JAKARTA (voa-islam.com) - Hasil survei Puskapatis pasti
membuat mimpi buruk para pendukung Jokowi. Sebab Jokowi yang selama ini dengan
survei palsu demi pencintraan selalu tinggi yang dibuat media bayaran, posisi
Jokowi tidak terjangkau oleh calon presiden lainnya.
Tetapi, sesudah beberapa kali debat capres berlangsung, dan debat kedua
Minggu malam, menunjukkan kualitas Jokowi yang asli, dan sejatinya Jokowi
bukanlah seorang pemimpin, apalagi calon presiden. Dia hanya layak memimpin
sebuah kota
saja.
Sekarang, elektabilitas Prabowo Subianto-Hatta Rajasa makin tak
terbendung. Pasangan tersebut telah melewati titik persimpangan dan melampaui
elektabilitas Joko Widodo-Jusuf Kalla. “Tren Prabowo memang kuat dan terus
menguat, itu susah berubah lagi dalam jangka pendek," kata Prof Didik J.
Rachbini saat dihubungi, Senin (16/6/2014).
Pernyataan tersebut, menanggapi hasil survei Pusat Kajian Kebijakan dan
Pembangunan Strategis (Puskaptis). Elektabilitas Prabowo-Hatta mencapai
44,64%, sedangkan Jokowi-JK 42,79%. Selain itu, swing voter atau massa mengambang (belum
menentukan pilihan) sebesar 12,57%.
.
Menurut Didik, elektabilitas Jokowi sudah berada pada pucak, dengan raihan tersebut. Lanjut dia, elektabilitas ini akan terus menurun, dan itu sudah terlihat sejak Oktober 2013.
"Mula-mula selisih mereka nyaris 30%, dimana Jokowi lebih tinggi," kata Didik.
Memasuki Desember 2013, selisih itu mencapai 20%. Memasuki 2014, yaitu pada Januari dan Februari, selisihnya 15%, dan Maret 10%. "Mei mencapai 5% dan sekarang Prabowo melampaui Jokowi," kata Didik. Dia mengatakan Prabowo telah melewati titik temu dan berhasil melampaui Jokowi
Menurut Didik, tren itu tak hanya di Jakarta, tapi beberapa provinsi lain. "Sebelum Oktober tahun lalu, provinsi seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Banten, Jawa Barat dan di Jatim, elektabilitas Prabowo lebih rendah, tapi sekarang Prabowo lebih tinggi" jelasnya.
Kondisinya sudah berubah total. Didik mengatakan, survei adalah cerminan dari penilaian masyarakat terhadap Jokowi. "Mana ada program-program Jokowi yang benar-benar berhasil, misalnya kemacetan. Lalu masalah monorel?," katanya.
Lanjut Didik, program nomor kendaraan ganjil genap pun tak juga terealisasikan. Didik mengatakan, ada juga program berhasil. Hanya saja, skalanya tidak tidak terlihat adanya perubahan besar.
"Soal penertiban Tanah Abang dan Blok G kan solusi kecil diantara masalah negara Indonesia yang besar dan tidak bisa jadi tolok ukur keberhasilan. Ini salah satu sebab, tren Jokowi menurun dan Prabowo terus meningkat," kata Didik.
.
Menurut Didik, elektabilitas Jokowi sudah berada pada pucak, dengan raihan tersebut. Lanjut dia, elektabilitas ini akan terus menurun, dan itu sudah terlihat sejak Oktober 2013.
"Mula-mula selisih mereka nyaris 30%, dimana Jokowi lebih tinggi," kata Didik.
Memasuki Desember 2013, selisih itu mencapai 20%. Memasuki 2014, yaitu pada Januari dan Februari, selisihnya 15%, dan Maret 10%. "Mei mencapai 5% dan sekarang Prabowo melampaui Jokowi," kata Didik. Dia mengatakan Prabowo telah melewati titik temu dan berhasil melampaui Jokowi
Menurut Didik, tren itu tak hanya di Jakarta, tapi beberapa provinsi lain. "Sebelum Oktober tahun lalu, provinsi seperti Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Banten, Jawa Barat dan di Jatim, elektabilitas Prabowo lebih rendah, tapi sekarang Prabowo lebih tinggi" jelasnya.
Kondisinya sudah berubah total. Didik mengatakan, survei adalah cerminan dari penilaian masyarakat terhadap Jokowi. "Mana ada program-program Jokowi yang benar-benar berhasil, misalnya kemacetan. Lalu masalah monorel?," katanya.
Lanjut Didik, program nomor kendaraan ganjil genap pun tak juga terealisasikan. Didik mengatakan, ada juga program berhasil. Hanya saja, skalanya tidak tidak terlihat adanya perubahan besar.
"Soal penertiban Tanah Abang dan Blok G kan solusi kecil diantara masalah negara Indonesia yang besar dan tidak bisa jadi tolok ukur keberhasilan. Ini salah satu sebab, tren Jokowi menurun dan Prabowo terus meningkat," kata Didik.
Jadi Jokowi itu hanya pemimin 'abal-abal' hasil rekayasa media
phalangis, sekuler, dan liberal, seperti Kompas, Tempo dan lainnya, yang
dibelakangnya kalangan konglomerat hitam. Mereka ingin terus memperbudak kaum
pribumi dengan menggunakan Jokowi. (jj/dbs/voa-islam.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan