JAKARTA (voa-islam.com) - Sungguh permainan politik yang
sangat kotor dan penuh dengan akal bulus. Di mana tiba-tiba saja kasus tabloid
Obor Rakyat menjadi perhatian khusus dalam proses Pemilihan Presiden 2014.
Pasalnya, hasil cetakan media tersebut, yang belakangan di klaim milik
Asisten Staf Khusus Presiden RI Setyardi, ditengarai telah menyebarkan fitnah
dan menista Calon Presiden Joko Widodo yang diusung koalisi PDI Perjuangan.
Dan tidak hanya itu, tabloid yang diedarkan di kalangan tertentu itu
ditengarai jadi penyebab merosotnya popularitas Jokowi, mantan Walikota Solo
dan Gubernur nonaktif DKI Jakarta.
Mari kita ulas, siapa saja di balik tabloid Obor tersebut. Nama
Setyardi, di kalangan aktivis mahasiswa ’98 cukup familiar. Pernah menjadi
wartawan majalah Tempo dan aktif dalam mendukung pergerakan mahasiswa dalam
menghadapi Orde Baru di ujung kekuasaan. Namun, benarkah motivasi tabloid Obor
untuk menghancurkan popularitas Jokowi? Jawabnya, tidak!
Peredaran tabloid Obor yang berisikan pembahasan di sosial media dan di
angkat ke media cetak untuk lantas disebarkan ke pesantren-pesantren di Jawa
Barata, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan tampilan yang vulgar dan kampungan
namun dikemas dalam layout yang menarik sebetulnya dipakai sebagai alat
propaganda pasangan Jokowi-JK.
Sebab, semua personal pemain yang berada di belakang penerbitan tabloid
tersebut memiliki koneksi dengan Jusuf Kalla dan donatur pasangan Capres dan
Cawapres nomor urut 2 tersebut.
Awal karier Setyardi di majalah Tempo menghasilkan pertemanan antara
lain dengan Muchlis Hasyim. Muchlis sempat berkarier bersama di majalah Tempo
bersama Setyardi.
Dimana keduanya juga sempat mengenyam pendidikan di Bandung. Setyardi di STT Telkom dan Muchlis
di Universitas Islam Bandung
(Unisba). Keduanya juga sama-sama tidak lulus dari perguruan tinggi tersebut.
Muchlis lantas terbang ke Washington,
AS dan menyelesaikan sarjananya di sana.
Dan baru kembali ketika dipanggil Surya Paloh, pemilik harian Media Indonesia.
Sekembalinya dari Amerika, Muchlis ditempatkan sebagai redaktur
internasional di Media Indonesia dan menjadi orang kepercayaan Surya Paloh.
Hingga akhirnya, dia menempati posisi redaktur eksekutif.
Di kalangan wartawan, Muchlis dikenal memiliki lobi-lobi cukup bagus
dengan pemilik modal dan penguasa. Dan karena kepiawaiannya itulah lantas
berhasil mendirikan media online inilah.com. Sebuah portal berita yang dukungan
dananya banyak di cover Muhammad Reza, orang yang dikenal sebagai mafia minyak.
Hubungan Muh dan Muchlis sangat dekat seperti kakak dan adik.
Pada Pilpres 2004, Muchlis aktif di Mega Center
untuk membantu K.H. Hasyim Muzadi yang pada saat itu menjadi cawapres Megawati.
Namun, ketika pasangan Mega-Hasyim kalah, dia meloncat ke Jusuf Kalla.
Kehadiran Muchlis di Istana Wapres atas prakarsa Alwi Hamu, pemilik
harian Fajar di Makassar. Dan Muchlis masih terbilang sebagai keponakan dari
Alwi Hamu yang merupakan karib keluarga Jusuf Kalla. Saat JK menjabat Wapres,
Muchlis didapuk sebagai Press Officer Wakil Presiden.
Saat ini, selain memiliki portal berita inilah.com, Muchlis juga
mendirikan Inilah Koran di Bandung dan Bogor.
Dia menggandeng wartawan senior Rakyat Merdeka dan pendiri tabloid Indonesia
Monitor, Syahrial Nasution.
Syahrial di kalangan wartawan dikenal dekat dengan Presiden SBY. Dan
pada Pilpres 2004 menjadi Ketua Media Center SBY-JK. Konon, dana untuk
mendirikan Inilah Koran juga berasal dari Muhamad Reza. Muchlis sengaja
merekrut Syahrial karena dikenal kritis terhadap isu mafia migas.
Belakangan diketahui hubungan keduanya, merenggang. Muchlis juga
melebarkan sayapnya dengan mendirikan Inilah Koran di Bogor dengan merekrut
mantan wartawan senior Jawa Pos, Alfian. Dan terakhir mendirikan sebuah
percetakan di Bandung.
Nama lain di belakangang tabloid Obor adalah Darmawan Sepriossa,
alumnus Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.
Dia dikenal cukup dekat dengan para petinggi TNI dan Badan Intelijen Negara
(BIN). Wartawan yang biasa ngepos di Mabes TNI dan Polhukam ini berteman baik
dengan Setyardi. Darmawan juga punya hubungan cukup baik dengan petinggi partai
di PDIP.
Lantas, apa cerita yang dapat diambil dari penggalan kisah orang-orang
yang namanya dikait-kaitkan dengan tabloid Obor? Sebetulnya tidak lepas dari
permainan transaksi politik dalam rangka membesarkan nama Joko Widodo yang
seolah-olah difitnah dan dikerdilkan.
Para
dalang di balik tabloid Obor, semuanya berada di pihak Jokowi-JK. Dan motivasi
kontra intelijen seperti ini biasa terjadi menjelang pergantian kekuasaan.
Setyardi cs hanyalah boneka yang diperalat dan ‘dibeli’ untuk menjalankan misi.
Dalang utamanya adalah Surya Paloh, Jusuf Kalla dan Muhammad Reza.
Inilah yang menjadi jawaban atas kegundahan Hasjim Djoyohadikusumo,
adik kandung Capres Prabowo. Cawapres Hatta Rajasa yang selama ini
dikait-kaitkan dibiayai mafia minyak Muh Reza ternyata, cuma isapan jempol.
Hingga kini, logistik yang dijanjikan Muh untuk menyokong duet Prabowo-Hatta
tak kunjung turun.
Rupanya, dana sudah mengalir ke Jokowi yang selalui merajai survey.
Sehingga, dengan membesar-besarkan kasus tabloid Obor, popularitas Jokowi yang
terus menurun dapat didongkrak kembali dengan strategi memfitnah diri sendiri.
mahardika che/kompasiana
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan