Oleh : A. Z. Muttaqin
JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota Komisi III DPR RI, Fahri Hamzah meminta Ketua Progress 98 Faisal Assegaf membongkar rekaman pembicaraan Megawati Soekarnoputri dengan Jaksa Agung Basrief Arief terkait dugaan kasus korupsi Bus Transjakarta. Fahri meminta agar Faisal tidak hanya menyerahkan transkrip rekaman.
“Kalau transkrip sulit dipercaya. Sebab itu bisa dikarang. Hati-hati dengan modus orang yang merekayasa penganiayaan atas diri sendiri untuk ambil simpati,” kata Fahri seperti ditulis Okezone, Kamis (19/6/2014).
Fahri menambahkan, bila ingin menguak kebenaran transkrip pembicaraan yang ditenggarai melanggar etik itu harus dibuktikan. “Dugaan ini bukan dugaan yang sederhana. Jadi bukti rekaman mutlak diperlukan,” tegasnya.
Sebagai informasi, bukti transkrip rekaman pembicaraan Megawati dan Basrief beredar ke publik. Bukti transkrip percapakan tersebut berasal dari Ketua Progress 98, Faisal Assegaf. Inti dari bunyi transkrip rekaman tersebut, Megawati menginstruksikan Basrief untuk mengamankan kasus dugaan korupsi Bus Transjakarta yang ditengarai bakal menjatuhkan figur Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini tengah maju sebaga Capres.
Ketua Progres ’98 Faizal Assegaf mengaku menerima sebuah transkrip rekaman dari seseorang yang mengaku utusan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto. Diduga Jokowi ikut tersangkut kasus korupsi Transjakarta senilai Rp. 1,5 Triliun.
“Itu dia (utusan Bambang) memperdengarkan percakapan antara Basrief Arief (Ketua Kejaksaan Agung) dan Mega pada awal Mei,” kata Faisal kepada wartawan di Jakarta, Rabu (18/6/2014).
“Saya minta rekaman itu, tujuh menit bicara sama dia (utusan Bambang), tapi tidak dikasih,” lanjutnya.
Dalam rekaman itu, kata Faisal, juga disebut sejumlah petinggi partai seperti Ketua Umum NA Sumpiuh
sdem Surya Paloh, politikus PDIP Trimedya Pandjaitan dan Todung Mulya Lubis.
Menurut Ketua Progres ’98 Faizal Assegaf mengaku menerima sebuah transkrip rekaman dari orang yang mengaku utusan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto.
“Berawal saat kami laporan proses rekening calon presiden Jokowi ke KPK pada tanggal 29 Mei. Seminggu kemudian kita datang lagi, pada Jumat 6 Juni, meminta kepastian hukum tiga rekening kampanye Jokowi, karena terkait gratifikasi gubernur, ” ungkap Faisal kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/6/2014).
Usai melaporkan hal itu, lanjut Faisal, dirinya makan siang di sebuah restauran, lalu dia didatangi oleh seseorang yang mengaku utusan Bambang Widjojanto.
“Dia mendengarkan rekaman ke saya, lalu menyerahkan transkripnya. Namun dia menolak untuk memberikan rekaman itu,” katanya.
“Saya tanya apa motivasi dia (utusan Bambang) dengarkan rekaman dan kasih transkrip. Dia (utusan Bambang) bilang, kata Pak Bambang jangan angkat gratifikasi (rekening kampanye Jokowi), tapi dugaan korupsi Transjakarta saja,” ucapnya. (azm/arrahmah.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan