Sumber nu.or.id
Lazim kita melihat dalam
berbagai kesempatan baik dalam tahlil, wirid, ataupun acara lain orang-orang
menggeleng-gelengkan kepala ketika berdzikir. Ternyata setelah dipertanyakan
asal-usul gerakan tersebut, jarang sekali yang dapat menerangkan. Jangan-jangan
hal itu merupakan pengaruh tradisi Yahudi?
Atau memang murni ajaran
Rasulullah SAW. mengingat belum ditemukan hadits yang menerangkan hal itu.
Hanya saja sebagian masyarakat mengakui bahwa gerakan itu mempermudah
konsentrasi dalam berdzikir. Tentunya hal ini sangat bernilai positif. Akan
tetapi bila dipertanyakan apakah gerakan itu sunnah, atau makruh atau apapun
hukumnya? maka hal yang positif tidak selamanya sejalan dengan hukum
syariat.
Namun demikian, guna
mendapatkan informasi mengenai hukum menggeleng-gelengkan kepala dalam
berdzikir, patut kiranya menelusuri terlebih dahulu apa itu dzikir.
Dalam al-Baqarah 152 Allah
memerintahkan kepada makhluqnya untuk senantiasa mengingat-Nya.
فاذكرونى
اذكركم...
“Ingatlah kepada-Ku niscaya
Aku ingat kepadamu”
artinya dzikir adalah sebuah
tindakan yang bertujuan untuk mengingat Allah swt sebagai Tuhan Yang Maha
Kuasa. Dalam konteks “ingat kepada Allah” ini umat Islam tidak pernah lepas
dari tiga hal: doa, wirid dan zikir. Doa adalah permintaan atau permohonan
sesuatu kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat. Wirid
merupakan bacaan tertentu untuk mendapatkan 'aliran' berkah dari Allah.
Sedangkan zikir adalah segala gerak-gerik dan aktivitas yang berobsesi pada
kedekatan atau taqarrub kepada Allah. Me-lafadz-kan atau melafalkan kata-kata
tertentu yang mengandung unsur ingat kepada Allah, juga termasuk zikir. Zikir
sangat penting karena dalam pandangan kesufian ia merupakan langkah pertama
cinta kepada Allah.
Ada dua macam zikir atau
ingat kepada Allah: pertama, dzikr bil-lisan, yaitu mengucapkan sejumlah lafaz
yang dapat menggerakkan hati untuk mengingat Allah. Zikir dengan pola ini dapat
dilakukan pada saat-saat tertentu dan tempat tertentu pula. Misalnya, berzikir
di mesjid sehabis salat wajib. Kedua, dzikr bil-qalb, yaitu keterjagaan hati
untuk selalu mengingat Allah. Zikir ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan
saja, tidak ada batasan ruang dan waktu. Pelaku sufi lebih mengistimewakan
dzikr bil-qalb ini karena implikasinya yang hakiki. Meskipun demikian, sang
dzakir (seseorang yang berzikir) dapat mencapai kesempurnaan apabila ia mampu
berzikir dengan lisan sekaligus dengan hatinya.
Dengan demikian, orientasi
zikir adalah pada penataan hati atau qalb. Qalb memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia karena baik dan buruknya aktivitas manusia sangat bergantung
kepada kondisi qalb.
Oleh karena itulah
semulia-mulia makhluq adalah mereka yang senantiasa berdzikir mengingat Sang
Pencipta. Dalam Ali Imran 191 diterangkan bahwa:
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.
Ayat di atas juga dapat
digunakan sebagai petunjuk bahwasannya berdzikir kepada Allah swt sangat
dianjurkan dalam berbagai kesempatan dan kondisi. Tidak hanya ketika khusyu’
berdiam diri (tuma’ninah) tetapi juga ketika beraktifitas, qiyaman wa qu’udan
baik berdiri maupun duduk, bahkan juga ketika berbaring wa a’la junubihim.
Apalagi hanya sekedar menggeleng-gelengkan kepala, selagi hal itu memiliki
pengaruh yang positif maka hukumnya boleh-boleh saja. bahkan disunnahkan. Hal
inilah yang diinformasikan oleh kitab Fatawal Khalili ala Madzhabil Imamis
Syafi’i:
... علمت أن الحركة فى الذكر والقرأة
ليست محرمة ولا مكروهة بل هي مطلوبة فى جملة أحوال الذاكرين من قيام وقعود وجنوب
وحركة وسكون وسفر وحضر وغني وفقر ...
… saya jadi mengerti
bahwasannya menggerakkan (anggauta badan) ketika berdzikir maupun membaca
(al-qur’an) bukanlah sesuatu yang haram ataupun makruh. Akan tetapi
sangat dianjurkan dalam semua kondisi baik ketika berdiri, duduk, berbaring,
bergerak, diam, dalam perjalanan, di rumah, ketika kaya, ataupun ketika
faqir…
Dengan demikian teringat kita
dengan tarian sufi yang dinisbatkan kepada Jalaluddin Rumi. Bagaimana dzikir
juga diapresiasikan dalam seni tari.
Redaktur:
Ulil Hadrawy
Komentarku ( Mahrus ali):
Pernyataan dalam kitab fatawal kholili sbb:
... علمت أن الحركة فى الذكر والقرأة
ليست محرمة ولا مكروهة بل هي مطلوبة فى جملة أحوال الذاكرين من قيام وقعود وجنوب
وحركة وسكون وسفر وحضر وغني وفقر ...
… saya jadi mengerti
bahwasannya menggerakkan (anggauta badan) ketika berdzikir maupun membaca
(al-qur’an) bukanlah sesuatu yang haram ataupun makruh. Akan tetapi
sangat dianjurkan dalam semua kondisi baik ketika berdiri, duduk, berbaring,
bergerak, diam, dalam perjalanan, di rumah, ketika kaya, ataupun ketika
faqir…
Tiada dalil yang di gunakan
landasan untuk mendukung pernyataan
tersebut. Dalil dibawah ini di selewengkan artinya :
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ
فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah waktu berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Komentarku ( Mahrus ali):
Dalil itu menunjukkan orang – orang yang ingat Allah ketika
berdiri, duduk atau berbaring , bukan menggeleng gelengkan kepala waktu
berdzikir. Tiada sahabat, ulama atau rasul yang menjalankan dzikir dengan bergeleng – geleng itu. Itu budaya yang saya kurang ngerti dimana refrensinya. Jangan
bikin penyelewengan arti ayat, tapi bersikaplah yang lurus,jujur. Ingat firmanNya:
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ
لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ
مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى
خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Tetapi)
karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati
mereka keras membatu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari
tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka
telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat
kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak
berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.[1]
Artikel Terkait
Ada sebuah riwayat hadits yang artinya:- "Berkata Rasulullah s.a.w. kepada 'Ali kw.: "Dengarkan perkataanku tiga kali, kemudian tirukan tiga kali dan aku mendengarkannya". Lalu Rasulullah s.a.w. mengucapkan 'La ilaha illa Allah' tiga kali d
BalasHapusengan menoleh ke kanan pada kalimah nafi dan menoleh ke kiri dalam kalimah itsbat sambil memejamkan matanya.
Demikian juga tentang gerakan badan secara spontan yang biasa dijumpai pada saat berdzikir, hukumnya adalah boleh. Karena gerakan itu merupakan reaksi spontan yang wajar ketika perasaan sedang terbawa oleh bacaan dzikir. Lihat: Bariqoh Mahmudiyah juz IV hal. 139 - 140, Mausu`ah Yusufiah hal 175.