Kalau anda bertemu Cak Nun alias Emha Ainun Nadjib –itu lho budayawan asal Jombang Jawa Timur yang lama bermukim di Yogyakarta yang terampil menulis kolom, bisa nembang/ nyanyi, dan menulis puisi– tanyakan kepadanya: “Mas, sampeyan Syi’ah?”
Kalau jawaban Cak Nun tidak tegas, atau justru mengingkari, ingatkan kepadanya bahwa dulu, di tahun 1997 majalah PANJI MASYARAKAT edisi
01-07 Juli 2007 (halaman 91) pernah menurunkan laporan tentang
keterlibatan Cak Nun pada acara yang diadakan kalangan Syi’ah. Yaitu,
acara Doa Kumail.
Cak Nun ketika itu memberikan ceramah,
sambil merintih-rintih, dan benar-benar menangis, di hadapan sekitar 200
hadirin, yang memadati gedung pertemuan Darul Aitam, Tanah Abang,
Jakarta Pusat.
Acara pembacaan Doa Kumail adalah bagian dari peringatan peristiwa Karbala, untuk memperingati wafatnya Husein radhiyallahu ‘anhu, yang wafat dalam perjalanan menuju Kufah (Irak). Kalangan Syi’ah menganggap wafatnya Husein radhiyallahu ‘anhu sebagai syahid. Namun anehnya hanya Husein radhiyallahu ‘anhu yang disebut-sebut syahid, padahal yang wafat bukan hanya Husein radhiyallahu ‘anhu.
Ketika itu, yang ikut wafat bersama Husein radhiyallahu ‘anhu dalam
peristiwa Karbala adalah Abu Bakar, Utsman, dan Abbas (putra dari ‘Ali
bin Abi Thalib juga). Ada juga putera dari Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib
yang bernama Abu Bakar. Bahkan putera dari Husein bin ‘Ali bin Abi
Thalib sendiri ada yang turut wafat di Karbala, bernama Ali Akbar bin
Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib. (Lihat Tarikh Khalifah bin Al-Khayyath,
234, Maqatil Ath-Thalibiyyin, 80, Tarikh Al-Mas’udi, II/71).
Pertanyaannya, mengapa peringatan Asyura oleh kalangan Syi’ah hanya untuk memperingati kematian Husein radhiyallahu ‘anhu saja? Dan mengapa yang disebut-sebut syahid hanya Husein radhiyallahu ‘anhu saja?
Ketika jenazah Husein beserta
keluarganya yang masih hidup dibawa ke Kufah dan ditangisi oleh
orang-orang di Kufah, Ali Al-Asghar bin Husein Zainal Abidin
berkomentar, “mereka menangisi kami, padahal bukankah mereka sendiri
yang telah membunuh kami.” (Tarikh Al-Ya’qubi, II/245, Al-Ihtijaj,
II/291, oleh Ath Thabarsi).
Begitu tingginya apresiasi kalangan sesat Syi’ah terhadap Husein radhiyallahu ‘anhu,
sampai-sampai ada kisah versi Syi’ah yang menggambarkan bahwa Nabi
Muhammad memilih mengorbankan putra kandung beliau, Ibrahim bin
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk diambil Allah subhanahu wa ta’ala ketimbang Husein radhiyallahu ‘anhu (cucunya). Dongeng lengkapnya sebagai berikut:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
bahkan lebih memilih al-Husain daripada Ibrahim putranya sendiri. Abu
al-Abbas meriwayatkan bahwa suatu hari aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika itu Rasulullah sedang memangku Ibrahim, putranya, di paha kiri
dan al-Husain Ibn Ali di paha kanan. Ia mencium keduanya bergantian.
Kemudian malaikat Jibril datang membawa wahyu dari Tuhan semesta alam.
Nabi bercerita kepadaku, “Jibril datang kepadaku dan berkata: “Hai
Muhammad! Tuhanmu menyampaikan salam untukmu dan berfirman, “Aku tidak
akan mengumpulkan mereka berdua [yakni Ibrahim dan Al-Husain]
bersama-sama. Maka pilihlah salah seorang diantara mereka berdua”. Nabi
menatap Ibrahim, kemudian menangis. la berkata: Jika Ibrahim yang
meninggal tidak ada yang menangisinya kecuali aku. Tapi ibu Husain
adalah Fatimah. ayahnya Ali, putra pamanku, darah dagingku. Jika ia
meninggal, ibunya akan menangisinya. Demikian pula putra pamanku dan aku
sendiri. Aku lebih memilih biarlah aku yang sedih, jangan mereka
berdua. Wahai Jibril, biarlah Ibrahim saja yang meninggalkanku. Aku
relakan Ibrahim demi al-Husain”. Tiga hari kemudian Allah memanggil
Ibrahim. Maka setiap kali al-Husain datang menghadap Nabi, Nabi selalu
mencium dan memeluknya seraya berkata: “Wahai orang yang akurelakan
Ibrahim pergi deminya.” (sumber: www.fatimah.org)
Bagi orang waras, dongeng di atas terasa
sangat bodoh, sangat merendahkan Allah Yang Maha Kuasa dan Maha
Perkasa. Seolah-olah Allah tidak mempunyai kekuasaan mutlak atas
hamba-Nya, sehingga untuk mencabut nyawa Ibrahim, Dia harus
berkonsultasi dulu dengan bapaknya Ibrahim (yakni Muhammad Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam).
Dalam sudut pandang lain, dongeng di atas seolah-olah menggambarkan bahwa Allah begitu takut kepada Husein radhiyallahu ‘anhu sehingga
Dia tidak berani begitu saja mencabut nyawanya, bahkan saking takutnya
maka harus ditukar dengan nyawa Ibrahim putra Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau terhadap Husein radhiyallahu ‘anhu yang
masih anak-anak saja Allah –digambarkan oleh kalangan Syi’ah– sudah
sedemikian takutnya, bagaimana pula ketika Husein sudah dewasa, gagah
perkasa, dan pandai menggunakan senjata?
Dongengan sesat versi Syi’ah itu juga terang-terangan menghina Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
seolah-olah beliau digambarkan sebagai bapak yang tidak bertanggung
jawab, lebih mencintai cucunya ketimbang anak kandungnya sendiri. Syi’ah
memang paham iblis yang menghina Allah dan Rasul-Nya, namun dengan
sikap munafik seolah-olah paling mencintai Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarganya.
Membuat-buat dusta atas nama Allah subhanahu wa ta’ala telah
dikenal sebagai kelakuan Yahudi yang telah Allah kecam keras dalam
Al-Qur’an. Sementara itu Syi’ah memang induk aliran sesat yang
ditumbuhkan oleh Abdullah bin Saba’ yang dikenal sebagai orang Yahudi
yang membuat kekacauan di sana-sini. Kecaman Allah swt terhadap Yahudi
ini berlaku pula untuk Syi’ah yang berdusta atas nama Allah subhanahu wa ta’ala.
وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ(78)
Sesungguhnya di antara mereka ada
segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu
menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan
dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari
sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta
terhadap Allah, sedang mereka mengetahui. (QS Ali ‘Imran: 78).
Menangis untuk Allah subhanahu wa ta’ala tentu
lebih baik ketimbang menangis dalam acara yang diada-adakan oleh Syi’ah
yang sudah jelas kelakuan buruknya menirukan Yahudi yang dikecam oleh
Allah subhanahu wa ta’ala.
Karena dikhabarkan, Emha Ainun Nadjib
menangis-nangis dalam acara Syi’ah itulah maka dalam hal ini kemudian
timbul pertanyaan: Mas, Sampeyan Syi’ah? (haji/tede)
(nahimunkar.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan