Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Akhirnya Ketua BNPT, Ansyad Mbai, menolak jika
institusinya dikatakan mengusulkan sertifikasi ulama’. Menurutnya, BNPT tidak
pernah mengusulkan gagasan itu. Apa yang dikemukakannnya tentang sertifikasi
ulama’ di Singapura dan Turki itu hanyalah contoh, bukan dimaksud sebagai
program BNPT. Klarifikasi itu dilakukan setelah adanya penolakan keras mulai
dari PBNU, FPI hingga MUI sendiri. Bahkan, partai politik pun ikut-ikutan
menolak ide gila tersebut.
Ketika Singapura dan Turki Menjadi Contoh
Singapura memang negara kecil, dan tidak sulit bagi pemerintah Singapura untuk mengontrol mobilitas rakyatnya. Meski begitu, Singapura telah menerapkan kebijakan yang sangat represif, khususnya terhadap umat Islam. Di Singapura, gerak-gerik umat Islam selalu diawasi. Bukan hanya ulama’nya, tetapi juga umatnya. Untuk mengontrol dan mengawasi para ulama’, Singapura menerapkan kebijakan sertifikasi ini. Bagi siapapun yang tidak mempunyai sertifikat (tauliah), meski secara keilmuan dan kualifikasi keulamakannya diakui, tetap tidak bisa memberikan ceramah di muka umum. Mereka tidak bisa memberikan khutbah, ceramah maupun kajian, baik di masjid maupun di tempat terbuka.
Ketika Singapura dan Turki Menjadi Contoh
Singapura memang negara kecil, dan tidak sulit bagi pemerintah Singapura untuk mengontrol mobilitas rakyatnya. Meski begitu, Singapura telah menerapkan kebijakan yang sangat represif, khususnya terhadap umat Islam. Di Singapura, gerak-gerik umat Islam selalu diawasi. Bukan hanya ulama’nya, tetapi juga umatnya. Untuk mengontrol dan mengawasi para ulama’, Singapura menerapkan kebijakan sertifikasi ini. Bagi siapapun yang tidak mempunyai sertifikat (tauliah), meski secara keilmuan dan kualifikasi keulamakannya diakui, tetap tidak bisa memberikan ceramah di muka umum. Mereka tidak bisa memberikan khutbah, ceramah maupun kajian, baik di masjid maupun di tempat terbuka.
Tidak hanya itu, naskah khutbahnya pun mereka dikte,
dimana setiap Jum’at, mereka hanya diperbolehkan membaca naskah khutbah yang
disediakan oleh Majelis Ugama Islam (MUIS) Singapura. Jika mereka melanggar,
mereka akan dicabut tauliah-nya, dan bisa dijerat dengan UU ISA. Di setiap
masjid, dan tempat-tempat umat Islam berkumpul, special branch (SB) atau intel
ditempatkan. Tidak hanya itu, CCTV pun di pasang di mana-mana, termasuk di
dalam masjid, untuk mengintai gerak-gerik umat Islam di sana, dan memonitor isi khutbah atau kajian
yang disampaikan.
Malaysia juga menerapkan kebijakan yang hampir sama, meski tidak serepresif Singapura. Dua-duanya merupakan negara Komenwealth, dan sama-sama loyal kepada Inggeris. Dengan kata lain, inilah kebijakan yang diterapkan Inggeris di kedua negara tersebut melalui agen-agennya di pemerintahan. Nyatanya, Inggeris pun berhasil mempertahankan cengkramannya terhadap kedua negara tersebut, sehingga tidak bisa diambil oleh negara penjajah yang lain.
Malaysia juga menerapkan kebijakan yang hampir sama, meski tidak serepresif Singapura. Dua-duanya merupakan negara Komenwealth, dan sama-sama loyal kepada Inggeris. Dengan kata lain, inilah kebijakan yang diterapkan Inggeris di kedua negara tersebut melalui agen-agennya di pemerintahan. Nyatanya, Inggeris pun berhasil mempertahankan cengkramannya terhadap kedua negara tersebut, sehingga tidak bisa diambil oleh negara penjajah yang lain.
Turki sebenarnya juga sama. Sebelum Partai Keadilan
Sejahtera berkuasa, sejak Kemal Attaturk, Turki merupakan negara yang tunduk
kepada Inggeris. Inggeris pun berhasil mengontrol negara itu melalui militer
yang berkuasa penuh di negera tersebut. Kebijakan sertifikasi ulama’ di Turki
juga merupakan warisan dari kebijakan Inggeris di sana. Setelah
AS mengambil Turki, melalui Partai
Keadilan Sejahtera, kebijakan serupa tetap dipertahankan karena dianggap
menguntungkan kekuasaannya.
Inilah model yang sebenarnya diinginkan oleh Ansyad Mbai.
Kedudukan dan Sertifikasi Ulama’
Tidak bisa disangkal, bahwa ulama’ kaum Muslim mempunyai kedudukan yang istimewa, bukan hanya bagi umat Islam tetapi juga non-Muslim. Tanpa ulama’, kehidupan umat manusia akan senantiasa dalam kebodohan, sehingga mereka dengan mudah diperdaya oleh syaitan, baik dari kalangan manusia maupun jin. Sebaliknya, dengan adanya ulama’ di tengah-tengah mereka, kehidupan mereka pun diterangi ilmu dan hidayah Allah SWT. Melalui jasa para ulama’, pemikiran yang sesat bisa dibongkar, dikalahkan dan pada akhirnya ditinggalkan umat. Kabut keraguan hati dan jiwa pun berhasil disingkap, karena jasa-jasa mereka. Tepat sekali apa yang disabdakan Nabi, “Perumpamaan ulama’ di muka bumi ini ibarat bintang di langit, yang digunakan untuk mendapatkan petunjuk di tengah kegelapan darat dan lautan.” (Hr. Ahmad)
Pendek kata, keberadaan ulama’ ini merupakan nikmat Allah bagi penghuni bumi. Karena mereka adalah pewaris Nabi, penyambung lidah Nabi, pengemban kebenaran dan hujah Allah di muka bumi. Tentu itu semua berlaku bagi para ulama’ pejuang yang berpegang teguh pada kebenaran, hanya takut kepada Allah, tidak takut kepada siapapun dalam menyampaikan kebenaran. Mencintai kebaikan, menegakkan kemakrufan, mencegah kemunkaran, mengoreksi penguasa, memberi nasihat kepada mereka, matanya selalu tergaja terhadap kepentingan kaum Muslim. Mereka juga siap menanggung resiko dan kesulitan apapun dalam memperjuangkan agamanya. Di situlah kemuliaan ulama’, yang dipuji oleh Allah, “Sesungguhnya orang yang paling tekut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama’.” (Q.s. Fathir [35]: 27)
Perlu dicatat, bahwa predikat ulama’ dan kemuliaan yang melekat kepadanya diperoleh, selain karena faktor keilmuannya, juga karena sikap mereka dalam mengemban dan menerapkan ilmunya. Mereka menjadi penjaga Islam, amanah terhadap agama Allah. Mereka menyerukan para penguasa untuk menerapkannya dengan tulus, jujur dan jauh dari kepentingan pribadi, harta atau jabatan. Mereka berani mengatakan kepada orang yang zalim, “Anda zalim.” Berani mengatakan kepada ahli maksiat, “Kalian maksiat kepada Allah.” Mereka seperti Sufyan at-Tsauri, Imam Ahmad, Ibn Taimiyyah, ‘Izzuddin ibn Salam dan yang lain. Mereka dikenang oleh umat, bukan semata karena keilmuannya, tetapi karena sikapnya.
Jadi, predikat dan kemuliaan mereka sebagai ulama’ diperoleh bukan dari sertifikasi penguasa, tetapi karena ilmu dan sikap mereka di tengah-tengah umat. Sebaliknya, betapa banyak kita saksikan mereka yang masuk dalam wadah “Majelis Ulama’” dan dengan bangga menyandang predikat ulama’, tetapi tidak dihargai, dan bahkan tidak diakui oleh umat sebagai ulama’. Kalau pun mereka diakui sebagai ulama’, cap mereka pun jelek, “Ulama’ Salathin (ulama’ penguasa)”, atau “Ulama’ Su’ (ulama’ jahat)”, dan sebagainya.
Sertifikasi Ulama’: Menghina dan Mengkerdilkan Ulama’
Wajar saja, jika ide gila sertifikasi ini ditolak banyak kalangan. Meski ada juga yang mendukung. Tetapi, harus ditegaskan, bahwa pendukung ide gila sertifikasi ini adalah orang bodoh, yang tidak mengerti nilai dan kedudukan ulama’. Sebab, upaya ini justru bertolak belakang dengan karakter ulama’ itu sendiri.
Al-Mawardi, dalam kitabnya, Adab ad-Dunya wa ad-Din, menyatakan bahwa akhlak ulama’ adalah tawadhu’, “Akhlak yang wajib dimiliki oleh ulama’ adalah tawadhu’, dan menjauhi ujub (membanggakan diri). Karena tawadhu’ membuat orang tertarik, sedangkan ujub membuat orang lari. Ujub bagi siapapun jelas buruk, terlebih jika ujub tersebut ada pada ulama’.” (Lihat, Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hal. 51) Bayangkan, jika para ulama’ harus disertifikasi, kemudian sertifikasi ini menjadi legalitas mereka untuk menyampaikan ilmu, maka ini sama dengan membunuh karakter mereka sebagai ulama’ yang seharusnya tawadhu’, tidak boleh ujub, karena keulamakannya. Tidak mustahil, dengan sertifiasi ini, akan muncul kumpulan orang yang menyandang sertifikat ulama’, tetapi jauh dari pantas disebut ulama’.
Belum lagi, siapa yang layak memberikan sertifikasi ini? Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Tidak akan ada yang tahu kemuliaan ahli ilmu (ulama’), kecuali orang yang mempunyai kemuliaan.” (Lihat, Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hal. 48). Siapakah “orang yang mempunyai kemuliaan” yang pantang memberikan predikat keulamakan kepada para ulama’ itu? Apakah Kementerian Agama pantas memberikannya? Apakah Majelis Ulama’ Indonesia? Ataukah BNPT? Tidak ada yang pantas. Mungkin memberi predikat ulama’ bagi orang yang berilmu mudah, tetapi predikat ulama’ bagi orang yang paling takut kepada Allah, siapa yang bisa?
Karena itu, ide gila sertifikasi ini, hanya pantas disampaikan oleh orang bodoh. Seperti kata al-Mawardi, “Hanya orang bodoh yang tidak mengerti kemuliaan ilmu (dan ahlinya). Karena kemuliaannya hanya diketahui dengan ilmu.. Ketika orang bodoh tidak mengetahui ilmu yang membuatnya tahu akan kemuliaan ilmu, maka tentu dia pun tidak akan pernah mengerti kemuliaannya, dan akan menghinakan ahlinya..” (Lihat, Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hal. 24)
Jika para ulama’ mau mengikuti proyek ini, maka mereka adalah orang paling hina. Al-Mawardi mengutip ungkapan ahli hikmah, “Siapakah orang yang paling hina? Dijawab, “Orang alim (ulama’) yang tunduk dengan keputusan orang bodoh.” (Lihat, Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hal. 48). Nabi bahkan mengingatkan, “Man waqqara ‘aliman faqad waqqara rahhahu (Siapa saja yang menghina orang alim [ulama’], maka dia sama saja telah menghina tuhannya).” (Hr al-Mawardi dari ‘Aisyah). Bagaimana mungkin para ulama’ bisa dan mau tunduk kepada proyek orang-orang yang jelas telah menghina Tuhan mereka?
Selain penghinaan luar biasa kepada para ulama’, ide gila sertifikasi ini sebenarnya bertujuan untuk mengkerdilkan para ulama’. Lebih tegas lagi, memperalat para ulama’ untuk menjaga kepentingan para penguasa, dan melanggengkan kepentingan negara-negara penjajah yang menjadi majikannya. Karena itu, apa yang dilakukan di tempat lain, sebut saja, Singapura, Malaysia dan Turki, atau apa yang pernah dipraktikkan di era Soeharto, jangan sampai terulang lagi, dan diberlakukan di negeri ini.
Akhirnya, Nabi mengingatkan, “La yuldaghu al-mu’minu fi juhrin wahidin marratain (Tidak layak seorang Mukmin dipatuk ular dua kali pada lubang yang sama).” (Hr. Bukhari, Muslim, dll). Maka, bahaya ide gila sertifikasi ini harus disadari, dan ditolak dengan tegas, jika tidak, pasti umat dan para ulama’nya akan terperosok dan dipatuk ular berkali-kali pada lubang yang sama. Wallahu Rabb al-musta’an wa ilaihi at-takilan.
Inilah model yang sebenarnya diinginkan oleh Ansyad Mbai.
Kedudukan dan Sertifikasi Ulama’
Tidak bisa disangkal, bahwa ulama’ kaum Muslim mempunyai kedudukan yang istimewa, bukan hanya bagi umat Islam tetapi juga non-Muslim. Tanpa ulama’, kehidupan umat manusia akan senantiasa dalam kebodohan, sehingga mereka dengan mudah diperdaya oleh syaitan, baik dari kalangan manusia maupun jin. Sebaliknya, dengan adanya ulama’ di tengah-tengah mereka, kehidupan mereka pun diterangi ilmu dan hidayah Allah SWT. Melalui jasa para ulama’, pemikiran yang sesat bisa dibongkar, dikalahkan dan pada akhirnya ditinggalkan umat. Kabut keraguan hati dan jiwa pun berhasil disingkap, karena jasa-jasa mereka. Tepat sekali apa yang disabdakan Nabi, “Perumpamaan ulama’ di muka bumi ini ibarat bintang di langit, yang digunakan untuk mendapatkan petunjuk di tengah kegelapan darat dan lautan.” (Hr. Ahmad)
Pendek kata, keberadaan ulama’ ini merupakan nikmat Allah bagi penghuni bumi. Karena mereka adalah pewaris Nabi, penyambung lidah Nabi, pengemban kebenaran dan hujah Allah di muka bumi. Tentu itu semua berlaku bagi para ulama’ pejuang yang berpegang teguh pada kebenaran, hanya takut kepada Allah, tidak takut kepada siapapun dalam menyampaikan kebenaran. Mencintai kebaikan, menegakkan kemakrufan, mencegah kemunkaran, mengoreksi penguasa, memberi nasihat kepada mereka, matanya selalu tergaja terhadap kepentingan kaum Muslim. Mereka juga siap menanggung resiko dan kesulitan apapun dalam memperjuangkan agamanya. Di situlah kemuliaan ulama’, yang dipuji oleh Allah, “Sesungguhnya orang yang paling tekut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ulama’.” (Q.s. Fathir [35]: 27)
Perlu dicatat, bahwa predikat ulama’ dan kemuliaan yang melekat kepadanya diperoleh, selain karena faktor keilmuannya, juga karena sikap mereka dalam mengemban dan menerapkan ilmunya. Mereka menjadi penjaga Islam, amanah terhadap agama Allah. Mereka menyerukan para penguasa untuk menerapkannya dengan tulus, jujur dan jauh dari kepentingan pribadi, harta atau jabatan. Mereka berani mengatakan kepada orang yang zalim, “Anda zalim.” Berani mengatakan kepada ahli maksiat, “Kalian maksiat kepada Allah.” Mereka seperti Sufyan at-Tsauri, Imam Ahmad, Ibn Taimiyyah, ‘Izzuddin ibn Salam dan yang lain. Mereka dikenang oleh umat, bukan semata karena keilmuannya, tetapi karena sikapnya.
Jadi, predikat dan kemuliaan mereka sebagai ulama’ diperoleh bukan dari sertifikasi penguasa, tetapi karena ilmu dan sikap mereka di tengah-tengah umat. Sebaliknya, betapa banyak kita saksikan mereka yang masuk dalam wadah “Majelis Ulama’” dan dengan bangga menyandang predikat ulama’, tetapi tidak dihargai, dan bahkan tidak diakui oleh umat sebagai ulama’. Kalau pun mereka diakui sebagai ulama’, cap mereka pun jelek, “Ulama’ Salathin (ulama’ penguasa)”, atau “Ulama’ Su’ (ulama’ jahat)”, dan sebagainya.
Sertifikasi Ulama’: Menghina dan Mengkerdilkan Ulama’
Wajar saja, jika ide gila sertifikasi ini ditolak banyak kalangan. Meski ada juga yang mendukung. Tetapi, harus ditegaskan, bahwa pendukung ide gila sertifikasi ini adalah orang bodoh, yang tidak mengerti nilai dan kedudukan ulama’. Sebab, upaya ini justru bertolak belakang dengan karakter ulama’ itu sendiri.
Al-Mawardi, dalam kitabnya, Adab ad-Dunya wa ad-Din, menyatakan bahwa akhlak ulama’ adalah tawadhu’, “Akhlak yang wajib dimiliki oleh ulama’ adalah tawadhu’, dan menjauhi ujub (membanggakan diri). Karena tawadhu’ membuat orang tertarik, sedangkan ujub membuat orang lari. Ujub bagi siapapun jelas buruk, terlebih jika ujub tersebut ada pada ulama’.” (Lihat, Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hal. 51) Bayangkan, jika para ulama’ harus disertifikasi, kemudian sertifikasi ini menjadi legalitas mereka untuk menyampaikan ilmu, maka ini sama dengan membunuh karakter mereka sebagai ulama’ yang seharusnya tawadhu’, tidak boleh ujub, karena keulamakannya. Tidak mustahil, dengan sertifiasi ini, akan muncul kumpulan orang yang menyandang sertifikat ulama’, tetapi jauh dari pantas disebut ulama’.
Belum lagi, siapa yang layak memberikan sertifikasi ini? Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib menyatakan, “Tidak akan ada yang tahu kemuliaan ahli ilmu (ulama’), kecuali orang yang mempunyai kemuliaan.” (Lihat, Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hal. 48). Siapakah “orang yang mempunyai kemuliaan” yang pantang memberikan predikat keulamakan kepada para ulama’ itu? Apakah Kementerian Agama pantas memberikannya? Apakah Majelis Ulama’ Indonesia? Ataukah BNPT? Tidak ada yang pantas. Mungkin memberi predikat ulama’ bagi orang yang berilmu mudah, tetapi predikat ulama’ bagi orang yang paling takut kepada Allah, siapa yang bisa?
Karena itu, ide gila sertifikasi ini, hanya pantas disampaikan oleh orang bodoh. Seperti kata al-Mawardi, “Hanya orang bodoh yang tidak mengerti kemuliaan ilmu (dan ahlinya). Karena kemuliaannya hanya diketahui dengan ilmu.. Ketika orang bodoh tidak mengetahui ilmu yang membuatnya tahu akan kemuliaan ilmu, maka tentu dia pun tidak akan pernah mengerti kemuliaannya, dan akan menghinakan ahlinya..” (Lihat, Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hal. 24)
Jika para ulama’ mau mengikuti proyek ini, maka mereka adalah orang paling hina. Al-Mawardi mengutip ungkapan ahli hikmah, “Siapakah orang yang paling hina? Dijawab, “Orang alim (ulama’) yang tunduk dengan keputusan orang bodoh.” (Lihat, Al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, hal. 48). Nabi bahkan mengingatkan, “Man waqqara ‘aliman faqad waqqara rahhahu (Siapa saja yang menghina orang alim [ulama’], maka dia sama saja telah menghina tuhannya).” (Hr al-Mawardi dari ‘Aisyah). Bagaimana mungkin para ulama’ bisa dan mau tunduk kepada proyek orang-orang yang jelas telah menghina Tuhan mereka?
Selain penghinaan luar biasa kepada para ulama’, ide gila sertifikasi ini sebenarnya bertujuan untuk mengkerdilkan para ulama’. Lebih tegas lagi, memperalat para ulama’ untuk menjaga kepentingan para penguasa, dan melanggengkan kepentingan negara-negara penjajah yang menjadi majikannya. Karena itu, apa yang dilakukan di tempat lain, sebut saja, Singapura, Malaysia dan Turki, atau apa yang pernah dipraktikkan di era Soeharto, jangan sampai terulang lagi, dan diberlakukan di negeri ini.
Akhirnya, Nabi mengingatkan, “La yuldaghu al-mu’minu fi juhrin wahidin marratain (Tidak layak seorang Mukmin dipatuk ular dua kali pada lubang yang sama).” (Hr. Bukhari, Muslim, dll). Maka, bahaya ide gila sertifikasi ini harus disadari, dan ditolak dengan tegas, jika tidak, pasti umat dan para ulama’nya akan terperosok dan dipatuk ular berkali-kali pada lubang yang sama. Wallahu Rabb al-musta’an wa ilaihi at-takilan.
kalo ada ulama yang salah jgn di
generalisasi.. menurutku yang melakukan bom bunuh diri atau teroris2 bukanlah
belajar dari ulama yang sebenarnya... tidak perlu sertifikasi ulama dari
pemerintah, kita lah yang perlu memilih ulama mana yang yang patut diikuti....
Balas
· 3 · Suka
· Ikuti
Kiriman · Rabu pukul 13:29
""usualan tersebut saya
kira ada hubunganya dengan kedatangan petinggi amerika baru - baru ini, saya
berharap BIN cepat tanggap atas hal ini, ada indikasi konspirasi memecah belah
NKRI, dengan cara mengunting dalam lipatan"" Dan Saya Berharap adanya
suatu persatuan "" Dewan Jendral Islam Indonesia "" untuk
bersatu memikirkan Nasib Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia, karena wajar,
layak dan pantas sekali untuk itu dikarenakan mayoritas rakyat indonesia
beragama ISLAM.""
badut911 (masuk menggunakan yahoo)
Maaf mas, kenapa mesti minta BIN
cepat tanggap? Apakah BIN akan membela umat Islam, ataukah bakal oke-oke saja
kepada DESUS88? Hari gene mas, apa ada institusi negara yg bela Islam?
@badut911: Insya'Allah, ada jalan,
Amin....
yang dimaksud di Turki itu mungkin
Partai Keadilan dan Pembangunan (PKP) ?? mohon dikoreksi jika salah
Balas
· 1 · Suka
· Ikuti
Kiriman · Rabu pukul 13:31
Yudha Aditya · Bekerja di Kantor Akuntan Publik
Salah dua-duanya mas, Eramusli ingin
mengatakan AKP dan sengaja mengisinya dengan PKS (untuk memfitnah)
padahal.....sertifikasi Ulama Turki itu sudah terjadi sejak masa Kemal Ataturk
tahun 1920'an sedangakan AKP itu berdiri awal-awal tahun 2000
Mora Gandi R · Berlangganan · Stan penilai 13 · 141 pelanggan
sekarang masih kontra...kita lihat
beberapa tahun lagi..pasti akan dicoba lagi
badut911 (masuk
menggunakan yahoo)
Kita maklumi saja, DEBUS88 diisi
oleh orang2 haus darah, karena founding fathernya adalah orang2 yg haus
darah...
Dengan darah itu, mereka akan dapat kucuran dolar..
Dengan darah itu, mereka akan dapat kucuran dolar..
ya emang kaga ade kerjaan ape,
Balas
· Suka
· Ikuti
Kiriman · Rabu puku
badut911 (masuk
menggunakan yahoo)
Kita maklumi saja, DEBUS88 diisi
oleh orang2 haus darah, karena founding fathernya adalah orang2 yg haus
darah...
Dengan darah itu, mereka akan dapat kucuran dolar..
Dengan darah itu, mereka akan dapat kucuran dolar..
ya emang kaga ade kerjaan ape,
Balas
· Suka
· Ikuti
Kiriman · Rabu puku
ansyad mbayyyyyyyyyyyy lebay FUCK u
Jundullah
Attasiqqi · Komentator Teratas · Tangerang
Dasar Jendral Konyol mencontoh
kepada orang2 Kafir (Singapura) dan Sekuler (Turky), contoh umat Islam adalah
Rosululloh, dasar Jongos Amerika, maunya Si Monyong Mbai ini opo? kekacauan,
Balas
· Suka
· Ikuti
Kiriman · Rabu pukul
Yudha
Aditya · Bekerja di Kantor Akuntan Publik
Pernyataan Fraksi PKS di DPR Wacana
Sertifikasi Ulama Membangkitkan Kontrol Seperti Era Orba
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/22848/fpks-wacana-sertifikasi-ulama-membangkitkan-kontrol-seperti-era-orba/#ixzz26LUp7Xjw
dakwatuna.com – Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diminta untuk tidak membuat umat resah, dengan menggulirkan wacana sertifikasi ulama.
“Jangan masuk pada ranah-ranah yang bukan kewenangannya, bekerja profesional saja,” kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat, Mustafa Kamal, Jakarta, Selasa (11/9/2012).
Wacana sertifikasi ulama diucapkan Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2012). Menurutnya, dengan sertifikasi, pemerintah dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal s...Lihat Selengkapnya
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/22848/fpks-wacana-sertifikasi-ulama-membangkitkan-kontrol-seperti-era-orba/#ixzz26LUp7Xjw
dakwatuna.com – Jakarta. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diminta untuk tidak membuat umat resah, dengan menggulirkan wacana sertifikasi ulama.
“Jangan masuk pada ranah-ranah yang bukan kewenangannya, bekerja profesional saja,” kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat, Mustafa Kamal, Jakarta, Selasa (11/9/2012).
Wacana sertifikasi ulama diucapkan Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (8/9/2012). Menurutnya, dengan sertifikasi, pemerintah dapat mengukur sejauh mana peran ulama dalam menumbuhkan gerakan radikal s...Lihat Selengkapnya
ide gilaaa....tak patutttt
"Setelah AS mengambil Turki,
melalui Partai Keadilan Sejahtera, kebijakan serupa tetap dipertahankan karena
dianggap menguntungkan kekuasaannya.
Inilah model yang sebenarnya diinginkan oleh Ansyad Mbai" nampaknya penulis artikel ini parno dengan PKS, emang di turki ada PKS?
Inilah model yang sebenarnya diinginkan oleh Ansyad Mbai" nampaknya penulis artikel ini parno dengan PKS, emang di turki ada PKS?
Yudha Aditya · Bekerja di Kantor Akuntan Publik
Wahahaha betul ....memang sengaja
diplesetkan (untuk memfitnah), sejarahnya juga salah Mustafa Kemal Ataturk
bukan dari partai Islam AKP, Sertfikasi Ulama Turki mungkin terjadi pada zaman
Kemal Ataturk tahun 1920'an sebelum Perang Dunia ke II,
sedangkan Partai Islam AKP baru berdiri awal tahun 2000'an, Eramusli dalam hal ini sengaja memelintir untuk memfitnah keduanya (PKS dan AKP) bahwa AKP itu partai kemal padahal bukan......
sedangkan Partai Islam AKP baru berdiri awal tahun 2000'an, Eramusli dalam hal ini sengaja memelintir untuk memfitnah keduanya (PKS dan AKP) bahwa AKP itu partai kemal padahal bukan......
berita-nya udah dihapus bro, dasar
media fitnahan. wkwkwkwwk
Semoga mencerahkan umat Islam. tapi
mohon banyak tulisan yg salah ketik. spt pantang, shrsnya pantas, pkp tertulis
pks, rabbahu tertulis rahhahu....tapi isinya mencerahkan...
Yudha Aditya · Bekerja di Kantor Akuntan Publik
memang sepertinya sengaja
diplesetkan sejarahnya juga salah Mustafa Kemal Ataturk bukan dari partai Islam
AKP, Sertfikasi Ulama Turki mungkin terjadi pada zaman Kemal Ataturk tahun
1920'an sebelum Perang Dunia ke II,
sedangkan Partai Islam AKP baru berdiri awal tahun 2000'an, Eramusli dalam hal ini sengaja memelintir untuk memfitnah keduanya (PKS dan AKP) bahwa AKP itu partai kemal padahal bukan......
sedangkan Partai Islam AKP baru berdiri awal tahun 2000'an, Eramusli dalam hal ini sengaja memelintir untuk memfitnah keduanya (PKS dan AKP) bahwa AKP itu partai kemal padahal bukan......
Azwar
Azulgrana · Bekerja di ITTC Al-Istiqamah
Ulama adalah pewaris Nabi, ini
adalah sertifikasi yg pas buat Ulama tak ada yg lain..
Bram Sonata · Komentator Teratas
p-emerintah sejak dulu hingga
sekarang seperti mencurigai umat Islam.
Komentarku ( Mahrus ali):
Makar non muslim kepada kaum
muslimin,makar mereka untuk membasmi islam yang orginal ini tidak di duga
sebelumnya, ternyata sangat halus,
teratur dan terpimpin rapi. Ingat bila kita tetap komitmen kepada Islam bukan
kepada kekufuran, kita akan menang dan takkan kalah. Ingat saja ayat:
وَكَانَ
حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang
beriman.[1]
Allah berfirman
إِنَّا
لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ
يَقُومُ الْأَشْهَادُ
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya
saksi-saksi (hari kiamat),[2]
Pergilah ke
blog kedua www.mantankyainu2.blogspot.com
Dan kliklah 4 shared mp3
pengajian kami , jangan di panahnya.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan