عَنْ أَبِى سَعِيْدٍِ الْحُذْرِي
قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ خَرَجَ مِنْ
بَيْتِهِ إِلَى الصَّلاَةِ، فَقَالَ: الّلَهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ بِحَقِّ
السَّائِلِيْنَ عَلَيْكَ وَبِحَقِّ
مَمْشَاىَ هَذَا فَإِنِّى لَمْ أَخْرُجْ شَرًّا وَلاَ بَطَرًا وَلاَ رِيَاءًا
وَلاَ سُمْعَةً، خَرَجْتُ إِتِّقَاءَ سُخْطِكَ وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ
فَأَسْأَلُكَ أَنْ تُعِيْذَنِى مِنَ النَّارِ، وَأَنْ تَغْفِرَ لِى ذُنُوْبِى،
إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ، أَقْبَلَ اللهُ بِوَجْهِهِ
وَاسْتَغْفَرَ لَهُ سَبْعُوْنَ أَلْفِ مَلَكٍ
رواه ابن ماجة 770 وأحمد
10729 وابن السني فى عمل اليوم
Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w.
bersabda:"Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu
ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang
yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk
kejelekan, untuk sombongan, untuk riya dan mencari nama baik, aku keluar karena takut
murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari
neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali
diriMu", maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan
ampunan untuknya". (Riwayat Ibnu Majad dll.).
Tim Penulis LBM
NU cabang Jember menyatakan lagi:
Hadits ini menunjukkan dibolehkannya ber-tawassul dengan orang saleh,
baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Karena kata السائلين dalam hadits tersebut bersifat umum, mencakup mereka yang masih hidup
ataupun sudah meninggal. Dalam hadits ini pula Nabi saw
mengajarkan untuk menggabungkan antara tawassul dengan addzawaat al-fadhilah
(seorang nabi atau wali dan orang saleh) dan
tawassul dengan amal saleh. Beliau tidak membedakan antara keduanya, tawassul jenis pertama hukumnya boleh
dan yang kedua Juga boleh. Dalam hadits ini, tawassul dengan al-dzawat
al-fadhilah ada pada redaksi بِحَقِّ السّائِلِيْنْ )) dan tawassul dengan
amal saleh ada pada redaksi (
بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذاَ إِلَيْكَ )[1]
Saya ( Mahrus ali ) menyatakan: Sayang hadisnya lemah
dan komentar yang muluk – muluk
itu tidak ada gunanya seperti debu berterbangan, malah membahayakan mata dan mengotori minuman atau baju putih. Andaikan
hadis tsb sahih, komentar seperti
itu kurang tepat, maksud hak orang –
orang yang minta pada Allah adalah di kabulkan doanya. lihat komentar ulama sbb:
Imam Mundziri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam
Ibnu Majah dengan sanad yang perlu di kaji ulang, akan tetap Alhafidz Abu Hasan mengatakan bahwa
hadis ini adalah hasan.( Targhib Wattarhib 2/ 119).
Komentarku:
Hadis tersebut
sangat lemah karena terdapat seorang perawi
bernama Fadlel bin Muwaffaq yang lemah, Fudlail bin Marzuq – seorang
perawi yang selalu berkata benar, tertuduh syi`ah, suka melamun dan
menyampaikan hadis yang tidak tepat. Dan
Athiyah yang syi`ah [2] Al
albani menyatakan hadis tsb juga
lemah [3]
Ibnu taimiyah
berkata:
Hadis dengan hak
orang –orang yang berdoa tsb dari riwayat Athiyah As-shalihiyah dari Abu Sa`id
– dia adalah lemah dengan kesepakatan
ahlul ilmi. Sungguh telah di riwayatkan dari jalan lain yang juga lemah.
Redaksi hadis tidak merupakan hujjah
untuk tawassul dengan mayat. Sesungguh
hak orang – orang yang minta adalah Allah akan mengabulkan
permintaan mereka. Hak orang – orang
yang beribadah akan diberi pahala oleh Allah. Itu lah hak yang telah di
jelaskan oleh Allah untuk diriNya yang mulia
dengan janjiNya yang benar dengan
kesepakatan ahlul ilmi. Dan Allah juga telah mewajibkan kepada diriNya dalam salah satu perkataan mereka. Sungguh
hal itu telah di jelaskan dengan panjang lebar. [4]
Di tempat lain, Ibnu Taimiyah berkata:
وَهَذَا الْحَدِيثُ فِي إسْنَادِهِ
عَطِيَّةُ العوفي وَفِيهِ ضَعْفٌ
Sanad hadis
tersebut lemah karena ada perawi bernama Athiyah al aufi. [5]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al albani berkata:
قُلْتُ: بَلْ إِسْنَادُهُ ضَعِيْفٌ
فَإِنَّهُ مِنْ رِوَايَةِ عَطِيَّةَ اْلعَوْفِي وَهُوَ ضَعِيْفٌ وَقَدْ قَالَ الْحَافِظُ
ابْنُ حَجَرَ فِي تَرْجَمَتِهِ مِنَ " التَّقْرِيْبِ ": " صَدُوْقٌ
يُخْطِئُ كَثِيْرًا كَانَ شِيْعِيًّا مُدَلِّسًا "
Saya katakan:
Sanadnya lemah, ia riwayat Athiyah Al aufi – dia perawi lemah.
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam riwayat hidupnya dari kitab
At- Taqrib ; Dia perawi yang berkata benar, sering keliru, syi`ah dan suka menyelinapkan perawi lemah.
Al albani
menyatakan lagi sbb:
Lantas saya
menjumpai illat ke tiga, yaitu hadis tsb
mauquf. Sungguh Ibnu Abi hatim menyebutkan dalam kitab “ Al ilal “ sebagaian
ulama meriwayatkan hadis tsb dari Athiyyah dari Abu Sa`id dalam keadaan mauquf. Abu Hatim berkata:
Itulah yang mirip, ya`ni benar. Karena itu, Al Mundziri menyatakan hadis tsb lemah
dalam kitab targhib 130/1 [6]
Al bushiri
berkata: Ini sanad bersambung yang lemah [7]
Dalam kitab al
Mughni di jelaskan: Amar bin Athiyyah Al aufi di nyatakan lemah oleh Imam Daroquthni. [8]
Imam Nawawi
berkata:
Hadis tsb lemah,
salah satu perawinya bernama Al Wazi` bin Nafi` Al Uqaili yang jelas lemah dengan kesepakatan
ulama dan dia juga mungkar hadisnya.
Kami
meriwayatkan di kitab Ibnus sunni yang sema`na dengannya dari riwayat Athiyyah Al aufi dari Abu Sa`id Al Khudri ra dari Rasulullah SAW dan Athiyyah
juga lemah. [9]
Jadi hadis بِحَقِّ السّائِلِيْنْ )) di lemahkan oleh Imam Nawawi Imam
Daroquthni Al bushiri, Ibnu Ady, Ibnu Hibban, bahkan di katakan palsu, Nasai, Ibnu Hajar, Al Mindziri, Abu hatim, Ibnu Taimiyah, Al albani
dan memang sanadnya yang lemah dan mengandung perawi – perawi yang lemah
sebagaimana di terangkan tadi. Lalu bila
ada orang yang menyatakan hadis tsb
sahih, pada hakikatnya dari jalur sanad yang sama dan
perawi yang sama lemahnya. Karena itu, tidak tepat bila di sahihkan atau di hasankan.
Dalam kitab
nataijul afkar 270/1 hadis بِحَقِّ السّائِلِيْنْ )) di katakan:
** وَاهٍ جِدًّا
Sangat lemah.
Syaik Al
arna`uth pernah mengutip perkataan Ibnu Hibban dari Imam Ahmad, ketika di tanya tentang Athiyah: Dia mendengar
beberapa hadis dari Abu Sa`id Al Khudri.
Ketika Abu sa`id Al Khudri meninggal
dunia, maka duduk bersama al
kalabi yang ahli dongeng dan dalang yang
populer yang juga punya julukan Abu
Sa`id. Jadi bila Athiyah bilang dari Abu Said,
lalu Orang mengira Abu sa`id Al
khudri yang sahabat, ternyata bukan
bahkan Abu Sai`d Al Kalabi yang dalang itu. [10]
Hadis di atas di
gunakan landasan tawassul dengan mayat oleh kalangan ahli bid`ah lalu di
katakan bahwa dalam haduis itu terdapat keterangan dengan hak orang – orang
yang minta – minta baik hidup atau mati.
Dan tiada keterangan dalam hadis, tentang hidup atau matinya.
Komentar ku:
Sayang sekali hadis tsb lemah dan telah populer dengan kelemahan. Untuk lebih
singkatnya, siapakah diantara sahabat Nabi SAW yang melakukan tawassul
seperti itu, apalagi di kuburan, malah nol besar. Terus kapan Rasulullah SAW
mengajarkan tata cara doa seperti itu. Apakah mungkin para sahabat tahu banyak
hadis, tapi hadis tersebut samar bagi mereka. Sudah cukup Bukhari dan Muslim
tidak meriwayatkannya.
[1] Membongkar kebohongan buku "Mantam kiai NU.... 27
[2] lihat juga di kitab Zadul ma`ad / 369/2.
[4] Majmu` fatawa libni Taimiyah 81/1
[5] Majmu` fatawa libni Taimiyah
104/1
[6] tamamul minnah fitta`liq ala fiqhis sunnah 290/1
[7] Jami`ul ahadits 290/20
[8] Jami`ul ahadits
430/38 , lihat pula di Kanzul Ummal 4977
[9] Al adzkar 30/1
[10]
http://www.alhawali.com/index.cfm?method=home.SubContent&ContentID=4654
Artikel Terkait
ya mas.. klw bisa nama blognya dganti jgn dengan nama "mantan kyai NU" karena nama itu menurut saya mendiskreditkan salah satu organisasi keagamaan.. Klw memang niatnya baik jgn dsampaikan dengan cara yang etis lah jgn bawa2 nama aliran.karena menurutsaya itu kurang baik.. terima kasih
BalasHapus