عَنْ
مَالِكِ الدَّارِ ، قَالَ وَكَانَ خَازِنَ عُمَرَ عَلَي الطَّعَامِ ، قَالَ: أَصَابَ
النَّاسَ قَحْطٌ فِي زَمَنِ عُمَرَ ، فَجَاءَ رَجُلٌ إِلَى قَبْرِ النَّبِي صَلَّى
الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ
اللهِ ! اِسْتَسْقِ ِلاُمَّتِكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوا ، فَأَتَى الرَّجُلُ فِي
الْمَنَامِ فَقِيْلَ لَهُ: -
ِائْتِ
عُمَرَ فَأَقْرِئْهُ السَّلاَمَ ، وَأَخْبِرْهُ أَنَّكُمْ مَسْقِيُّوْنَ وَقُلْ لَهُ:
عَلَيْكَ الْكَيِّسَ ! عَلَيْكَ اْلكَيِّسَ ! فَأَتَى عُمَرُ فَأَخْبَرَهُ فَبَكَى
عُمَرُ ثُمَّ قَالَ: يَا رَبِّ لاَ آلُوْ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ
Nabi
SAW dan melakukan tawassul dalam hadis ini adalah sahabat Bilal bin Al Harits Al Muzani [1]
Jawabannya
ada beberapa hal:
Kisah
diatas tidak benar, karena perawi bernama
Malik addar yang keadilan dan hapalannya tidak dikenal. Inilah dua sarat
pokok dalam setiap sanad yang sahih sebagaimana yang tertera dalam kitab
ilmu mustholah. Sungguh dia telah di
cantumkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab al jarh watta`dil. Tiada perawi yang
meriwayatkan hadis dari Malik addar kecuali dari jalur ini. Ini sebagai isarat
bahwa Malik addar tidak di kenal
Ibnu
Abi Hatim sendiri sekalipun sering membaca kitab dan hapalannya luas tidak memberikan nilai kepercayaan
padanya. Jadi Malik Addar tetap tidak dikenal. Karena itu, tidak menafikan Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan riwayatnya sampai Abu Saleh Assaman sahih ………………. )
Karena
itu, kami berkata: Sesungguhnya pernyataan tsb tidak
menyatakan sahih seluruh sanad tapi
sampai Abu Saleh saja. Bila tidak demikian, maka
beliau tidak memulai sanadnya
dari Abu saleh, tapi akan di
katakan ……… dari Malik Addar ……….
Sanadnya sahih. Beliau sengaja melakukan sedemikian ini untuk memberikan
pandangan bahwa disini terdapat sesuatu yang layak di kaji ulang.
Ulama
melakukan sedemikian ini karena ada
beberapa faktor:
Terkadang
mereka tidak menjumpai riwayat hidup sebagian
perawinya. Mereka tidak sampai hati untuk membuang sanad seluruhnya
karena ada kemungkinan sahih, apalagi waktu berdalil dengannya. Bahkan
mereka menyampaikan sesuatu yang harus di kaji ulang. Inilah apa yang di lakukan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. Seolah beliau berisarat kepada Abu Saleh Assiman yang secara sendirian
meriwayatkannya dari Malik Addar sebagaimana
yang dikutip dari Ibnu Abi hatim. Ini lah salah satu cara untuk
keharusan mengecek perawi Malik ini atau berisarat bahwa dia adalah tidak
dikenal. Wallahu a`lam.
Ini ilmu yang sangat membutuhkan pengkajian, dan tidak akan di ketahui kecuali oleh orang yang sudah terlatih dengannya.
Ada lagi dukungan dari Al hafizh al mundziri yang di
cantumkan di kitab Attarghib – yaitu kisah lain
dari riwayat Malik Addar dari Umar. HR Thabrani
dalam mu`jam kabir. Perawi – perawinya
sampai kepada Malik Addar terpercaya dan populer. Dan aku tidak kenal Malik Addar. Begitu juga
Al Haitami menyatakan dalam kitab Majma`uz zawa`id.
Pengarang
kitab Attawasshul lupa terhadap pengecekan seperti ini, lalu dia terpedaya dengan perkataan Al
hafizh dan menyatakan hadis tsb sahih.
2.
Kisah tsb jelas bertentangan dengan ketetatap sariat yang menganjurkan mendirikan salat Istisqa` sebagaimana
di terangkan dalam banyak hadis dan mayoritas ulama telah berpegangan kepadanya. Ia juga bertentangan dengan ayat yang menganjurkan doa dan minta
ampun yaitu firman Allah dalam surat Nuh:
َقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
maka aku katakan kepada
mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, --sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun--,[2]
يُرْسِلِ
السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat[3]
Inilah
apa yang di lakukan oleh Umar bin Al
khatthab ketika minta hujan dan bertawassul dengan doa Al abbas sebagaimana
keterangan lalu.
Begitulah
pengadatan kaum salaf yang saleh ketika mendapat pecekil dan musim kemarau
panjang. Mereka melakukan salat, dan
berdoa. Tiada satupun orang dari mereka
yang pergi ke kuburan Nabi dan
minta padanya doa dan siraman hujan. seandainya hal itu di sariatkan, mereka akan melakukannya sekali sekali. Bila
mereka tidak melakukannya, hal
itu menunjukkan keterangan dalam kisah
tsb tidak di sariatkan. [4]
Ibnu
taimiyah berkata:
Telah
di ketahui bahwa Nabi atau salah satu
nabi yang lain tidak pernah menganjurkan kepada manusia agar berdoa kepada
malaikat, para nabi, orang
– orang saleh. Juga tidak meminta syafaat kepada mereka setelah mereka mati
atau waktu kepergian mereka. Seseorang
tidak akan berkata:
Wahai
para malaikat, berilah syafaat kepada
kami di sisi Allah, mintalah kepada Allah untuk kami - untuk menolong kami, atau
agar Allah memberikan rizeki kepada kami
atau memberikan hidayah kepada kami.
Seseorang
juga tidak akan berkata kepada para nabi atau orang saleh yang meninggal
dunia: Wahai nabi, wahai Rasulullah berdoalah untukku, mintakan ampun kepada Allah untukku
Mintalah
kepada Allah agar mengampun aku, memberikan hidayah kepadaku, membela aku, memberikan kesejahteraan kepadaku.
Seseorang
tidak akan berkata: Aku mengadukan
kepadamu dosa – dosaku, rizekiku yang
sedikit, musuh – musuh telah
menguasai aku, aku mengadukan kepada mu ( nabi atau wali ) terhadap fulan yang menganiaya diriku.
Dia
tidak akan mengatakan: Aku orang yang
tinggal bersamamu, aku tamumu, aku tetanggamu atau kamu akan bisa menyelamatkan orang yang
minta selamat kepadamu, atau kamu
orang yang layak dimintai
perlindungan.
Seseorang juga tidak diperkenankan menulis surat lalu di gantungkan di atas
kuburan juga tidak seorang menulis catatan, bahwa
dia minta selamat kepada fulan
lalu membawa kepada tukang bikin laporan sebagaimana yang di lakukan oleh ahli
bid`ah dari ahli kitab atau kaum
muslimin sebagaimana di lakukan oleh kaum nasrani di gereja –
gereja mereka dan sebagaimana yang di
lakukan oleh ahli bid`ah dari kalangan kaum muslimin di kuburan para nabi, orang
– orang saleh atau waktu kepergian mereka. Hal ini sudah jelas dalam
agama Islam, landasannya juga hadis – hadis yang mutawatir, dan
ijma` kaum muslimin sesungguhnya Nabi
SAW tidak menganjurkan kepada umatnya
untuk melakukan seperti itu.
Begitu
juga para nabi sebelumnya tidak mengajarkan kepada umatnya seperti itu, bahkan ahli kitabpun tidak punya landasan dari perilaku para nabinya, sebagaimana kaum muslimin juga tidak mempunyai
landasan hadis dari nabinya. Tiada satupun
sahabat, tabi`in yang baik bahkan tiada yang menusunnahkan dari kalangan tokoh – tokoh
kaum muslimin atau para imam empat. Mereka
tidak menyebutkan hal itu dalam manasik haji atau lainnya bahwa
seseorang hendaknya minta kepada nabi di kuburannya agar memberikan
safaat, atau berdoa untuk umatnya atau mengadukan kepadanya musibah yang di alami oleh umatnya dari masalah agama atau keduniaan.
Para
sahabat juga mengalami berbagai musibah sepeninggal beliau, terkadang
peceklik, rizeki kurang, krisis
ekonomi, takut, musuh yang perkasa, dosa
atau kemungkaran merajalela. Tiada seorangpun dari mereka yang
mendatangi kuburan Rasulullah SAW, kuburan Ibrahim al kholil atau salah satu kuburan para nabi, lalu berkata:
Aku
mengadukan kepadamu musim kemarau ini, musuh yang perkasa, banyak dosa.
Dan
tidak berkata: Mintakan kepada Allah
untuk kami atau umatmu agar mereka di
beri rizeki, ditolong, di ampun dosanya
Tapi
hal sedemikian ini atau sesamanya tidak
di sunahkan oleh seorangpun dari
kalangan tokoh kaum muslimin, tidak wajib, juga tidak sunah dengan kesepakatan kaum muslimin. Setiap bid`ah yang tidak wajib
atau di sunahkan, maka bid`ah yang
jelek - bid`ah sesat dengan kesepakatan kaum muslimin.
Barang
siapa yang berkata tentang sebagian
bid`ah - sebagai bid`ah hasanah adalah
bila ada dalilnya yang menyatakan ia
disunahkan. Bila tidak di
sunahkan atau di wajibkan maka tiada
seorang pun dari kaum muslimin yang menyatakan bahwa bid`ah
tersebut termasuk hasanat yang
bisa di buat mendekat kepada Allah.
Barang
siapa yang mendekat kepada Allah dengan perkara yang bukan kebaikan yang
diperintahkan dengan perintah wajib atau sunat maka dia sesat yang mengikuti jalan
setan dan jalannya sama dengan jalan
setan sebagaimana di katakan oleh
Abdullah bin Mas`ud ;
: خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَطًّا وَخَطَّ خُطُوطًا عَنْ
يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيلُ اللهِ وَهَذِهِ سُبُلٌ عَلَى
كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ: { وَأَنَّ هَذَا
صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
Rasulullah
SAW membuat garis, lalu membuat beberapa
garis di kanan kirinya, lalu bersabda:
Ini jalan Allah. Dan ini beberapa jalan.
Di setiap jalan ada setan yang
memanggilnya, lalu membaca:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ
تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku
yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), kamu akan berpisah dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertakwa.[5]
Syi`ah juga
يَا
رَسُوْلَ اللّهِ اِسْتَسْقِ ِلأُمَّتِكَ... فَإِنَّهُمْ قَدْ
هَلَكُوا...» مدرك پيشين، ص 253
Wahai
Rasulullah ! Mintakan hujan untuk umatmu,
sesungguhnya mereka telah binasa ………….
[1] Membongkar kebohongan buku "Mantam kiai NU.... 33-34
[2] Nuh 10
[3] Nuh 11
[4] Attawassul 123
[5] Al
An`am 153 , Majmu` fatawa libni Taimiyah 30/1
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan