Kamis, Agustus 04, 2011

Hadits-hadits Dho’if di Mimbar Romadhon


Buletin Jumat Al-Atsariyyah
Di bulan Romadhon banyak dai-dai yang bermunculan, mulai dari yang berilmu sampai yang karbitan. Semua mengambil bagian dalam jadwal-jadwal ceramah sehingga terkadang yang jahil diantara mereka sering kali menimbulkan pelanggaran, diantaranya adalah menghiasi ceramah-ceramahnya dengan hadits-hadits dhoif (lemah), bahkan maudhu (palsu)!! Padahal hadits-hadits lemah tidak boleh dipakai berdalil, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, dan fadhoil (keutamaan), apalagi jika haditsnya palsu.
Al-Allamah Shiddiq Hasan Khan -rahimahullah- beliau berkata dalam Nuzul Al-Abror (hal. 45) : Telah keliru orang yang menyatakan bahwa boleh (bagi seseorang) toleransi terhadap hadits-hadits yang ada dalam fadhoil amal. Itu (keliru) karena hukum-hukum syariat sama derajatnya, tidak ada bedanya antara yang wajib, haram, sunnah, makruh dan mandubnya, tidak boleh menetapkan sesuatu darinya kecuali dengan (dalil) yang bisa dijadikan hujjah. Kalau tidak, niscaya itu merupakan kedustaan atas nama Allah yang tidak pernah difirmankan dan kelancangan terhadap syariat yang suci ini dengan memasukkan sesuatu yang bukan termasuk darinya. Sungguh telah shohih secara mutawatir bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda : [Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di nereka]. Ini yang dusta atas nama Nabi Shallallahu alaihi wasallam dengan mengharapkan kebaikan untuk manusia dengan memperoleh pahala, tidak bisa diharapkan kecuali ia itu akan jadi ahli neraka.
Hadits dhoif, dan palsu tidak boleh dipakai berhujjah dalam segala: aqidah, hukum, ibadah, akhlaq, karena ini termasuk taqowwul (berdusta) atas nama Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- .
Al-Allamah Ibnul Arabiy Al-Malikiy-rahimahullah- berkata, Hadits dhoif tidak boleh diamalkan secara mutlak.[Lihat Al-Muqni fi Ulum Al-Hadits (hal. 104) oleh Sirojuddin Umar bin Ali Al-Anshoriy]
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata dalam Tamam Al-Minnah (hal. 34), Sesungguhnya sebagian ulama muhaqqiqin berpendapat tidak bolehnya hadits-hadits dhoif diamalkan secara mutlak, baik dalam masalah hukum maupun dalam masalah fadhoil amal .
Jadi, tidak boleh berdalil dengan hadits dhoif walaupun untuk menjelaskan keutamaan suatu ibadah, seperti hadits-hadits berikut yang akan kami jelaskan derajat dan segi ke-dhoif-an, serta kepalsuannya agar para pembaca dan penceramah berhati-hati jangan sampai menjadikannya sebagai hujjah dan dalil:
  • Hadits Pertama
Konon kabarnya Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِيْ أَنْ يَكُوْنَ رَمَضَانُ السَّنَةَ كُلَّهَا إِنَّ الْجَنَّةَ لَتُزَيَّنُ لِرَمَضَانَ مِنْ رَأْسِ الْحَوْلِ إِلَى الْحَوْلِ
Andaikan para hamba mengetahui apa yang terdapat dalam Romadhon, niscaya ummatku akan mengharapkan Romadhon adalah setahun penuh. Sesungguhnya surga dihiasi untuk Romadhon dari awal tahun ke tahun berikutnya. [HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya(1886), Abu Yalaa dalam Al-Musnad (5273), Ibnul Jauziy dalam Al-Maudhuat (2/188-189)]
Hadits ini palsu, karena terdapat rowi yang bernama Jarir bin Ayyub Al-Bajaliy Al-Kufiy. Dia seorang yang memalsukan hadits. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy menyatakan hadits ini palsu dalam Dhoif At-Targhib (596), dan Adh-Dhoifah (871)
  • Hadits Kedua
Konon kabarnya Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
يَا أَيُّهَا النّاَسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ… وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ وَوَسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
Wahai manusia, sungguh kalian telah dinaungi oleh bulan yang agung; bulan yang di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan seribu bulan. Allah menjadikan puasa di bulan itu sebagai kewajiban, dan sholat malamnya sebagai tathowwu (sunnah). Barang siapa yang mendekatkan diri di dalamnya dengan satu bentuk kebaikan, maka ia ibaratnya orang yang menunaikan kewajiban pada selain RomadhonAwalnya adalah rahmat, tengahnya adalah pengampunan, dan akhirnya adalah pembebasan dari neraka. [HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya(1887), Al-Mahamiliy dalam Al-Amaliy (293)]
Hadits ini dhoif (lemah), karena ada rawi yang bernama Ali bin Zaid bin Jadan. Dia adalah seorang yang jelek hafalannya sehingga menyebabkan haditsnya lemah. Tak heran jika Syaikh Al-Albaniy menyatakan hadits ini dhoif munkar dalam Adh-Dhoifah (871 & 1569)
  • Hadits Ketiga
Konon kabarnya Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
صُوْمُوْا تَصِحُّوْا
Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (8312), Ibnu Adi dalam Al-Kamil (2/357/488 & 7/57/1986)]
Dalam sanad Ath-Thobroniy ada rawi yang bernama Zuhair bin Muhammad. Haditsnya dhoif jika diriwayatkan oleh orang-orang Syam dari Zuhair, sedang hadits ini termasuk diantaranya. Adapun riwayat Ibnu Adi, dalam sanadnya terdapat Husain bin Abdullah bin Dhumairoh Al-Himyariy (orangnya tertuduh dusta), dan Nahsyal bin Said Al-Wardaniy (orangnya matruk/ditinggalkan). Jadi, riwayat-riwayat ini tak bisa saling menguatkan. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy men-dhoif-kan hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhoifah (253)
  • Hadits Keempat
Anas bin Malik -radhiyallahu anhu- berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنِّيْ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Apabila Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- berbuka, maka beliau berdoa, Ya Allah, karena Engkau aku berpuasa, dengan rezqi-Mu aku berbuka. Ya Allah, terimalah (amal sholeh) dariku; Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.. [HR. Ad-Daruquthniy dalam Sunan-nya (26), dan Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (12720)]
Hadits ini juga lemah, karena dalam sanadnya terdapat Abdul Malik bin Harun bin Antaroh (orangnya tertuduh dusta). Sebab itu, Syaikh Al-Albaniy menyatakan hadits ini dhoif jiddan (lemah sekali) dalam Irwa Al-Gholil (919)
  • Hadits Kelima
Konon kabarnya Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
الصَّائِمُ فِيْ عِبَادَةٍ وَإِنْ كَانَ رَاقِدًا عَلَى فِرَاشِهِ
Orang yang berpuasa (senantiasa) dalam ibadah, sekalipun ia tidur di atas tempat tidurnya. [HR. Tamam Ar-Roziy dalam Al-Fawaid (18/172-173)]
Hadits ini dhoif (lemah), karena di dalamnya terdapat rawi-rawi yang tak dikenal, seperti Yahya bin Abdullah Az-Zajjaj, dan Muhammad bin Harun. Syaikh Al-Albaniy men-dhoif-kan hadits ini dalam As-Silsilah Adh-Dhoifah (653)
  • Hadits Keenam
Konon kabarnya Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
الصَّائِمُ فِيْ عِبَادَةٍ مَا لَمْ يَغْتَبْ
Orang yang berpuasa (senantiasa) dalam ibadah selama ia tidak meng-ghibah. [HR. Ibnu Adi dalam Al-Kamil (5/283/1421)]
Hadits ini dhoif munkar, karena AbdurRahim bin Harun Abu Hisyam Al-Ghossaniy, seorang yang tertuduh dusta !! [Lihat Adh-Dhoifah (1829)]
  • Hadits Ketujuh
Konon kabarnya Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
الصَّائِمُ فِيْ عِبَادَةٍ مِنْ حِيْنَ يُصْبِحُ إِلَى أَنْ يُمْسِيَ إِذَا قَامَ قَامَ وَإِذَا صَلَّى صَلَّى وَإِذَا نَامَ نَامَ وَإِذَا أَحْدَثَ أَحْدَثَ : مَا لَمْ يَغْتَبْ فَإِذَا اغْتَابَ خَرَقَ صَوْمَهُ
Orang yang berpuasa senantiasa dalam ibadah sejak subuh sampai sore. Jika ia shalat malam, maka ia shalat malam; jika ia tidur, maka ia tidur; jika ia berhadats maka ia berhadats, selama ia tidak menggibah orang. Jika ia menggibah, maka ia melobangi (merusak) puasanya. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (2/257-258)]
Hadits ini derajatnya palsu, karena ada dua orang pendusta, yaitu Muqotil bin Sulaiman Al-Balkhiy, dan Umar bin Mudrik. Sebab itulah, Al-Albany menyatakan hadits ini palsu dalam Al-Ahadits Adh-Dhoifah (3790).
  • Hadits Kedelapan
Konon kabarnya Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ
Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad akbar (yang besar). [HR. Al-Baihaqiy dalam Az-Zuhd sebagaimana dalam Takhrij Al-Ihya (2/6)]
Hadits ini lemah sekali, karena dalam sanadnya terdapat Isa bin Ibrahim, Yahya bin Yalaa, dan Laits bin Abi Sulaim. Ketiga orang ini lemah.
Hadits ini juga diriwayatkan dengan lafazh lain,
قَدِمْتُمْ خَيْرَ مَقْدَمٍ قَدِمْتُمْ مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ : مُجَاهَدَةِ الْعَبْدِ هَوَاهُ
Kalian telah datang (pulang) dengan kepulangan yang baik, kalian datang (pulang) dari jihad kecil menuju jihad akbar (yang besar), yaitu seorang hamba melawan hawa nafsunya. [HR. Abu Bakr Asy-Syafiiy dalam Al-Fawaid Al-Muntaqoh (13/83/1), Al-Baihaqiy dalam Az-Zuhd (42/1), dan Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (13/523-524)]
Hadits ini juga dhoif (lemah), karena jalur periwayatannya sama !! Al-Albaniy melemahkan hadits ini dalam Adh-Dhoifah (2460)
  • Hadits Kesembilan
Konon kabarnya Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- bersabda,
الصِّيَامُ نِصْفُ الصَّبْرِ وَعَلَى كُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ وَزَكَاةُ الْجَسَدِ الصِّيَامُ
Puasa adalah separuh kesabaran. Segala sesuatu memiliki zakat, sedang zakat bagi jasad adalah puasa. [HR. Ibnu Majah dalam As-Sunan (), Al-Baihaqiy dalam Syuab Al-Iman (3577), dalam Al-Qudhoiy dalam Musnad Asy-Syihab (158, dan 229)]
Hadits ini dhoif (lemah), karena seorang rawi yang bernama Musa bin Ubaidah; seorang yang disepakati kelemahannya oleh para ahli hadits sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albany dalam Adh-Dhoifah (3810)
  • Nasihat bagi Para Da’i
Jika kalian memberikan nasihat dan wejangan kepada para jamaah, maka janganlah kalian menghiasi ceramah kalian dengan hadits-hadits dhoif, dan palsu. Sayangilah diri kalian sebelum kalian terkena sabda Nabi -Shollallahu alaihi wasallam-
وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya(110), dan Muslim dalam Shohih-nya (3)]
Periksalah hadits-hadits yang kalian sampaikan dalam ceramah-ceramah kalian. Jika tidak tahu, maka belajarlah, dan tanya kepada orang-orang yang berilmu. Janganlah perasaan malu dan sombong membuat dirimu malu bertanya dan belajar sehingga engkau sendiri yang menggelincirkan dirimu dalam neraka, waliyadzu billah !!
Sumber : Buletin Jumat Al-Atsariyyah edisi 31 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Tene No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Faizah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Faizah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Mahad Tanwirus Sunnah Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Faizah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Komentarku ( Mahrus ali )
Abd rahman bin Abd Rahim Al Mubarkafuri  berkata ;

قَالَ الْقَارِي : وَبِهَذَا يَنْدَفِعُ زَعْمُ مَنْ جَوَّزَ وَضْعَ الْأَحَادِيثِ لِلتَّحْرِيضِ عَلَى الْعِبَادَةِ كَمَا وَقَعَ لِبَعْضِ الصُّوفِيَّةِ الْجَهَلَةِ فِي وَضْعِ أَحَادِيثَ فِي فَضَائِلِ السُّوَرِ وَفِي الصَّلَاةِ اللَّيْلِيَّةِ وَالنَّهَارِيَّةِ وَغَيْرِهِمَا ،

Al qari berkata : Karena itu , tertolaklah anggapan orang yang memperkenankan menyampaikan hadis palsu  untuk anjuran ibadah  sebagaimana  di lakukan oleh sebagian ahli  tasawuf yang bodoh  dalam menyampaikan hadis tentang fadhilah surat  dan tentang salat malam atau siang  dll . [1]

Komentarku ( Mahrus ali )
Menyampaikan hadis palsu, apalagi pendapat – pendapat sarjana , orang awam yang bertolak belakang dengan ajaran orsinil Islam - sama dengan berbuat makar kepada umat bukan memperbaiki mereka , menyelamatkan mereka tapi menyesatkan mereka . Boleh di kata  sama dengan menipu mereka . Motivasinya tiada lain kecuali ingin mencari popularitas , takut di asingkan , ingin meraih  keuntungan sesaat tapi kerugian selamanya kelak di alam baqa`, lalu tidak memperdulikan hal itu di larang oleh agama Islam sekalipun di benarkan menurut UU Thaghut . Ajaran  agama  di taruh di belakang  dan UU Thaghut di kedepankan  .Realitanya , bukan hayalan kalangan penceramah yang non filter terhadap hadis – hadis adalah muballigh ahli bid`ah  bukan ahli hadis . Biasanya menjadi idola atau di segani Rakyat , lebih lebih kalangan munafikin dan orang – orang yang berlumuran dengan dosa dan noda . Allah berfirman :
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma`ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.[2]


Dalam majalah al manar di terangkan :

وَلاَسِيَمَا الْجَاهِلِيْنَ بِعِلْمِ الرِّوَايَةِ وَمِنْهُمْ اْلوَاحِدِي وَالزَّمَخْشَرِي
الَّذِيْنَ أَوْرَدُوا فِي تَفَاسِيْرِهِمِ اْلأَحَادِيْثَ الْمَوْضُوْعَةَ فِي فَضَائِلِ السُّوَرِ سُوْرَةً سُوْرَةً وَنَقَلَهَا عَنْهُ اْلبَيْضَاوِي . وَكُلُّهَا مَوْضُوْعَةٌ ، اِعْتَرَفَ وَاضِعُوْهَا بِوَضْعِهَا عِنْدَ سُؤَالِهِمْ عَنْهَا كَمَا نَقَلَهُ السُّيُوْطِي فِي اْلإِتْقَانِ ( ص 155 ج 2 ) وَقَدْ اشتَهَرَ عَنِ اْلإِمَامِ أَحْمَدَ  أَنَّهُ قَالَ : ثَلاَثَةٌ لَيْسَ لَهَا أَصْلٌ التَّفْسِيْرُ وَاْلمَلاَحِمُ وَالْمَغَازِي - يَعْنِي مِنَ ْالأَحَادِيْثِ  الْمَرْفُوْعَةِ - وَذَلِكَ أَنَّ أَكْثَرَ مَا رُوِيَ فِيْهَا مَرَاسِيْل لاَ يُعْلَمُ السَّاقِطُ مِنْ سَنَدِهَا وَتَكْثُرُ فِيْهَا اْلإِسْرَائِيْلِيّاتُ وَأَقْوَالُ أَهْلِ اْلأَهْوَاءِ .
Apalagi bagi orang – orang yang awam dalam ilmu riwayat , di antara mereka adalah Al Wahidi dan Zamahsyari yang selalu mencantumkan dalam buku tafsir karyanya  dengan hadis – hadis palsu tentang  fadhilah surat – surat secara  berurutan . Lantas di kutip oleh Al Baidhowi dan seluruhnya palsu  yang telah di akui oleh pemalsu hadis  ketika mereka  di tanya  tentang hal itu   sebagaimana  di kutip oleh Imam Suyuthi dalam  kitab Itqan 1500/2
 Sungguh telah populer dari Imam Ahmad  yang menyatakan : Tiga perkara tidak memiliki landasan hadis atau al Quran  yaitu  tafsir , malahim  dan  peperangan – ya`ni hadis- hadisnya marfu` . sebab  kebanyakan  hadisnya mursal ( lemah ) dan  tidak di ketahui  sanadnya   dan banyak israiliyatnya  dan pendapat orang – orang emosional belaka  atau ahlul ahwa`. [3]
         Contoh edisi majalah al manar dari Mesir. Pimpinan nya  Rasyid Rida

              

[1] Tuhfatul ahqwadzi 458 /6
[2] Attaubah 67
[3] Majalah al manar 441/33
Artikel Terkait

5 komentar:

  1. Sangat mengagumkan ulasannya. Tapi sepertinya semua hadits yg di comment hadits dhoif semua- masa iya sih. Dan yg paling menonjol- rujukan untuk menilai Hadits itu Dhoif hanya dari Al-Albany. Masa iya sih. Tolong di check n recheck BIOGRAFI AL_ALBANY. Siapa Beliau sesungguhnya. Jangan2 ORIENTALIS yg berkedok Syaikh. Masa iya sih....

    BalasHapus
  2. Untuk muhsinin ibnu zuhdi
    Kamu jadi pahlawan kesiangan dan pengecut kemalaman, banyak ulama ahli hadis mengagumi albani lalu kamu yang tidak mengerti bahasa arab bilang begitu, kasihanilah dirimu di dunia sebelum ajal menjemputmu.

    BalasHapus
  3. klo bisa yang mendhoifkan bukan hanya satu orang ada refren lagi gt lo mksute
    dhoif kan yo tetep hadis to beda mosok maudhu' cabeh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita ini menjalankan hadis sahih dengan ayat al Quran saja sudah lebih baik tidak usah mengamalkan hadis lemah apalagi bertentangan dengan ayat atau hadis sahih

      Hapus
  4. banyak ulama ahli hadis mengagumi albani...
    sopo wae yo...

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan