SMS
dari Nisa Sumatra Utara sbb:
Ni prtanyaannya,
klo stlh rukuk tangannya sedakep lg kyk semula boleh gak?
Ada gak dalilnya?
klo stlh rukuk tangannya sedakep lg kyk semula boleh gak?
Ada gak dalilnya?
Saya jawab:
Tidak , tiada dalilnya, akalan saja.
Dia kirim sms lagi:
Dulu ada ibu2 yg sholt di msjd dekat tpt tinggl kami trus dilakukannya sprti itu, ibu itu blg ada dalilnya tp gk kutanya yg mn dalilnya, rupanya pas kutanya sm ustadz kami, ustadz itu blg mreka menggunakn dalil kira2 gn bunyinya, stlh rukuk kembalikanlah tangan pd posisi semula, jd mreka beranggapan posisi semula itu ya tngannya sedakep, bapak
stuju gak kyk gt?
Saya jawab:
Tidak setuju.
Komentarku ( Mahrus ali):
Saya kutip tulisanAl-Ustadz Abu
Ishaq Muslim sbb:
2. Irsal (kedua tangan dilepas di
samping badan, tidak disedekapkan).
Alasannya, tidak ada dalil dari
as-Sunnah yang jelas menunjukkan qabdh ketika berdiri i’tidal.
Adapun hadits Wail z yang dijadikan
sebagai dalil qabdh, sama sekali tidak menunjukkan qabdh yang dikehendaki
(yaitu qabdh setelah rukuk), karena qabdh yang ada dalam hadits Wail adalah
sebelum rukuk. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh dua jalur hadits berikut
ini.
a. Dari Abdul Jabbar ibnu Wail, dari
Wail, dari Alqamah ibnu Wail dan maula mereka, keduanya menyampaikan dari Wail
ibnu Hujr z,
أَنّهُ رَأَى النَّبِيَّ
n رَفَعَ يَدَيْهِ حِيْنَ دَخَلَ فِي الصَّلاَةِ،
كَبَّرَ –وَصَفَ هَمَّامٌ– حِيَالَ أُذُنَيْهِ. ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ، ثُمَّ
وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ،
أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهَا، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ.
فَلَمَّا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ؛ رَفَعَ يَدَيْهِ، فَلَمَّا سَجَدَ
سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ.
“Ia pernah melihat Nabi n mengangkat
kedua tangannya setinggi kedua telinganya— sebagaimana disifatkan oleh perawi
bernama Hammam—ketika masuk dalam shalat seraya bertakbir. Kemudian beliau
berselimut dengan pakaiannya (memasukkan kedua lengannya ke dalam baju), lalu
meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Tatkala hendak rukuk, beliau
mengeluarkan kedua tangannya dari pakaiannya kemudian mengangkat keduanya lalu
bertakbir dan rukuk. Ketika mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah (Allah
mendengar orang yang memuji-Nya)’, beliau mengangkat kedua tangannya. Di saat
sujud, beliau sujud di antara dua telapak tangannya.” (HR. Muslim no. 894)
b. Dari Ashim ibnu Kulaib, dari
ayahnya, dari Wail ibnu Hujr z, ia berkata,
لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ n كَيْفَ
يُصَلِّي؟ قَالَ: فَقَامَ رَسُوْلُ اللهِ
n فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ فَكَبَّرَ فَرَفَعَ
يَدَيْهِ حَتَّى حَاذَتَا أُذُنَيْهِ، ثُمَّ أَخَذَ شِمَالَهُ بِيَمِيْنِهِ،
فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ رَفَعَهَا مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَيْهِ
عَلَى رُكْبَتَيهِ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ رَفَعَهُمَا مِثْلَ
ذلِكَ. فَلَمَّا سَجَدَ وَضَعَ رَأْسَهُ بِذَلِكَ الْمَنْزِلِ مِنْ بَيْنِ
يَدَيْهِ ثُمَّ جَلَسَ، فَفَتَرشَ رِجْلَهُ الْيُسْرى… وَأَشَارَ بِالسَّبَابَةِ…
الْحَدِيثَ
Aku sungguh-sungguh akan
memerhatikan shalat Rasulullah n, bagaimana tata cara beliau shalat. Wail
berkata, “Bangkitlah Rasulullah, menghadap kiblat lalu bertakbir, kemudian
mengangkat kedua tangannya hingga bersisian dengan kedua telinganya. Setelah
itu beliau memegang tangan kiri beliau dengan tangan kanan. Di saat hendak
rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya seperti tadi lalu meletakkan keduanya
di atas kedua lututnya. Ketika mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau juga
mengangkat kedua tangan seperti yang sebelumnya. Ketika sujud, beliau
meletakkan kepalanya di antara kedua tangannya. Kemudian duduk dengan
membentangkan kaki kirinya… dan memberi isyarat dengan jari telunjuk….” (HR.
Abu Dawud no. 726, an-Nasa’i no. 889, dan selain keduanya dengan sanad yang
sahih, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Abi Dawud no. 716—717).
Dalam riwayat Ibnu Majah (no. 810)
disebutkan ada ucapan Wail z:
رَأَيْتُ النَّبِيَّ
n يُصَلِّي فَأَخَذَ شِمَالَهِ بِيَمِيْنِهِ
“Aku pernah melihat Nabi n shalat,
beliau memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya.”
Dari hadits di atas dipahami bahwa
bersedekap itu dilakukan pada berdiri yang awal, sebelum berdiri saat bangkit
dari rukuk. Seandainya ada bersedekap saat bangkit dari rukuk, niscaya Wail
tidak akan luput dalam menyebutkannya. Yang memperkuat hal ini adalah riwayat
Ibnu Idris dari Ashim secara ringkas dengan lafadz:
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ
n حِيْنَ كَبَّرَ أَخَذَ شِمَالَهِ بِيَمِيْنِهِ
“Aku pernah melihat Rasulullah n
setelah bertakbir memegang tangan kirinya dengan tangan kanannya
Tidak seorang pun sahabat yang
meriwayatkan hadits tentang tata cara shalat Nabi n yang secara terang-terangan
menyebutkan adanya sedekap setelah rukuk1.
Tidak ada satu nash pun yang
menunjukkan Rasulullah n melakukan sedekap setelah bangkit dari rukuk tersebut.
Seandainya beliau melakukannya, niscaya akan dinukilkan kepada kita. Sementara
itu, seperti kata Ibnu Taimiyah t, “Sungguh semangat dan keinginan kuat
terkumpul pada sahabat untuk menukilkan semisal masalah ini. Apabila ternyata
tidak ada penukilannya, berarti hal itu merupakan dalil bahwa perbuatan
tersebut tidak pernah terjadi. Seandainya terjadi, niscaya akan diriwayatkan.”
(Risalah Masyru’iyatul Qabdh fil Qiyam al-Ladzi Qabla ar-Ruku’ Dunal Ladzi
Ba’dahu, al-Imam Allamatul Muhaddits al-Albani t2).
Al-Imam al-Allamah al-Muhaddits
al-Albani t berkata, “Hadits yang dikenal dengan hadits al-Musi’u shalatahu:
ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا،
(فَيَأْخُذَ كُلُّ عِظَامٍ مَأْخَذَهُ)
وَفِي رِوَايَةٍ: وَإِذَا رَفَعْتَ فَأَقِمْ
صَلْبَكَ، وَارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ إِلَى مَفَاصِلِهَا
“Kemudian angkatlah kepalamu (dari
rukuk) sampai engkau berdiri lurus [hingga setiap tulang mengambil posisinya].”
Dalam satu riwayat, “Apabila engkau
bangkit, tegakkanlah tulang sulbimu, angkatlah kepalamu hingga tulang-tulang
kembali ke persendiannya.”
Hadits di atas diriwayatkan oleh
al-Imam al-Bukhari t dari Abu Hurairah z dalam Shahihnya no. 793. Adapun
tambahan dalam tanda kurung dan riwayat setelahnya adalah dari hadits Rifa’ah
ibnu Rafi’ z yang diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad t dalam Musnadnya.
Yang dimaksud dengan ‘izham (tulang)
di sini adalah tulang yang berangkai di punggung (tulang belakang)….”
Beliau t menyatakan, “Sebagian
saudara kami dari kalangan ulama Hijaz dan lainnya berdalil dengan hadits ini
untuk menyatakan disyariatkannya meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
(bersedekap) saat berdiri dari rukuk. Namun, pendalilan mereka tersebut amat
jauh karena sedekap yang dimaksudkan tidak disebutkan dalam hadits yang
dijadikan sebagai dalil. Apabila yang jadi sandaran adalah kalimat ‘hingga
tulang kembali kepada persendiannya’, yang dimaksud ‘izham di situ adalah
tulang belakang. Yang menguatkan hal ini adalah riwayat tentang perbuatan
Rasulullah n,
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى،
حَتَّى يَعُوْدَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ.
“Saat mengangkat kepalanya (dari
rukuk), beliau berdiri lurus hingga setiap faqar kembali ke tempatnya.” (HR.
al-Bukhari no. 828) (al-Ashl, 2/700)
Faqar adalah rangkaian tulang
punggung, mulai bagian paling atas di dekat leher sampai tulang ekor,
sebagaimana disebutkan dalam al-Qamus.
Adapun yang dinukilkan dari al-Imam
Ahmad t sebagaimana dinukil putranya, Shalih ibnul Ahmad, dalam Masail-nya hlm.
90, “Jika ia mau, ia melepas kedua tangannya ketika bangkit dari rukuk. Jika
mau pula, ia bisa meletakkan keduanya,” adalah ijtihad beliau, bukan dari
hadits yang marfu’ dari Nabi n.
Pendapat irsal ini lebih menenangkan
hati kami (penulis). Wallahu ta’ala a’lam wal ‘ilmu ‘indallah.[1]
Komentarku ( Mahrus ali):
Tentang hadis sedekap
seluruhnya bukan sebagiannya cacat,
lemah dan saya telah terangkan cacatnya dalam
serial “ salat tanpa sedekap”
lihatlah disana. Bila waktu berdiri
ketika salat saja tidak bersedekap, apalagi setelah rukuk, maka sudah tentu
tidak bersedekap. Karena itu, masalah tsb tidak pernah menjadi pembahasan di
kalangan sahabat atau penduduk Medinah waktu Imam Malik.
Mau
nanya hubungi kami:088803080803.( Smartfren) 081935056529 ( XL )
Dengarkan pengajian - pengajianku
Alamat rumah: Tambak sumur 36 RT 1 RW1 Waru Sidoarjo. Jatim.Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan