pun  dari kaum muslimin  yang menyatakan  bahwa bid`ah  tersebut termasuk hasanat  yang bisa di buat  mendekat kepada Allah.
Barang siapa yang  mendekat kepada Allah  dengan perkara yang bukan kebaikan yang diperintahkan  dengan perintah wajib atau  sunat maka dia sesat yang mengikuti jalan setan  dan jalannya sama dengan jalan setan sebagaimana  di katakan oleh Abdullah bin Mas`ud ;
: خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  خَطًّا وَخَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيلُ اللهِ وَهَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ: { وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
Rasulullah SAW membuat garis,  lalu membuat beberapa garis di kanan kirinya,  lalu bersabda: Ini jalan Allah.  Dan ini beberapa jalan. Di setiap jalan  ada setan yang memanggilnya,   lalu membaca:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), kamu akan berpisah dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.[5]
Syi`ah juga

يَا رَسُوْلَ اللّهِ اِسْتَسْقِ ِلأُمَّتِكَ... فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوا...»  مدرك پيشين، ص 253
Wahai Rasulullah ! Mintakan hujan untuk umatmu,   sesungguhnya mereka  telah binasa ………….





[1] Membongkar kebohongan buku "Mantam kiai NU.... 33-34
[2] Nuh 10
[3] Nuh 11
[4] Attawassul 123
[5]    Al An`am  153 , Majmu` fatawa libni Taimiyah  30/1

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan