JAKARTA (voa-islam.com) - Dosa Mega, Jokowi dan PDIP Terhadap Umat Islam
Inilah beberapa ‘dosa’ Mega, Jokowi, dan PDIP terhadap umat Islam. Dosa yang
mereka lakukan itu, berbentuk pandangan, sikap, dan kebijakan yang merugikan
dan membahayakan terhadap keberadaan umat Islam.
Pandangan, sikap, dan kebijakan yang konsisten terhadap umat Islam ini,
tidak terlepas ideologi tokoh-tokoh PDIP, yang berdampak terhadap Umat Islam.
Di pemilihan presiden 2014, sangat jelas polarisasi antara pendukung Jokowi
dengan Prabowo.
Jokowi yang didukung PDIP, merupakan partai yang berbasis ideologi
‘nasionalis sekuler’, dan didukung partai-partai sekuler liberal, seperti
Nasdem yang dipimpin si ‘brewok’ Surya Paloh, PKB yang sejak berdiri sebagai
partai berbasis pemilihnya sebagian kalanghan Nahdhiyyin, tetapi para tokohnya
berpandangan sangat sekuler, dan anti prinsip-prinsip Islam. Di mana para
tokohnya merupakan warisan dari organisasi PMII. Ditambah dua partai yang
dikendalikan mantan rezim Orde Baru, yaitu Hanura dan PKPPI.
Sangat jelas gabungnya PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPPI, itu secara
kepentingan dan ideologi sudah satu ‘mainstream’ (satu arus utama) dalam
politik.
Sedangkan Prabowo didukung Gerindra, merupakan partai yang berbasis
ideologi ‘nasionalis regiligus’. Prabowo didukung Gerindra, PKS, PPP, PAN,
Golkar, dan secara de facto Partai Demokrat. Prabowo yang semasa menjadi taruna
Akabri di Magelang, pernah mendapatkan pengetahuan Islam dari tokoh DDII,
Cholil Badawi, sekarang menjadi muara, berbagai kelompok Islam.
Kalangan Islam melihat Prabowo, sejak masih menjadi Danjen Kopassus,
sudah menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh Islam, sekarang nampaknya menjadi
lokomotif bagi kalangan nasionalis dan Islam, menghadapi ‘monster’ Jokowi yang
didukung PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPPI.
Sehingga, antara Jokowi dengan Prabowo menjadi pertarungan antara kubu
: ‘Merah dengan Hijau’.
Inilah beberapa dosa Mega, Jokowi dan PDIP terhadap umat Islam, dan
sikapnya yang konsisten PDIP yang tidak pernah mengakomodasi kepentingan
golongan Islam sepanjang sejarah. Bahkan, sejak zamannya Bung Karno. Bung Karno
pernah membubarkan Konstituante dan mengembalikan kepada UUD’45, membubarkan Partai
Masyumi, dan memenjarakan para tokoh Masyumi, termasuk Moh.Natsir, Moh.Roem,
Prawoto Mangkusasmito, Isa Anshori.
Soekarno lebih dekat kalangan komunis dibandingkan dengan kalangan
Islam, sekalipun Soekarno pernah menjadi murid SKM.Kartosuwiryo. Soekarno pula
yang menghukum mati tokoh Kartosuwirjo, yang berjasa menyelamtkan RI, saat
menghadapi agresi Belanda. Ketika Mega berkuasa, tidak pernah mengakomodasi
kepentingan golongan Islam.
Pertama, diantaranya anggogta DPR PDIP yang sebagian besar banyak kalangan
nasionalis sekuler dan phalangis (kristen), selalu memblok (menghalangi) setiap
undang-undang yang menjamin kepentingan umat Islam, seperti undang-undang
perkawinan, undang-undang sisdiknas.
Di era Mega pula, lahir undang-undang anti teroris, yang sampai
sekarang masih digunakan memberangus aktifis Islam. Jika Jokowi menang akan
diamandemen undang-undang anti teroris, karena dianggap tidak memadai lagi,
khususnya dalam menghadapi ancaman teroris.
Sekarang, Jokowi belum menjadi presiden sudah memerintahkan melakukan
pengawasan terhadap masjid-masjid dengan cara ‘menginteli’ aktifitas masjid,
terutama khutban Jum’at dan ceramah-ceramah di masjid-masjid. Ini hanya
mengingatkan di masa Orde Baru, di mana semua aktifitas ke-Islaman,
dimatai-matai oleh intel. PDIP mengulangi cara yang dikerjakan oleh rezim Orde
Baru, yang sepanjang pemerintahannya melakukan repressi terhadap umat Islam.
Jokowi belum menjadi presiden, sudah keluar pernyataan resmi dari Ketua
Bidang Advokasi Jokowi, yang dipimpin Ketua Komisi III, Trimedya Panjaitan
(phalangis), yang akan menghapus peraturan daerah (Perda) yang berbau atau
berkonotasi Syariah. Karena, menurut Trimedya Panjaitan, hanya boleh hidup di Indonesia satu
prinsip hidup yang sesuai dengan Pancasila 1 Juni, yang menjadi doktrin
ideologi PDIP.
Golongan Islam yang bercita-cita ingin melaksanakan keyakinan agamanya
(Islam), nantinya akan menjadi musuh negaraan. Ketua Dewan Syuro PKB, KH.Abdul
Aziz Mansyur, mengatakan kepada MetroTV, beberapa waktu yang lalu, bahwa hanya
Jokowi yang dapat menyelamatkana aqidah umat Islam. Ini benar-benar sebuah
penipuan terhadap umat dan rakyat Indonesia.
Dengan pernyataan KH.Abdul Aziz Mnsyur itu, seakan-akan Jokowi
posisinya akan menjadi seorang ‘imam’ atau ‘amirul mukminin’, di dalam sebuah
Daulah Islamiiyah.
Ketua Tim Bravo 5, DR.Alwi Shihab mengatakan, bahwa kalangan NU yang
menentang Jokowi itu, sebagai pengkhianat dan Wahabi. Ini sebuah pernyataan
yang sangat keras, dan mempunyai dampak yang sangat serius. Karena memposisikan
Jokowi sebagai ‘sesuatu’ yang sifatnya mutlak.
Sama dengan kalangan NU dan umat Islam, yang tidak mendukung Jokowi
sebagai kesalahan besar, dan bisa dikatakan sebagai ‘bughot’
(pengacau/pemberontak), dan berhak diperangi.
Tentu, yang paling penting lagi, pernyataan dari JK yang mengatakan
penegakan Syariah Islam, sebagai langkah kemunduran dan keterbelakangan. JK
yang sekarang menjadi bagian dari kepentingan dan politik ideologi PDIP.
Keberadaan JK di kubu PDIP dan mendukung Jokowi membuat umat Islam
menjadi ragu mensikapi terhadap PDIP dan Jokowi. Inilah langkah strategis yang
diambil PDIP, yang bertujuan mengacaukan terhadap sikap umagt Islam. JK menjadi
‘tameng’ PDIP menghadapi kalangan umat Islam. Wallahu’alam.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan