Jumat, September 28, 2012

Komentar Pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahdah Lasem Rembang Jawa Tengah terhadap Gus dur




 السَّلام عَليكم ورَحمة الله وبَرَكاته
الحَمد للهِ رَبّ العالمَين , والصّلاَة والسَّلام عَلى سَيّدِنا مُحمّد المرسَلين , وَ على آله وَأصحابِه أجْمعين , أمّا بعدُ:
Kritik Terhadap Gus-Dur Dan Sa’id Aqil
Segala puji bagi Allah SWT, semoga kita dalam rahmat dan lindungan-Nya, shalawat dan salam semoga bertaburan di pusara Nabi Muhammad SAW dan berhembus kepada keluarga dan shahabat Nabi.
Yang terhomat shahibul bait KH. Thohir Rokhili, pengasuh Pondok Pesantren at-ThohiriyyahJakarta.
Yang  terhomat KH. Yusuf Hasyim.
Yang terhomat para ulama dan pejabat pemerintah sipil maupun militer .
Serta hadirin semua yang saya hormati .
Baiklah Kita Mulai Kritik Terhadap Gus-Dur
Belum habis kita menyelesaikan masalah-masalah yang diwariskan oleh Muktamar NU di Cipasung, dan di tengah-tengah berdesingnya antara pro dan yang kontra dengan Gus-dur, dan disaat memburuknya dan porak-porandanya hubungan NU luar Jawa dengan PBNU, akibat tindakan Gus-Dur yang tidak Islami, tidak bijak, dan penuh emosi, yaitu pada saat rapat formatur, Gus-Dur mengatakan: “saya putus orang dengan pak Idham Kholid di dunia sampai akhirat”. Dan akibat penolakan Gus-Dur terhadap Abu Hasan untuk masuk dalam jajaran pengurus PBNU, sehingga gambaran peta NU sekarang ini, sangat mencekam sekali, di tengah-tengah PBNU tidak mampu mengendalikan Gus-Dur, disaat Gus-Dur bercumbu rayu dengan Negara-negara barat dan bermesraan dengan tokoh-tokoh kristen di negeri kita, dan di tengah-tengah semakin jauhnya Gus-dur terjun dalam politik praktis dengan menjagoi saudara Matori Abdul Jalil sebagai calon ketua PPP yang gagal total, kemudian Gus-Dur berteriak-teriak di surat kabar, menghimbau agar warga NU memilih PDI atau golput, kemudian spontanitas surat kabar KOMPAS milik Kristen pada halaman pertama memuatnya dengan huruf besar, dan diteruskan dengan safari bersama dengan Megawati. Jika seandainya saudara Matori jadi ketua PPP saat itu, maka akan terjadi gabungan tiga kekuatan PDI, NU, dan PPP.
Alhamdulillah tidak berhasil, disaat-saat PWNU Jateng dengan suratedarannya ke seluruh cabang NU Jawa Tengah menghadang pertemuan di Pondok Pesantren Darussalam Watu Congol baru-baru ini. Dengan cara-cara yang kotor dan tak beradab. Bahkan untuk menggagalkan pertemuan tersebut beberapa oknum tidak segan-segan melakukan ancaman dan intimidasi, lebih dari itu mereka tanpa malu menggerpol Kadit Sospol Jawa Tengah untuk tidak memberikan izin pada pertemuan tersebut. Padahal, tujuan pertemuan itu adalah dalam rangka Istighosah, amar ma’ruf nahi mungkar dan al-Taslihati li Hadi A’dhoi al-Markaziyyah li Nahdlati al-Ulama’, bukan meggoyang NU sebagaimana yang mereka tuduhkan, mereka tanpa malu-malu melanggar hak-hak Kyai Ahmad Abdul Haq, merusak kebulatan Pondok Pesantren Darussalam dan menginjak-injak Demokrasi yang kita junjung tinggi, dan semua ini sangat berbahaya, merupakan pelanggaran terhadap Khitthah 1926 yang sulit untuk dimaafkan, dan alhamdulillah istighotsah di Pondok Pesantren al-Thohiriyah kondisinya tidak seperti Jawa Tengah. Di saat problema musykilat melekat dan melingkari tubuh NU, di tengah-tengah semua itu, maka datanglah seperti halilintar menghantam, sebuah makalah yang disampaikan oleh Sa’id Aqil wakil katib PBNU, yang dibacakan di hadapan seminar PMII di Jakarta. Dalam mukaddimahnya dia telah melakukan kritik tajam kepada Rois Akbar Hadrotus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, sehingga saya menilainya terlanjur over acting bahkan telah meninggalkan nilai-nilai adab dan tatakrama. Ia mengatakan bahwa batasan tentang Ahlussunnah Rois Akbar adalah memalukan.
Lebih dari itu, ia telah menghina dan mengecam Khalifah Utsman RA dengan mengatakan bahwa Khalifah Utsman RA sudah pikun (baca halaman 6 dan 7 dalam makalahnya), mafhumnya Khalifah Utsman RA dalam menjalankan perintahnya  menggunakan sistem familier.
Jika demikian cara berfikir Sa’id Aqil, maka saya khawatir jarum-jarum beracun kaum Saba’iyah dan Syi’ah sudah masuk dalam sel-sel pemikirannya, dan jika ini benar saya khawatir lagi dia terperangkap dalam jaringan Zionisme Internasional, apalagi Gus-Dur  disinyalir terperosok dalam jaringan Kristen Internasional. Sedang gambaran data Gus-Dur terlibat dalam jaringan kerja sama kristenIndonesiasebagai berikut:
1.    Keterangan dan pengakuan Gus-Dur sendiri kepada saya bahwa dia (Gus-Dur) telah memanfaat-kan dana bantuan keuangan dari Kardinal Yuwono Semarang (kardinal adalah kepala Pastur). Di kantor PBNU Jakarta sebelum Muktamar NU di Cipasung, pada saat itu Gus-Dur didampingi Sdr. Ghoffar Rahman (mantan Sekjen PBNU). Dan pada waktu itu pula Gus-Dur menunjukkan foto dia bersama Kardinal Yuwono kepada saya.
2.    Pengakuan Gus-Dur Sendiri bahwa dia telah menerima dana bantuan keuangan sejumlah Rp. 600.000.000,- (Enam Ratus Juta Rupiah) dari PT. Gramedia (badan usaha milik Kristen). Latar belakang Gus-Dur menerima uang dari Gramedia sbb: pada saat monitor (penerbitan milik Gramedia) dibredel oleh pemerintah, Gus-Dur membelanya. Kemudian Gus-Dur menerima dana bantuan keuangan tersebut dari Gramedia. Jawaban Gus-Dur pada waktu rapat NU Cabang Jombang tanggal 13 Nopember 1995 bahwa uang tersebut di atas sudah dilaporkan Muktamar NU di Yogyakarta adalah tidak benar, karena pada Muktamar NU di Yogyakarta tidak ada laporan Gus-Dur atau PBNU. Dan yang sangat musykil adalah kasus monitor terjadi pada tahun 1991. Sedangkan kegiatan Muktamar NU di Yogyakarta terjadi pada tahun 1989. Jadi, jelas jawaban Gus-Dur sama sekali tidak benar.
3.    Keterangan Dokter Khudzaifah: Gus-Dur selama dirawat dirumah sakit, biaya pengobatan seluruhnya dibayar oleh Kompas (suratkabar milik Kristen). Informasi tersebut diberikan kepada saya disaksikan oleh H. Saiful Masykur di PHI KwitangJakarta.
4.    Gus-Dur dengan Moerdani (tokoh Kristen) hubungannya sangat erat dan intim sekali. Gus-Dur penah memuji-muji Moerdani kelewatan batas dan juga pernah mencalonkan Moerdani sebagai presiden RI. Dengan strategi seperti itu, Gus-Dur dan orang Kristen berharap Moerdani menjadi  presiden. Jika terjadi komposisi seperti itu, maka Gus-Dur otomatis menjadi pahlawan bagi orang-orang Kristen. Imbalan Gus-Dur memang amat mahal sekali, karena Gus-Dur terlanjur dibeli dengan bentuk kerjasama yang mempesona.
5.    Anjuran dan himbauan Gus-Dur kepada NU untuk memilih PDI atau Golput, sehabis selesai Muktamar PPP di Jakarta. Mengapa Gus-Dur sejauh itu merusak Khitthah 1926 dan melanggar undang-undang Pemilu? Jawabannya karena partai Kristen berfusi dalam partai PDI, maka Gus-Dur harus ikut andil untuk memenangkan PDI.
6.    Gus-Dur safari bersama Megawati ketua umum PDI, Gus-Dur bisa saja beralasan, bersilat lidah tetapi firasat dan ketajaman  seorang mukmin tidak bisa ditipu, Sungguh memalukan tindakan Gus-Dur tersebut.
7.    Gus-Dur mengatakan bahwa “jika keadaan mendesak saya siap kampanye PDI”. Hal itu dikemukakan di depan saya, Helmi (wartawan Editor/ Tiras), M. Ishaq (pengamat) pada acara Walimatul Arusy putri H. Shobih Ubaid di Jakarta.
8.    Bank Nusuma sampai saat ini belum memakai sistem Islam, padahal Muktamar NU di Yogyakarta mengusulkan berdirinya Bank Islam dan Undang-undangpun sekarang telah memperboleh-kan berdirinya Bank Islam. Hal ini disebabkan Bank Nusuma bekerja sama dengan Jawa Pos yang pimpinan tertingginya dijabat seorang Kristen bernama Eric Samola.
9.    Gus-Dur bercumbu rayu dengan  Negara-Negara Kristen dan semakin menjauh hubungan dengan Negara-Negara Islam. Apalagi dengan NegaraBruneiyang ber-aqidah sama dengan NU. Adapun pengakuan Gus-Dur bahwa dia diusir dari Meshir karena dia anti Barat, menurut saya adalah alasan yang dibuat-buat untuk menutupi mesranya hubungan Gus-Dur dengan Barat dewasa ini.
Data nomor empat (4) tersebut di atas bukan sekedar mu’amalah belaka yang diperbolehkan agama Islam, akan tetapi  sudah menjurus kepada:
سِياَسَةُ التَّوْلِيَةُ الْعَاِليَةُ فِيْ هَذِهِ الْجُمْهُوْرِيَّةِ
“Politik penguasaan kelas tinggi dalam Negara Replubik Indonesia”
Apa jadinya dan apa yang terjadi jika seandainya Moerdani terpilih menjadi presiden RI? kemungkinan akan terjadi kondisi yang rawan serta akan menyeret pada kekacauan. Meskipun jabatan presiden adalah hak setiap warga Negara menurut Undang-undang dasar 1945, tetapi hal itu adalah gambaran peta politik yang timpang, tidak menggambarkan keadilan dimana minoritas sebagai penguasa dikhawatirkan timbulnya kerawanan, dan seandainya keadaan terjadi seperti itu, maka Gus-Dur-lah orang yang paling bertanggung jawab. Biarlah orang-orang Kristen memperjungkan hak-haknya, artinya Gus-Dur sebagai ketua PBNU jangan mencalonkan Moerdani sebagai presiden RI. Pelanggaran-Pelanggaran terhadap khitthah 1926 dan ketidak mampuannya menjaga muru’ah sebagai ketua umum PBNU harus segera dihentikan. Dan jika peringatan atau nasehat saya ini tidak dihiraukan Gus-Dur, maka akhirnya saya mampu mengucap:
إِذَا لَمْ تَسْتَحِي فَاصْنَعْ مَاشِئْتَ  رواه البخاري
“Jikalau tak puya malu, maka berbuatlah sehendakmu”(HR. Bukhori)  
Jika semua ini benar dan tidak segera di atasi, maka cepat atau lambat NU akan berubah arah tujuan dan kemudian lepas dari aslinya, dan disanalah letak kehancurannya “Na’udzubillah min dzalik”

Kritik Terhadap Sa’id Aqil
Sesungguhnya kritikan, kecaman, penghinaan terhadap Khalifah Utsman RA itu semenjak dulu sudah dilakukan oleh golongan Saba’iyah di bawah pimpinan Abdullah bin Saba’ dan golongan Syi’ah. Apalagi  Sa’id Aqil mengatakan dalam makalahnya: bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tidak hanya dibuat kambing hitam oleh sejarah atas dasar keterangan dari Dr. Thoha Husain dll nya. Padahal sebenarnya pegingkaran terhadap keberadaan Abdullah bin Saba’ tak ubahnya sama dengan mengingkari wujudnya matahari, tak seorangpun ahli sejarah masa lalu baik dari kalangan Syi’ah atau Ahlussunnah wal Jama’ah mengingkari kehadiran Abdullah bin Saba’ dalam proses sejarah yang panjang. Siapakah yang lebih tahu tentang hakikat keberadan Ibnu Saba’, apakah ulama masa lalu atau masa kini yang lebih tahu? Bukankah ulama’ Syi’ah sendiri yang namanya Abu Ishaq bin Muhammad Ats-tsaqofi Al-kufi telah mengakui adanya Abdullah bin Saba’, sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya al-Ghaarat jilid 1 halaman 302-303, kitab ini ditulis pada tahun 250 H dan an-Naubakhti wafat tahun 288 H dalam kitabnya Firoqus Syi’ah, kemudian disusul oleh Ibnu Abil Khadid dalam Nahjul Balaqhoh-nya dan al-Hulli dalam Khulashohnya dan kitab-kitab yang lain, demikian pula dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah diantaranya adalah ath-Thobari, Ibnul Atsir, Ibnu Katsir, Ibnu Kholdun dan banyak lagi yang lain. Paham pengingkaran atas adanya Ibnu Saba’ adalah upaya jaringan-jaringan Yahudi dalam rangka melepaskan diri dari keterlibatannya sebagai pelopor penghancuran terhadap Islam dan umat Islam.
Paraulama dan hadirin yang saya hormati, karena waktu sangat terbatas, kiranya tidak patut jika saya memperpanjang pembahasan pokok makalah, tetapi hanya sebagian yang penting yang insya Allah akan saya sampaikan, maka saya akan mencoba menolak fitnah yang dialamatkan kepada sayyidina Utsman dan shahabat Marwan bin Hakam dan Amar bin Yasir.
Marilah kita simak bersama, apakah kecaman dan hinaan terhadap khalifah Utsman itu benar? Apakah benar khalifah Utsman membagi-bagikan pengurusan wilayah-wilayah kepada keluarganya? Ataukah tuduhan dan kecaman itu sekedar buatan kaum Saba’iyah yang mereka ada-adakan guna mendorong orang lain untuk beroposisi yang kemudian memberontak dan selanjutnya membunuh khalifah?
Ahli sejarah kaum Syi’ah al-Ya’qubi menyatakan: bahwa khalifah Utsman dibenci orang adalah karena mengutamakan keluarga dalam pengangkatan Gubenur wilayah, kemudian Al-Ya’qubi sendiri membuat perincian wilayah-wilayah dengan Gubenur masing-masing, dan ternyata dapat kita lihat bahwa sebagian besar yang diangkat oleh khalifah Utsman adalah bukan dari keluarga khalifah Utsman, maka marilah kita lihat keterangan Al-Ya’qubi di bawah ini sebagai berikut:
Ya’la bin Mun-yah at-Tamimi untuk Yaman.
Abdullah bin Amr al-Hadlromi untuk Makkah .
Jarir bin Abdullah al-Bajali untuk Hamdan .
Al-Qosim bin Robi’ah ats-Tsaqofi untuk Thoif.
Abu Musa al-Asy’ari untuk Kufah.
Abdullah bin ‘Amir  bin Kariz untuk Bashrah.
Abdullah bin Sa’ad bin Abi Saroh untuk Mesir.
Mu’awiyyah bin Abi Sofyan di Syam.
Sejarawan terkenal ath-Thobari dan Ibnul Atsir menambahkan nama-nama Gubernur untuk daerah lainnya serta para pemangku jabatan tinggi Negara yang diangkat oleh khalifah Utsman RA sebagai berikut:
Untuk Hims Abdurrahman bin Kholid bin Walid.
Untuk Qinnasrin Habib bin Maslamah.
Untuk Palestina ‘Alqomah bin Hakim al-Kanani
Untuk Yordania Abul A’war as-Salami.
Untuk Laut Merah Utara Abdullah bin Qois al-Fazari.
Untuk Azerbajian al-Asy’ats bin Qois al-Kindi.
Untuk Hulwan Utaibah bin an-Nahhas.
Untuk Mah Malik bin Habib.
Untuk Roy Sa’id bin Qois.
Untuk Asbahan as-Saib bin Aqra’.
Untuk Masabdzan Hubaisy.
Untuk Qorqisia Jarir bin Abdullah.
Kemudian jabatan tinggi Negara yang lain adalah:
Pengadilan: Zaid bin Tsabit
Baitul mal : ‘Uqbah bin Amir
Urusan jizyah dan pajak: Jabir bin Fulan al-Mazani
Pertahanan dan peperangan: al-Qo’qo’ bin ‘Amr
Pimpinan haji : Abdullah bin Abbas.
Kepala polisi : Abdullah Qunfudz
Jadi hanya tiga keluarga Utsman yang menjadi Gubernur dari 20 Gubernur dan 6 jabatan tinggi Negara, itu saja hanya 2 Gubernur yang dilantik oleh khalifah Utsman, yaitu yang untuk Bashroh dan Mesir, sedang yang satu yaitu untuk Muawiyyah di Syam dilantik oleh khalifah sebelum Sayyidina Utsman menjabat sebagai khalifah.
Kemudian  apakah pengangkatan 2 Gubernur itu cukup menjadi alasan untuk mencela dan mengecam kepada khalifah Utsman? Sebagaimana dilakukan oleh golongan Saba’iyah, Syi’ah, dan  Sa’id Aqil serta orang yang mengikutinya, mengekor mereka. Apakah haram menurut syari’ah seorang khalifah mengangkat salah satu keluarga yang dipandang ahli dalam jabatannya, hanya karena ia salah satu dari keluarganya? Jawabanya hanyalah satu, “tidak haram”.
Jika hal itu dapat dijadikan alasan untuk mengecam khalifah Utsman, mengapa kaum Syi’ah dan penulis makalah diam membisu tanpa komentar apalagi mengecam ketika khalifah Ali mengangkat Qustam bin Abbas (pernah menjabat pimpinan haji tahun 37 H) sebagai Gubernur di Makkah, dan mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai Gubernur di Yaman (al-Ya’qubi juz 2 halaman 179), dan Muhammad bin Abu Bakar (anak tiri Sayyidina Ali) untuk Mesir, Ya’ad Ibnu Hubairoh (putra saudara perempuan sayyidina Ali bin Abi Thalib yang bernama Ummu Hani’) sebagai Gubernur di Kharasa, dan mengangkat Muhammad Ibnu Hanafiyah sebagai panglima. Mengapa kalian diam membisu, padahal khalifah Ali banyak mengangkat keluarganya?.
Dengan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka keterangan dan memutarbalikkan fakta yang dipropagandakan lingkaran setan  yang dibuat oleh mereka, mereka adalah bohong dan dusta serta merupakan fitnah yang keji terhadap khalifah Utsman RA.
Marwan bin Hakam RA: ia adalah sasaran kecaman dan pusat caci maki yang dilontarkan oleh golongan Saba’iyah dan Syi’ah. Tuduhan dan kecaman yang paling bayak dilontarkan kepadanya antara lain: diangkatnya Marwan bin Hakam oleh khalifah Utsman sebagai sekretarisnya, penguasa seperlima harta rampasan perang di Afrika,suratMarwan  bin Hakam yang isinya perintah untuk membunuh pemberontak yang dari Mesir, dan dikembalikannya Marwan bin Hakam ke Madinah dari tempat pembuangan di Thoif oleh khalifah Utsman.
Saya insya Allah dalam pertemuan hari ini akan memberikan jawaban satu persatu berdasarkan dari keterangan-keterangan ulama: tentang perizinan bagi Marwan bin Hakam meninggalkan tempat pembuangannya di Thoif, kemudian pindah ke Madinah. Maka hal itu sepanjang kenyataanya: bahwa Nabi Muhammad SAW pada saat-saat terakhir telah mengizinkan kembalinya shahabat Marwan ke Madinah atas usul permohonan sayyidina Utsman, namun beliau mendadak wafat sebelum terlaksana pemindahan Marwan ke Madinah. Perizinan itu didengar dan diterima langsung oleh sayyidina Utsman.
Jikalau pada saat sayyidina Abu Bakar menjadi khalifah menolak kembalinya Marwan ke Madinah demikian pula khalifah Umar, maka hal itu sesuai  dengan ketentuan syariat Islam: bahwa kesaksian satu orang itu tidak diterima. Tetapi pada saat sayyidina Utsman menjabat sebagai khalifah dan beliau yakin sepenuhnya bahwa perizinan itu sungguh telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, maka khalifah Utsman melaksanakan (artinya beliau tidak salah), (dari kitab ath-Thobari fi Manaqibil ‘Asyroh).
Tentang harta rampasan perang di Afrika yang dikatakan dijual dengan harga tidak layak kepada shahabat Marwan bin Hakam yakni sejumlah 500.000 dinar, maka sebenarnya adalah sebagai berikut: Dari rampasan perang yang bersifat emas, perak, mata uang, panglima Abdullah  bin Abi Saroh mengeluarkan khumus (seperlima) yaitu sebesar 500.000 dinar, karena khumus merupakan hak baitul mal, maka jumlah itu dikirimkan panglima kepada khalifah Utsman di Madinah. Kemudian khalifah menyerahkan kepada baitul mal. Masih adalagi khumus dari harta rampasan perang yakni seperlima dari peralatan dan seperlima dari jumlah ternak hewan. Maka jumlah seperlima dari jumlah benda dan ternak itu sulit diangkut karena jauhnya jarak, maka jumlah itulah yang dijual pada shahabat Marwan bin Hakam dengan harga 100.000 dirham, dan merupakan hak baitul mal di Madinah, kemudian empat seperlima dari harta rampasan perang itu dibagi-bagikan kepada anggota pasukan yang ikut dalam perang, karena itu adalah hak mereka.
TentangsuratIbnu Khaldun mengatakan, mereka (kaum pemberontak dari Kufah, Bashrah, Mesir) berangkat meninggalkan Madinah tetapi tidak lama kemudian mereka kembali lagi dengan membawasuratyang dipalsukan yang mereka katakan: bahwa mereka mendapatkannya dari tangan pembawanya untuk di sampaikan kepada Gubernur Mesir, sedangsuratitu berisikan perintah membunuh pemberontak. Khalifah Utsman bersumpah ia tidak tahu-menahu tentangsuratyang dimaksud, mereka berkata kepada khalifah: berilah kuasa kepada kami untuk bertindak terhadap Marwan bin Hakam, sebab ia adalah sekretaris Anda. Tetapi Marwan bersumpah bahwa ia tidak melakukannya, ia berkata: tidak ada dalam hukum Lebih dari pada ucapan saya (Ibnu Khaldun hal 135).
Jauh sebelum itu, sayyidina Ali telah mengatakan: bahwa surat itu hanya karangan belaka yang diada-adakan, beliau mengatakan: bagaimana kalian wahai ahli Kufah dan ahli Basroh dapat mengetahui apa yang dialami ahli Mesir, padahal kalian telah menempuh jarak beberapa marhalah dalam perjalanan pulang, tetapi kemudian kalian berbalik menuju Madinah, demi Allah persengkokolan ini diputuskan di Madinah, mereka menjawab: terserah bagaimana kalian menanggapi, kami tidak membutuhkan orang itu biarkanlah ia meninggalkan kami (Ath-Thabari juz 11 hal 150).
Sedangkan analisisnya apakah mungkin  orang seperti shahabat Marwan bin Hakam menjadi sekretaris khalifah Utsman jika dianggap orang yang tidak baik tanpa mendapat reaksi tokoh-tokoh shahabat, seperti sayyidina Ali bin Abi Tholib pahlawan perang Khaibar, Sa’ad bin Abi Waqqos, penakluk Persia termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga, Tolhah Ibnu Ubaidillah yang menjadi perisai Rasulullah SAW di perang Uhud dan lain-lainnya, jawabannya: tidak mungkin. Padahal kenyataan sejarah membuktikan mereka tokoh-tokoh shahabat sama sekali tidak memberikan reaksi bahkan tidak protes sama sekali.
Oleh karena itu cerita buruk tentang shahabat Marwan bin Hakam adalah Isu, fitnah yang di hembuskan oleh kaum Saba’iyah dan Syi’ah. Bukankah Romlah bin Ali dikawinkan mendapatkan anak shahabat Marwan  bin Hakam yang bernama Muawiyyah bin Marwan bin Hakam, bukankah putra Hasan yang kedua (Hasan bin Hasan bin Ali) telah dikawinkan mendapat cucu Marwan bin Hakam yaitu Walid bin Abdul malik bin Marwan, seandainya Marwan bin Hakam betul-betul orang jelek, saya kira tidak bakal terjadi hubungan kekeluargaan (besanan) antara sayyidina Ali dengan shahabat Marwan.
Oleh karena itu, Ibnul Arobi, Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyah, adz-Dzahabi dan lain-lainnya mengata-kan: Bahwa riwayat-riwayat tentang peristiwa-peristiwa itu saling bertentangan dan sedikitpun tidak dapat dipakai sebagai dalil yang sohih (al-Awashim hal 100, as-Shawa’iq hal 68, Minhajus Sunnah juz III hal 192)
Sehubungan dengan itu, para ulama hadits ketika membaca riwayat palsu menjelaskan bahwa kebanyakan riwayat mengenai kecaman terhadap shahabat Mu’awiyah, Amr Ibnul ‘Ash dan Bani Umayyah, begitu pula kecaman terhadap Walid bin Uqbah dan Marwan bin Hakam, adalah riwayat palsu dan dusta yang dibuat serta yang diada-adakan oleh golongan pendusta yang menjadi kebohongan dan kedustaan sebagai agama mereka. Demikian menurut Ibnul Qoyyum dan lain-lainnya.
Tentang Ammar bin Yasir yang dituduh menghembuskan sikap anti khalifah, memompakan semangat memberontak oleh Said Aqil. Jawabannya: sungguh saya amat sangat terkejut pada saat saya membacanya, sungguh kejam apa yang dituduhkan kepadanya, bukankah dia putra Yasir? Bukankah Nabi Muhammad SAW telah memberikan jaminan sebagai penghuni surga kepada Yasir dan keluarganya? (shobron yaa ala Yasir inna mau’idakum al-jannah) Artinya: sabarlah wahai keluarga Yasir sesungguhnya janji kalian di surga.
Memang telah terjadi perselisihan antara Ammar dengan khalifah Utsman akan tetapi perselisihannya tidak sampai memompakan semangat memberontak.  Buktinya, pada saat pembangkang bersenjata mengepung rumah khalifah Utsman dan mereka menghalang-halangi masuknya air dirumah Khalifah, maka marahnya Ammar dan berteriak sambil berkata: maha suci Allah, akankah kalian menghalangi air kepada orang yang membeli sumur Raumah dan memberikannya kepada kaum muslimin.
Kemudian Ammar membawa air itu sendiri tanpa mendapat halangan dari mereka, karena mereka takut, segan dengan sebab kebesarannya. Jadi perselisihan tokoh-tokoh shahabat terhadap sayyidina Utsman tidak bakal mendorong mereka untuk berontak sebab mereka telah mewarisi ukhuwwah Islamiyah yang ditanamkan Nabi Muhammad SAW kepada mereka. Sa’id Aqil gegabah menuduh shahabat Ammar bin Yasir rodliallahuanhuma sebagai pemompa semangat memberontak, bahkan melakukan penghinaan terhadap shahabat Utsman RA. Lebih jauh  Said Aqil  menuduh bahwa runtuhnya khalifah Utsman dan akhirnya menjadi bencana bagi Islam adalah disebabkan adanya kelompok-kelompok munafiqin yang sebagian besar dari Bani Umayyah. Sungguh semua tuduhan tersebut adalah palsu dan penuh kebohongan  terhadap mereka. Pernahkah Allah SWT dan Rasul-Nya serta tokoh-tokoh shahabat menuduh mereka seperti yang dilakukan oleh  Said Aqil? Bukankah Allah SWT dengan firman-Nya yang indah telah berjanji memberikan pahala yang baik terhadap mereka yang dalam kategori shahabat serta yang lain jika perilakunya sama dengan shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW.
Ÿ لَا يَسْتَوِي مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ مِن قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُوْلَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِينَ أَنفَقُوا مِن بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Tidak sama diantara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 10 )
Bahwa ayat ini adalah sekaligus menolak tuduhan palsu Saudara Sa’id Aqil kepada penduduk Makkah (bukan karena Allah), tapi karena slogan yang digunakan oleh Abu Bakar di Bani Tsaqifah al-Aimmatu Min Quraisy (halaman tiga makalah Sa’id Aqil).
Sungguh ini adalah su’udhon terburuk terhadap shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW sepanjang sejarah NU dan musibah berat bagi NU, seterusnya akan berubah menjadi malapetaka bagi NU dan warga NU. Oleh karena itu, semua ini harus dihentikan tidak boleh terus berkepanjangan. Bukankah shahabat Utsman RA dan Ammar bin Yasir RA termasuk arti makna kandungan firman Allah:
šوَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. At-Taubah: 100 )
Bukankah beliau (Utsman RA) kawan Nabi Muhammad SAW di surga sebagaimana di sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:
لِكُلِّ نَبِىٍّ رَفِيْقٌ وَرَفِيْقِيْ – يعنى في الجنة – عثمان
Mengapa Sa’id Aqil dengan lancang menghina shahabat Utsman? Dan secara serampangan menuduh shahabat Ammar sebagai pelopor pemberontakan terhadap khalifah Utsman.
مَنْ عَادَى عَمَّارًَا عَادَاهُ اْللهُ – وَمَنْ أبْغَضَ عَمَّارًا أبْغَضَهُ اللهُ
“Barangsiapa yang memusuhi Ammar, maka Allah memusuhinya dan barangsiapa yang membenci Ammar, maka Allah membecinya”.
Betapa indahnya Allah menyampaikan perihal mereka dalam Ayat-Ayat tersebut dan Ayat-Ayat yang lain dan sebaliknya betapa buruknya kata-kata yang keluar dari mulut Sa’id Aqil terhadap mereka.
Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda :
لاََتََسُبُّوْا أصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ اَحَدَكُمْ اَنْفَقَ مِثلَ اُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ اَحَدِهِمْ
“Jangan kalian mencaci-maki Shahabat-Shahabatku, maka jika seandainya salah satu orang diantara kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, maka pahalanya tidak akan sampai satu mud dibanding dengan pahala mereka”.
Betapa besar penghargaan Nabi Muhammad terhadap Ammar dan jasa mereka dan dalam hadits ini Nabi Muhammad juga secara langsung memperingatkan dengan keras kepada generasi sesudah shahabat agar mereka hati-hati, tidak asal bicara, apalagi sampai menuduh, menghina, dan mencaci maki terhadap shahabat dan Nabi Muhammad SAW.
Disini saya yang dlaif, penuh kekurangan sudah memperingatkan dan menasehati semua pihak khususnya pada Sa’id Aqil agar jangan gegabah terhadap shahabat Nabi Muhammad SAW dan jika tidak menghiraukan maka saya terpaksa mengatakan:
لعْنَةُ اللهِ عَلَى شرِّكُمْ
“Semoga Allah melaknat kejahatan kalian”
Sungguh masih banyak hal-hal yang penting untuk dikemukakan dalam masalah Gus-Dur dan Sa’id Aqil, tetapi sekali lagi waktu sangat terbatas sekali. Oleh karena itu penjelasan dan penolakan kami  akhiri sekian saja dan mohon maaf.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
   Lasem,  14    Rajab    1416  H
7 Desember 1995 M
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahdah
Lasem Rembang Jawa Tengah
KH. Abdul Hamid Baidlowi
* Makalah KH. Abdul Hamid Baidlowi Lasem yang disampaikan pada acara pertemuan Ulama dan Habaib di Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah Jakarta pada tanggal 14 Rojab 1416 H/ 7 Desember 1995 M.
http://taimullah.wordpress.com/2012/07/10/kritik-terhadap-gus-dur-dan-said-aqil
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan