Dalam ttp://catatanaqilazizi.wordpress.com/2011/05/25/menyoal-asal-usul-shalawat-nariyah/#more-150 terdapat keterangan sbb :
Menyoal Asal-Usul Shalawat Nariyah
Siapa yang tak kenal dengan shalawat Nariyah? Mayoritas kita mungkin mengenalnya, atau bahkan telah menghafalnya, atau setidaknya pernah mendengar nama tersebut. Tepat sekali, nama ini begitu masyhur di kalangan masyarakat kita sehingga banyak orang yang mengetahuinya. Bahkan saya sendiri dulu pernah menghafal dan sering membacanya dalam kehidupan sehari-hari. Namun sekarang saya meninggalkannya. Alhamdulillah.
Konon kabarnya shalawat Nariyah ini adalah gubahan shalawat dari seorang sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Begitulah cerita yang saya dengar dari kaum Nahdhiyin. Untuk mengetahui kisah itu selengkapnya, bacalah nukilan artikel yang saya dapatkan dari sebuah website berikut ini:
Shalawat Nariyah adalah sebuah shalawat yang disusun oleh Syaikh Nariyah. Syaikh yang satu ini hidup pada zaman Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam sehingga termasuk salah satu sahabat nabi. Beliau lebih menekuni bidang ketauhidan. Syaikh Nariyah selalu melihat kerja keras Nabi dalam menyampaikan wahyu Allah, mengajarkan tentang Islam, amal saleh dan akhlaqul karimah sehingga Syaikh selalu berdoa kepada Allah memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk nabi. Doa-doa yang menyertakan nabi biasa disebut shalawat dan Syaikh Nariyah adalah salah satu penyusun shalawat Nabi yang disebut shalawat Nariyah.
Suatu malam Syaikh Nariyah membaca shalawatnya sebanyak 4444 kali. Setelah membacanya, beliau mendapat karomah dari Allah. Maka dalam suatu majelis beliau mendekati Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dan minta dimasukan surga pertama kali bersama nabi. Dan Nabi pun mengiyakan. Ada seseorang sahabat yang cemburu dan lantas minta didoakan yang sama seperti Syaikh Nariyah. Namun Nabi mengatakan tidak bisa karena Syaikh Nariyah sudah minta terlebih dahulu.
Mengapa sahabat itu ditolak Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam? dan justru Syaikh Nariyah yang bisa? Para sahabat itu tidak mengetahui mengenai amalan yang setiap malam diamalkan oleh Syaikh Nariyah yaitu mendoakan keselamatan dan kesejahteraan nabinya. Orang yang mendoakan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam pada hakekatnya adalah mendoakan untuk dirinya sendiri karena Allah sudah menjamin nabi-nabiNya sehingga doa itu akan berbalik kepada si pengamalnya dengan keberkahan yang sangat kuat.
Jadi Nabi berperan sebagai wasilah yang bisa melancarkan doa umat yang bershalawat kepadanya. Inilah salah satu rahasia doa/shalawat yang tidak banyak orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi malah didoakan umatnya? untuk itulah jika kita berdoa kepada Allah jangan lupa terlebih dahulu bershalawat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam karena doa kita akan lebih terkabul daripada tidak berwasilah melalui bershalawat.
Inilah riwayat singkat shalawat Nariyah. Hingga kini banyak orang yang mengamalkan shalawat ini, tak lain karena meniru yang dilakukan Syaikh Nariyah. Dan ada baiknya shalawat ini dibaca 4444 kali karena Syaikh Nariyah memperoleh karomah setelah membaca 4444 kali. Jadi jumlah amalan itu tak lebih dari itba’ (mengikuti) ajaran Syaikh.
Agar bermanfaat, membacanya harus disertai keyakinan yang kuat, sebab Allah itu berada dalam prasangka hambanya. Inilah pentingnya punya pemikiran yang positif agar doa kita pun terkabul. Meski kita berdoa tapi tidak yakin (pikiran negatif) maka bisa dipastikan doanya tertolak. (http://www.indospiritual.com)
Dari tulisan dalam website itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pengarang shalawat Nariyah adalah Syaikh Nariyah yang merupakan sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang telah dijamin oleh Allah dengan surga-Nya. Bagaimana tindakan kita dalam menyikapi cerita ini dan yang semisalnya? Apakah kita langsung mempercayainya tanpa melakukan tabayyun?
Seorang muslim hendaknya tidak langsung percaya begitu saja dengan cerita atau kisah yang disampaikan kepadanya tanpa meneliti terlebih dahulu kebenaran cerita atau kisah yang disampaikan kepadanya tersebut. Inilah tabayyun, yakni meneliti kebenaran sebuah cerita yang didisampaikan kepada kita sebelum kita menentukan benar tidaknya cerita tersebut. Terlebih lagi hal ini merupakan permasalahan agama, maka hendaknya kita lebih waspada lagi dalam menerima cerita yang disampaikan kepada kita.
Janggal dan Tidak Lazim
Dari cerita tersebut di atas, ada beberapa hal yang hendaknya kita perhatikan dengan seksama, yang pertama yakni: Benarkah ada sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang bernama Syaikh Nariyah?
Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang telah dimuliakan oleh Allah dan dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya dengan pujian Khairun Naas (Manusia Terbaik). Oleh karena itu, banyak diantara kalangan para ulama yang menaruh perhatian yang sangat besar tentang biografi dan perjalanan hidup para sahabat Nabi. Oleh karena itu begitu banyak kitab yang ditulis yang mengumpulkan biografi dan perjalanan hidup generasi terbaik ini dan beberapa generasi yang hidup di zaman kemuliaan Islam tersebut. Sebut saja Hilyatul Awliyaa` yang ditulis oleh Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Asfahani. Ada lagi kitab Tahdzibul Kamal karya al-Hafizh Al-Mizzi, Shifatush Shafwah karya Imam Ibnul Jauzi, Al-Ishabatu fi Tamyizish Shahabah karya al-Hafizh Ibn Hajar al-’Asqalani dan berbagai kitab sejarah lainnya yang intinya adalah para ulama memberikan perhatian yang sangat besar terhadap biografi dan perjalanan hidup para sahabat Nabi.
Para dewan redaktur majalah As-Sunnah mengatakan, “Setelah meneliti berbagai kitab di atas dan juga referensi biografi lainnya, yang biasa diistilahkan para Ulama dengan kutubut tarajim wa ath-thabaqat, ternyata tidak dijumpai seorang pun di antara Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang bernama Nariyah. Bahkan sepengetahuan kami, tidak ada seorang pun Ulama klasik yang memiliki nama tersebut. Lalu, dari manakah orang tersebut berasal ??”
Sebenarnya ada sebuah kejanggalan pada nama orang yang disangka sebagai sahabat Nabi tersebut, yakni: jika kita terbiasa berinteraksi dengan hadits-hadits Nabi dan biografi para sahabat, belum pernah kita jumpai adanya nama sahabat Nabi yang mendapat ‘gelar’ “SYAIKH”. Perhatikanlah nama di atas, “Syaikh Nariyah”. Ini adalah sesuatu hal yang sangat tidak lazim terjadi di kalangan para ulama salaf, terlebih lagi para sahabat Nabi. Cobalah seandainya seseorang sedikit saja membaca kitab para ulama yang menuliskan biografi para sahabat, ketika mendengar atau membaca nama Syaikh Nariyah yang disangka sebagai sahabat Nabi, maka ia akan merasakan sesuatu yang aneh, ganjil dan tidak lazim. Mungkin –Allahua’lam- orang yang membuat kisah ini adalah orang yang tidak terbiasa berinteraksi dengan nama para sahabat Nabi, sehingga ia melakukan tindakan yang cukup fatal dan dianggap ganjil oleh orang-orang yang terbiasa dengan biografi para sahabat Nabi. Dari sini saja kita sudah sangsi tentang keshahihan kisah tersebut sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa tidak ada sahabat Nabi yang bernama Syaikh Nariyah. Jadi, penyandaran shalawat ini kepada sahabat Nabi yang bernama Syaikh Nariyah sangat diragukan kebenarannya.
Kemudian yang kedua, kisah tersebut di atas dinukil dengan tanpa sanad sehingga bagi orang-orang yang memahami betul pentingnya sanad dalam sebuah riwayat, mereka akan sangat sulit melacak keotentikan cerita di atas. Jangankan sanad, artikel tersebut juga tidak mencantumkan referensi dari mana kisah itu dinukil. Sepertinya, -Allahua’alam- orang yang membuat kisah di atas bukanlah orang yang memiliki amanah ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan karena gelapnya asal-usul dan periwayatan kisah tersebut di atas.
Imam ‘Abdullah bin al-Mubarak pernah berkata, “Isnad adalah bagian dari agama. Jika tidak ada isnad, seseorang akan bebas mengatakan apa yang dikehendakinya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam muqaddimah Shahihnya)
Fenomena Yang Sangat Memprihatinkan
Tersebarnya berbagai kisah yang gelap asal-usulnya di masyarakat luas merupakan sebuah fenomena yang sangat memprihatinkan. Apalagi jika kisah tersebut membawa-bawa nama Rasulullah shallalaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Sungguh kita mengkhawatirkan mereka karena bisa terjatuh ke dalam kedustaan yang diatasnamakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari, Muslim dan lainnya)
Berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah sama dengan berdusta atas nama selain nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Jika berdusta kepada selain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam saja merupakan sebuah dosa, tentu berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dosanya jauh lebih besar ketimbang berdusta atas nama selain beliau dikarenakan kedudukan Rasulullah yang mulia, dan dikarenakan kedustaan atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam akan memunculkan suatu hukum tertentu dalam agama yang mana hukum tersebut tidak pernah ada yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan yang sangat besar.
Kita ambil saja contohnya dari kisah shalawat Nariyah di atas. Berapa banyak orang yang meyakini bahwa shalawat tersebut berasal dari Syaikh Nariyah yang ‘disangka’ sebagai sahabat Nabi? Berapa banyak orang yang salah kaprah dalam amaliah mereka? Semua itu adalah akibat dari adanya kisah dusta di atas yang diatasnamakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Inilah salah satu sebab beredarnya hadits-hadits palsu di tengah umat, yakni adanya tukang-tukang cerita yang mengarang-ngarang cerita, kemudian disandarkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Jika kisah asal usul dari shalawat Nariyah ini tidaklah shahih, merupakan kedustaan atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan merupakan kisah yang gelap asal-usulnya, maka masihkah kita meyakininya dan mengamalkan shalawat ini? Kita katakan tidak. Hendaklah kita meninggalkan perkara-perkara yang tidak jelas asal-usulnya, terlebih lagi menyangkut persoalan agama dan ibadah. Tentu hal ini akan menjadi suatu keharusan untuk meninggalkannya dan beralih kepada amaliah yang shahih yang datangnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Bukan berarti orang yang meninggalkan shalawat Nariyah dan tidak mau mengamalkannya adalah orang-orang yang tidak cinta kepada shalawat dan tidak mau bershalawat. Tidak demikian adanya. Hanya saja yang kita kehendaki adalah hendaknya kita bershalawat sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam melalui hadits-hadits yang shahih.
Shalawat merupakan sebuah ibadah yang agung. Oleh karena itu, mustahil kalau Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak mengajarkan kepada kita tatacara bershalawat yang benar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita dengan jelas tentang bagaimana kita bershalawat. Beliau juga mengajarkan kepada kita lafazh-lafazh atau bacaan-bacaan shalawat yang benar. Semua itu telah beliau ajarkan sehingga tidak perlu lagi menggubah atau mengarang-ngarang tatacara dan bacaan shalawat sendiri. Bahkan parahnya lagi adalah jika kita mengiringinya dengan kisah dan cerita yang kita pun mengarangnya sendiri kemudian kita sandarkan kisah dan cerita kita atasnama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai upaya pembenaran terhadap sesuatu yang batil.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Barangsiapa yang membuat-buat sesuatu yang baru yang tidak kami perintahkan, maka hal tersebut tertolak (di sisi Allah)” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa)
Dalam riwayat lain disebutkan, “Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak pernah kami contohkan atas amalan tersebut, maka amalan tersebut tertolak (di sisi Allah)”. Allahua’lam bish-showab.
Komentarku ( Mahrus ali )
Kedustaan ahli bid`ah , syi`ah dalam membenarkan amaliyah yang di lakukan oleh golongannya bukan golongan lain sudah membudaya sebagaimana kebanyakan pendeta kristen dan Hindu. Begitu juga kalangan pejabat negara Jahiliyah. Kejujruan di kalangan mereka seperti bulu putih di burung gagak atau seperti gula di laut . Karena itu , hindarilah mereka , jangan dekati mereka , jangan bertanya kepada mereka tapi bertanyalah kepada ahli hadis dan jangan di jadikan rujukan atau teladan , kalau perlu jadikan diri mu sebagai rujukan mereka . Bila kamu sering gaul dengan mereka , kamu akan mengikuti jejak mereka tanpa berpikir sebelumnya . Jejak mereka bukan jejak pewaris nabi tapi pewaris penentang hadis dan al quran. Mereka suka main retorika dan argumentasi rasional dalam memberikan ajaran agama bukan dalil -. Ujung – dan pangkalnya adalah kesesatan bukan jalan yang menyelamatkan tapi membahayakan sekali di dunia apalagi di akhirat . Kedustaan di kalangan ahli hadis minim sekali sebagaimana kejujuran di kalangan para pengemis kuburan bukan berdoa kepada sang pencipta. Memang jarang saya jumpai kedustaan di kalangan ahli hadis. Kebanyakan kalangan ahli hadis jujur karena selalu berpegangan kepada dalil bukan pendapat kiyai , guru , dosen atau profesor dalam hidupnya .
Allah berfirman :
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta. ( Annakhel 105 ).
Seorang mukmin menghindari kedustaan dan selalu memegang kejujuran, namun bagi non mukmin selalu menghindari kejujuran , hobi berdusta .bahkan punya anggapan jujur sarana kehancuran bukan sarana untuk membangun masa depan Ini lucu sekali dalam masalah yang membutuhkan keseriusan, bukankah kedustaan sarana menuju kepada bahaya fatal dan kejujuran jalan menuju kesuksesan dunia dan akhirat. Allah berfirman :
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا(56)وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا(57)
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris yang tersebut di dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang suka berkata benar dan seorang Nabi. Dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Maryam: 56-57)
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا(54)وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh ahlinya untuk ber salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.[1]
Untuk menambah pengetahuan tentang sholawat Nariyah bacalah bab ini :
30 Jan 2011
30 Apr 2011
01 Mei 2011
13 Apr 2011
Artikel Terkait
Maka kalau meletakkan dirinya sebagai hamba Allah semestinya kalau mau membaca shalawat, ya shalawat yang diajarkan Rasul Allah. Tapi kalau meletakkan dirinya sebagai hamba hawa nafsu, ya malas mengikuti sunah namun memilih shalawat kreasi baru yang menyalahi ajaran Rasul Allah.
BalasHapusBerbagai macam redaksi sholawat sebetulnya merupakan ujian bagi kaum muslimin mutaakkhirin, siapa yang lebih cinta dengan Rasulnya. mengamalkan sholawat redaksi dari Rasulullah pasti lebih diutamakan. logika saya begitu. wallahu a'lam
BalasHapus