A. Z. Muttaqin Kamis, 23
Syawwal 1434 H / 29 Agustus 2013 19:15
FPI desak DPR bentuk panja
pembubaran Densus 88 dan BNPT
JAKARTA (Arrahmah.com) – Musyawarah Nasional ke III FPI telah
berakhir pekan lalu. Banyak keputusan yang dihasilkan dari Munas tersebut. Antara lain pernyataan
sikap Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) tentang fitnah
terorisme Densus 88 & BNPT.
Salah satu butir dari isi
pernyataan sikap itu adalah mendesak pemerintah & DPR khususnya komisi III
untuk segera membentuk panja untuk membubarkan Densus 88 dan BNPT dikarenakan
hanya melaksanakan agenda asing khususnya Amerika dan Australia serta Zionis Internasional
(Freemansonry/Illuminati).
Butir selanjutnya FPI akan
menyeret Densus 88 dan BNPT ke ranah hukum. Karena jelas dan tegas telah
melakukan pelanggaran hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam Undang-undang
No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia.
Dan terhadap personil Densus sebagai aparat kepolisian penegak hukum
NKRI yang telah melakukan penembakan dan tindakan berutalnya terhadap korban
terbunuh maupun korban salah tangkap, wajib ditindak tegas sebagaimana pula
diatur dalam Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi
manusia.
FPI juga mendesak DPR bersama
PPATK & KPK mengaudit kekayaan pimpinan Densus 88 dan BNPT yang diduga
telah melakukan penyalahgunakan Anggaran baik dari anggaran pemerintah maupun
dari hibah pihak Asing untuk melakukan pembantaian terhadap umat Islam yang
dituduh sebagai teroris .
Berikut isi selengkapnya dari
pernyataan sikap Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) tentang
fitnah terorisme Densus 88 & BNPT yang diterima redaksi arrahmah.com.
PERNYATAAN SIKAP
DEWAN PIMPINAN PUSAT FRONT
PEMBELA ISLAM (DPP FPI)
TENTANG
FITNAH TERORISME DENSUS 88
& BNPT
Bismillahirohmanirrohiim
Assalamualaikum wr wb
Sepak terjang sang dead squad
Densus 88 masih terus berlanjut. Mereka mengklaim terus melakukan pengejaran
terhadap para terduga teroris yang dituduh menebar teror di Indonesia. Dalam
aksinya Densus 88 sering kali terlibat dalam penyiksaan dan extra-judicial
killings, membunuh menggunakan senjata tanpa Standard Operational Procedure (SOP)
kepada “terduga” teroris yang tanpa senjata dan tanpa perlawanan. Densus 88
dengan segala fasilitasnya telah menjadi pelaku Impunitas (pelaku penghilangan
nyawa yang lolos dari investigasi tanpa proses hukum) dan pelanggar HAM berat. Kasus
pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Densus 88 sampai saat ini masih
berlajut dan belum ada yang bisa menghentikannya.
Praktik impunitas tidak hanya
terjadi di lapangan, di dalam tahanan para terduga teroris disiksa secara tidak
manusiawi. Lalu apa gunanya pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi
Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture) dalam Undang-undang Nomor
5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Penyiksaan pada 28 September 1998.
Penangkapan dan tuduhan yang
seringkali dilakukan oleh Densus 88 kepada warga sipil hanya karena diangap
mirip dengan terduga teroris. Warga sipil yang tidak bersalah sering kali
menjadi korban salah tangkap; tuduhannya adalah sebagai pelaku/terlibat dalam
serangkaian tindakan peledakan bom di sejumlah daerah, termasuk peledakan bom
di wilayah rawan konflik, seperti di Poso. Tuduhan terlibat dalam jaringan
teroris; sampai kepada tuduhan menyembunyikan pelaku terorisme. Fenomena
banyaknya kejadian salah tangkap dalam kasus terorisme ini terjadi selama
sembilan tahun terakhir, antara 2004-2013. Tindakan gegabah salah tangkap
Densus 88 ini tidak dibekali dengan bukti yang kuat terhadap orang yang diduga
melakukan tindakan terorisme. Kekerasan terhadap terhadap anak di bawah umur
juga dilakukan Densus 88 saat melakukan penangkapan terhadap terduga jaringan
terorisme. Belum lagi, stigmatisasi negatif yang dibangun oleh Densus 88
terhadap atribut muslim juga memicu terjadinya banyak kasus salah tangkap. Menjadi
korban salah tangkap Densus 88, hanya karena atribut muslim yang dipakai dan
melekat di tubuhnya.
Atas hal – hal tersebutlah
Densus 88 seringkali melakukan terorisasi dan klaim terhadap kelompok Islam
tertentu bagian dari kelompok teroris ini dan itu tanpa bukti yang jelas. Melakukan
prakondisi terhadap kasus terorisme. Dan seringkali meyalahgunakan
kewenangannya untuk memaksa terduga teroris mengakui perbuatan yang tidak
dilakukannya. Densus 88 telah berulang kali melakukan abusing powers, tidak
hanya dalam penindakan tetapi juga disinyalir dalam penggunaan anggaran yang
tidak independen. Selama ini tidak jelas operasi besar – besaran Densus 88 yang
didanai oleh negara maupun asing tidak pernah jelas penggunaannya. Misalnya
Detasemen 88, menerima pelatihan, perlengkapan dan dukungan operasional yang
luas dari Polisi Federal Australia (AFP). Antara 2010 dan 2012 ini nilainya
mencapai $ 314.500 kemana semua dana tersebut.
Konyolnya lagi, Pembentukan
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dibentuk untuk mendukung
Pelanggaran HAM Densus 88 dalam perjalanannya digunakan sebagai alat oleh rezim
Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggelar operasi-operasi intelijen dengan modus
pemberantasaan terorisme demi kepentingan mempertahankan kekuasaan. Terorisme
yang oleh masyarakat dianggap sebagai komoditi politik yang cukup ampuh dan
efektif dalam mengalihkan isu berbagai kegagalan pemerintahan SBY-Boediono. Operasi
yang dilakukan BNPT dengan mengandalkan kepanjangan tangan kepolisian (Densus 88)
dan unsur intelijennya dinilai tidak transparan, sangat memojokkan umat dan
aktivis Islam, serta sering kali melanggar HAM. pembentukan BNPT dianggap
membuang-buang anggaran dan dianggap membawa citra buruk karena keberadaan BNPT
tidak lebih hanya untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan sarang
terorisme.
Program deradikalisasi yang
di usung oleh BNPT tidak lebih dari sebuah proyek internasional untuk mereduksi/dekontruksi
pemahaman tentang Islam Kaffah (Syari’at Islam). Hal ini bisa kita lihat dengan
jelas dari sebuah laporan yang dirilis oleh RAND Corporation (RAND Corp) mengenai
“Deradicalizing Islamist Extremists.” Laporan yang dirilis tahun 2010 oleh
lembaga bentukan Zionis Internasional (Freemansonry/Illuminati) dan binaan
pemerintah Amerika Serikat (AS) ini diambil dari hasil realisasi program
deradikalisasi yang dilakukan di sejumlah wilayah di Timur Tengah, Asia
Tenggara, dan negara-negara Eropa. Artinya, program deradikalisasi yang
disponsori oleh Amerika dan negara-negara Barat telah dilakukan hampir
diseluruh dunia.
BNPT juga merekomendasikan
deradikalisasi gaya
baru yang disebut disengagment atau disengagement from violence (menjauhkan
diri dari kekerasan). Proyek Disengagement merupakan program yang dilaksa-nakan
untuk mendorong para terduga teroris merubah perilaku (tidak lagi mengamalkan
ideologi jihad) tetapi tidak harus merubah keyakinan. Artinya keyakinan tentang
jihad tidak dideradikalisasi, namun perilakunya yang dijauhkan dari mengamalkan/melaksanakan
jihad. Ini sama halnya dengan mencetak muslim yang tidak taat. Sebagai analogi,
semua umat Islam paham bahwa sholat adalah wajib, namun tidak perlu sholat, cukup
dipahami saja. Inilah hakikat dari proyek Disengagement supervisi RAND Corp.
Bahwa terkait hal – hal di
atas, kami Dewan Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) menyatakan
sebagai berikut :
Menghimbau kepada seluruh segenap saudara/saudari
kami berkewarganegaraan Indonesia (WNI) yang telah mendapatkan perlakuan
diskriminasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) baik terhadap diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Hak Asasi Manusia (HAM) akibat dampak dari fitnah terorisme dan atau teror di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) oleh Densusi 88 ini, untuk segera
melakukan upaya hukum sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku.
Mendesak DPR untuk segera untuk
menghentikan praktik impunitas yang dilakukan oleh Densus 88 terhadap aktivis
Islam baik yang telah disiksa, dibunuh maupun salah tangkap harus segera dibawa
kehadapan hukum untuk menjamin akuntabilitas hukum dan keadilan korban.
Mendesak DPR khususnya komisi III untuk
mengaudit Kewenangan untuk menggunakan senjata api oleh Densus 88. Karena
Densus 88 telah melanggar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian
Mendesak Pemerintah & DPR khususnya
KOMISI III untuk segera membentuk panja untuk MEMBUBARKAN Densus 88 dan BNPT
dikarenakan hanya melaksanakan agenda Asing khususnya Amerika dan Australia
serta Zionis Internasional (Freemansonry/Illuminati)
Menyeret Densus 88 dan BNPT, karena jelas
dan tegas telah melakukan PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA sebagaimana diatur
dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAK ASASI MANUSIA dan terhadap
personil Densus sebagai aparat kepolisian penegak hukum NKRI yang telah
melakukan penembakan dan tindakan berutalnya terhadap korban terbunuh maupun
korban salah tangkap, wajib ditindak tegas sebagaimana pula diatur dalam Undang-undang
No. 26 Tahun 2000 Tentang PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA.
Mendesak DPR bersama PPATK & KPK
mengaudit kekayaan pimpinan Densus 88 dan BNPT yang diduga telah melakukan
penyalahgunakan Anggaran baik dari anggaran pemerintah maupun dari Hibah pihak
Asing untuk melakukan pembantaian terhadap umat Islam yang dituduh sebagai
teroris .
Wassalamualaikum Wr. Wb
BEKASI, 16 SYAWAL 1434 H / 22
Agustus 2013
PIMPINAN SIDANG MUNAS KE III
FRONT PEMBELA ISLAM
KH Drs. MISBAHUL ANAM HABIB MUHSIN
AL ATHOS, Lc
Ketua
Sekretaris
(azmuttaqin/arrahmah.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan