JAKARTA (voa-islam.com) - Bola panas HAM yang digulirkan Cawapres Jusuf Kalla, pada Capres
Prabowo Subianto di acara Debat Capres-Cawapres yang berlangsung di Balai
Sarbini, Jakarta,
Senin malam (9/6) terus bergulir dan akhirnya justru berhenti di meja tim
sukses pemenangan Jokowi-Kalla.
Bola panas HAM itu diawali oleh serangan pertama Jusuf Kalla terkait pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh mantan Danjen Kopassus itu. Berangkat dari pertanyaan Kalla tersebut, Prabowo pun bersedia menjawab serangan Kalla yang mau tidak mau pada akhirnya mengarah kepada sosok lain di balik peristiwa HAM yang dituduhkan kepada Prabowo.
“Sekian puluh tahun saya sebagai abdi negara, sebagai prajurit yang melindungi hak-hak asasi manusia dari ancaman kaum radikal. Sementara sebagai prajurit yang menilai tindakan prajurit adalah atasan saya. Saya sebagai prajurit betanggung jawab terhadap keselamatan warga negara,” ucap Prabowo.
Selanjutnya pihak Jusuf Kalla bertanya kembali kepada Prabowo tentang siapa sosok atasan yang dimaksud Prabowo, yang sengaja tidak dijawab Prabowo, namun pada jawaban terakhir Prabowo mempersilahkan Kalla untuk bertanya langsung kepada sosok yang menjadi atasannya saat itu.
“Bapak tidak mengerti justri kami-kami ini sering berada dalam kondisi sulit ketika ingin menyelamatkan Hak Asasi warga negara. Seringkali prajurit menjadi korban atasan. Petugas diberi perintah, jika ada sesuatu yang secara politis tidak menguntungkan maka petugas lah yang harus dikorbankan. Jika bapak Jusuf Kalla ingin mengetahui, silahkan tanya kepada atasan saya saat itu,” tandas Prabowo.
Saat terjadi peristiwa penculikan sejumlah aktivis pada tahun 1997 dan peristiwa bentrokan antara ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dengan para aktivis mahasiswa pada tahun 1998 di Semanggi, Prabowo menjabat sebagai Pangkostrad berpangkat Letnan Jenderal, sementara posisi jabatan tertinggi militer saat itu dipegang oleh Jenderal Wiranto yang ketika itu menjabat sebagai Pangab (Panglima ABRI).
Selain Wiranto, saat itu terdapat Subagyo HS yang menjabat sebagai KASAD (Kepala Staf Angkatan Darat) yang juga berpangkat Jenderal. Dengan demikian atasan Prabowo saat itu adalah Wiranto yang kini menjadi Ketua Umum Partai Hanura sekaligus duduk menjadi tim pemenangan Jokowi-Kalla.
Di barisan tim suskes pemenangan Jokowi-Kalla bukan hanya Wiranto yang disebut-sebut sebagai petinggi militer yang ikut bertanggung jawab terhadap kasus HAM. Masih ada AM Hendropriyono dan Sutiyoso yang diduga kuat terlibat sederet kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum terungkap.
AM Hendropriono diduga terlibat sejumlah kasus pelanggaran HAM di Talangsari, Lampung tahun 1989, yang dikenal dengan tragedi ‘Talangsari Berdarah’. Kemudian serangkaian kasus operasi pembantaian massal di Timor Timur, yang dikenal dengan 'Operasi Seroja'. Lalu saat Hendropriyono menjabat sebagai Kepala BIN (Badan Intelejen Negara) era Presiden Megawati Soekarnoputri, ia kembali diduga terlibat kasus pembunuhan atas aktivis HAM, Munir Thalib, yang tewas dibunuh di atas pesawat dalam perjalanannya dari Jakarta menuju Amsterdam.
Sementara Sutiyoso ketika menjabat Pangdam Jaya bertanggung jawab atas ratusan warga yang tewas dan luka-luka saat terjadi kerusuhan antara PDI Megawati dan PDI Soeryadi di tahun 1996 yang terjadi di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat, yang dikenal dengan Tragedi 27 Juli.
Bola panas yang digulirkan Jusuf Kalla itu semakin menjadi panas manakala arah bola justru malah berbalik arah menuju barisan tim pendukung Jokowi-Kalla. Akankah aktivis HAM di kubu timses Jokowi dapat berlaku fair dengan menyeret serta sejumlah petinggi militer di kubunya yang ternyata adalah dalang dibalik sejumlah tragedi HAM di Indonesia ? [am/adivammar/voa-islam.com]
Bola panas HAM itu diawali oleh serangan pertama Jusuf Kalla terkait pelanggaran HAM yang diduga dilakukan oleh mantan Danjen Kopassus itu. Berangkat dari pertanyaan Kalla tersebut, Prabowo pun bersedia menjawab serangan Kalla yang mau tidak mau pada akhirnya mengarah kepada sosok lain di balik peristiwa HAM yang dituduhkan kepada Prabowo.
“Sekian puluh tahun saya sebagai abdi negara, sebagai prajurit yang melindungi hak-hak asasi manusia dari ancaman kaum radikal. Sementara sebagai prajurit yang menilai tindakan prajurit adalah atasan saya. Saya sebagai prajurit betanggung jawab terhadap keselamatan warga negara,” ucap Prabowo.
Selanjutnya pihak Jusuf Kalla bertanya kembali kepada Prabowo tentang siapa sosok atasan yang dimaksud Prabowo, yang sengaja tidak dijawab Prabowo, namun pada jawaban terakhir Prabowo mempersilahkan Kalla untuk bertanya langsung kepada sosok yang menjadi atasannya saat itu.
“Bapak tidak mengerti justri kami-kami ini sering berada dalam kondisi sulit ketika ingin menyelamatkan Hak Asasi warga negara. Seringkali prajurit menjadi korban atasan. Petugas diberi perintah, jika ada sesuatu yang secara politis tidak menguntungkan maka petugas lah yang harus dikorbankan. Jika bapak Jusuf Kalla ingin mengetahui, silahkan tanya kepada atasan saya saat itu,” tandas Prabowo.
Saat terjadi peristiwa penculikan sejumlah aktivis pada tahun 1997 dan peristiwa bentrokan antara ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dengan para aktivis mahasiswa pada tahun 1998 di Semanggi, Prabowo menjabat sebagai Pangkostrad berpangkat Letnan Jenderal, sementara posisi jabatan tertinggi militer saat itu dipegang oleh Jenderal Wiranto yang ketika itu menjabat sebagai Pangab (Panglima ABRI).
Selain Wiranto, saat itu terdapat Subagyo HS yang menjabat sebagai KASAD (Kepala Staf Angkatan Darat) yang juga berpangkat Jenderal. Dengan demikian atasan Prabowo saat itu adalah Wiranto yang kini menjadi Ketua Umum Partai Hanura sekaligus duduk menjadi tim pemenangan Jokowi-Kalla.
Di barisan tim suskes pemenangan Jokowi-Kalla bukan hanya Wiranto yang disebut-sebut sebagai petinggi militer yang ikut bertanggung jawab terhadap kasus HAM. Masih ada AM Hendropriyono dan Sutiyoso yang diduga kuat terlibat sederet kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum terungkap.
AM Hendropriono diduga terlibat sejumlah kasus pelanggaran HAM di Talangsari, Lampung tahun 1989, yang dikenal dengan tragedi ‘Talangsari Berdarah’. Kemudian serangkaian kasus operasi pembantaian massal di Timor Timur, yang dikenal dengan 'Operasi Seroja'. Lalu saat Hendropriyono menjabat sebagai Kepala BIN (Badan Intelejen Negara) era Presiden Megawati Soekarnoputri, ia kembali diduga terlibat kasus pembunuhan atas aktivis HAM, Munir Thalib, yang tewas dibunuh di atas pesawat dalam perjalanannya dari Jakarta menuju Amsterdam.
Sementara Sutiyoso ketika menjabat Pangdam Jaya bertanggung jawab atas ratusan warga yang tewas dan luka-luka saat terjadi kerusuhan antara PDI Megawati dan PDI Soeryadi di tahun 1996 yang terjadi di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat, yang dikenal dengan Tragedi 27 Juli.
Bola panas yang digulirkan Jusuf Kalla itu semakin menjadi panas manakala arah bola justru malah berbalik arah menuju barisan tim pendukung Jokowi-Kalla. Akankah aktivis HAM di kubu timses Jokowi dapat berlaku fair dengan menyeret serta sejumlah petinggi militer di kubunya yang ternyata adalah dalang dibalik sejumlah tragedi HAM di Indonesia ? [am/adivammar/voa-islam.com]
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan