Puasa Enam Hari Syawal
September 27th 2009 by Abu Muawiah
Dalam http://al-atsariyyah.com/puasa-enam-hari-syawal.html
Puasa enam hari di bulan syawal merupakan salah satu ibadah yang disunnahkan dalam syariat Islam, dimana dia merupakan pelengkap yang mengikuti puasa ramadhan. Dan puasa ini juga sebagai pembuktian apakah kita mendapatkan jenjang ketakwaan yang mejadi target dari puasa ramadhan ataukah tidak. Dimana di antara ciri wali-wali Allah -yang tidak lain adalah orang-orang yang bertakwa- adalah mengerjakan semua amalan yang sunnah setelah mengerjakan semua amalan yang wajib. Karenanya hendaknya seorang muslim mengamalkan puasa sunnah ini setelah dia mengamalkan puasa wajib ramadhan.
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari:
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتَّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan kemudian mengikutikan kepadanya enam hari dari syawal maka itu nilainya seperti puasa setahun penuh.” (HR. Muslim)
Hal itu karena satu kebaikan bernilai 10 kali lipat, sehingga puasa 30 hari ramadhan bernilai 300 hari puasa, dan 6 hari syawal bernilai 60 hari puasa sehingga totalnya 360 hari yang sama dengan setahun. Hal ini diutarakan oleh Imam Ash-Shan’ani dalam As-Subul (4/157)
Hal itu karena satu kebaikan bernilai 10 kali lipat, sehingga puasa 30 hari ramadhan bernilai 300 hari puasa, dan 6 hari syawal bernilai 60 hari puasa sehingga totalnya 360 hari yang sama dengan setahun. Hal ini diutarakan oleh Imam Ash-Shan’ani dalam As-Subul (4/157)
Berikut beberapa permasalahan yang sering dipertanyakan dalam masalah ini:
1. Apakah puasa syawal harus dimulai pada tanggal 2 syawal?
Jawab: Tidak harus, puasa syawal bisa dimulai kapan saja selama dia bisa menyelesaikan 6 hari puasa itu di bulan syawal. Walaupun tidak diragukan bahwa menyegerakan pengerjaannya itu lebih utama berdasarkan keumuman dalil untuk berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan dan dalil yang menganjurkan untuk tidak menunda amalan saleh.
1. Apakah puasa syawal harus dimulai pada tanggal 2 syawal?
Jawab: Tidak harus, puasa syawal bisa dimulai kapan saja selama dia bisa menyelesaikan 6 hari puasa itu di bulan syawal. Walaupun tidak diragukan bahwa menyegerakan pengerjaannya itu lebih utama berdasarkan keumuman dalil untuk berlomba-lomba dalam mengerjakan kebaikan dan dalil yang menganjurkan untuk tidak menunda amalan saleh.
2. Apakah dipersyaratkan keenam hari puasa syawal ini harus dikerjakan secara berturut-turut?
Jawab: Hal itu tidak dipersyaratkan bahkan boleh mengerjakannya secara terpisah-pisah selama masih dalam bulan syawal. Walaupun sekali lagi, mengerjakannya secara berurut itu lebih utama berdasarkan keumuman dalil yang kami isyaratkan di atas.
Ini adalah mazhab Asy-Syafi’iyah, Al-Hanabilah, dan selainnya, dan ini yang difatwakan oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Al-Utsaimin, dan Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.
Jawab: Hal itu tidak dipersyaratkan bahkan boleh mengerjakannya secara terpisah-pisah selama masih dalam bulan syawal. Walaupun sekali lagi, mengerjakannya secara berurut itu lebih utama berdasarkan keumuman dalil yang kami isyaratkan di atas.
Ini adalah mazhab Asy-Syafi’iyah, Al-Hanabilah, dan selainnya, dan ini yang difatwakan oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Al-Utsaimin, dan Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.
3. Apakah puasa enam hari dibulan syawal boleh dikerjakan sebelum mengerjakan puasa qadha` -bagi yang mempunyai tunggakan di bulan ramadhan-?
Jawab: Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini, hanya saja lahiriah hadits Abu Ayyub di atas menunjukkan bahwa puasa syawal hanya disunnahkan bagi orang yang sudah selesai mengerjakan puasa ramadhan yang jumlahnya 29 atau30 hari. Sementara orang yang mempunyai qadha tentunya puasanya kurang dari 29 hari maka dia diharuskan menyelesaikan dulu ramadhannya baru kemudian mengerjakan puasa syawal.
Dari sudut tinjauan lain, puasa qadha` adalah wajib sementara puasa syawal adalah sunnah, dan tentunya ibadah wajib lebih didahulukan daripada ibadah yang sunnah.
Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz dan Ibnu Al-Utsaimin -rahimahumallah-. Lihat Asy-Syarhul Mumti’ (6/468)
Jawab: Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini, hanya saja lahiriah hadits Abu Ayyub di atas menunjukkan bahwa puasa syawal hanya disunnahkan bagi orang yang sudah selesai mengerjakan puasa ramadhan yang jumlahnya 29 atau30 hari. Sementara orang yang mempunyai qadha tentunya puasanya kurang dari 29 hari maka dia diharuskan menyelesaikan dulu ramadhannya baru kemudian mengerjakan puasa syawal.
Dari sudut tinjauan lain, puasa qadha` adalah wajib sementara puasa syawal adalah sunnah, dan tentunya ibadah wajib lebih didahulukan daripada ibadah yang sunnah.
Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz dan Ibnu Al-Utsaimin -rahimahumallah-. Lihat Asy-Syarhul Mumti’ (6/468)
Jika ada yang bertanya: Bagaimana dengan ucapan Aisyah, “Saya pernah mempunyai kewajiban puasa ramadhan, lalu saya tidak bisa untuk mengqadha`nya kecuali sampai datangnya sya’ban.” Bukankah ini menunjukkan Aisyah -radhiallahu anha- berpuasa syawal sebelum mengqadha`, karena qadha’nya dikerjakan di sya’ban tahun depannya?
Jawab: Dalam ucapannya tidak ada sama sekali keterangan yang menunjukkan kalau beliau mengerjakan puasa syawal, maka ucapan beliau tidak boleh ditafsirkan seperti itu. Karenanya sebagian ulama mengatakan bahwa Aisyah -radhiallahu anha- tidak mengerjakan puasa-puasa sunnah karena beliau sibuk mengerjakan ibadah yang jauh lebih utama dibandingkan puasa-puasa sunnah tersebut, yaitu kesibukan beliau melayani Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-. Dan tidak diragukan bolehnya meninggalkan sebuah amalan sunnah untuk mengerjakan amalan sunnah lain yang lebih besar pahalanya dibandingkan amalan sunnah yang pertama.
Inilah jawaban yang tepat dalam rangka memadukan antara hadits Abu Ayyub dengan ucapan Aisyah di atas, wallahu a’lam.
Jawab: Dalam ucapannya tidak ada sama sekali keterangan yang menunjukkan kalau beliau mengerjakan puasa syawal, maka ucapan beliau tidak boleh ditafsirkan seperti itu. Karenanya sebagian ulama mengatakan bahwa Aisyah -radhiallahu anha- tidak mengerjakan puasa-puasa sunnah karena beliau sibuk mengerjakan ibadah yang jauh lebih utama dibandingkan puasa-puasa sunnah tersebut, yaitu kesibukan beliau melayani Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-. Dan tidak diragukan bolehnya meninggalkan sebuah amalan sunnah untuk mengerjakan amalan sunnah lain yang lebih besar pahalanya dibandingkan amalan sunnah yang pertama.
Inilah jawaban yang tepat dalam rangka memadukan antara hadits Abu Ayyub dengan ucapan Aisyah di atas, wallahu a’lam.
4. Bagi yang mengerjakan mulai berpuasa syawal pada tanggal 2 syawal dan dia kerjakan berturut-turut. Apakah pada tanggal 8 syawal ada lagi perayaan, yang dinamakan oleh sebagian orang dengan lebaran ketupat?
Jawab: Tidak ada hari raya dalam Islam kecuali dua hari id dan hari jumat, karenanya membuat hari raya baru yang tidak ada tuntunannya dalam syariat adalah perbuatan yang bid’ah yang bertentangan dengan agama.
Jawab: Tidak ada hari raya dalam Islam kecuali dua hari id dan hari jumat, karenanya membuat hari raya baru yang tidak ada tuntunannya dalam syariat adalah perbuatan yang bid’ah yang bertentangan dengan agama.
Demikian beberapa masalah seputar puasa syawal yang bisa kami bahas pada kesempatan ini, wallahu a’lam bishshaw
Komentarku ( Mahrus ali )
Seluruh keterangan anda itu berlandaskan hadis lemah yang akan saya bahas di bawah ini :
Hadis puasa enam hari setelah Iedul fitri sbb
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ بْنِ الْحَارِثِ الْخَزْرَجِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Versi Abu Muawiyah :
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan kemudian mengikutikan kepadanya enam hari dari syawal maka itu nilainya seperti puasa setahun penuh.” (HR. Muslim)
Versi terjemahanku ( Mahrus ali ) .
Barangsiapa yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa lagi enam hari di bulan syawal maka itu nilainya seperti puasa selamanya.” (HR. Muslim) 1164
Hadis itu lemah karena perawi bernama Sa`ad bin Sa`id bin Qais .Lihat identitasnya sbb :
Hadis itu lemah karena perawi bernama Sa`ad bin Sa`id bin Qais .Lihat identitasnya sbb :
ــ سَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ بْنِ قَيْسٍ بْنِ عَمْرو الْأَنْصَارِىِّ الْمَدَنِىِّ ( أَخُوْ يَحْيَى بْنِ سَعِيْدٍ ، وَ عَبْدِ رَبّهِ بْنِ سَعِيْدٍ )
الْطَّبَقَةُ : 4 : طَبَقَةُ تَلِى الْوُسْطَى مِنْ الْتَّابِعِيْنَ
الْوَفَاةُ : 141 هِـ
رَوَى لَهُ : خْتَ مَ دَ تْ سَ قَ
مَرْتَبَتِهِ عِنْدَ ابْنِ حَجَرْ : صَدُوْقٌ سِىٓءَ الْحِفْظِ
مَرْتَبَتِهِ عِنْدَ الْذَّهَبِـيُ : صَدُوْقٌ ، قَالَ الْنَّسَائِىُّ : لَيْسَ بِالْقَوِىِّ
الْطَّبَقَةُ : 4 : طَبَقَةُ تَلِى الْوُسْطَى مِنْ الْتَّابِعِيْنَ
الْوَفَاةُ : 141 هِـ
رَوَى لَهُ : خْتَ مَ دَ تْ سَ قَ
مَرْتَبَتِهِ عِنْدَ ابْنِ حَجَرْ : صَدُوْقٌ سِىٓءَ الْحِفْظِ
مَرْتَبَتِهِ عِنْدَ الْذَّهَبِـيُ : صَدُوْقٌ ، قَالَ الْنَّسَائِىُّ : لَيْسَ بِالْقَوِىِّ
Sa`ad Bin Sa`id bin Qais bin 'Amr Anshari al madani (saudara Yahya bin Sa`id , dan Abd Rabbi bin Sa`id)
Rank : 4: Setelah tingkat tengah dari Tabiin
Rank : 4: Setelah tingkat tengah dari Tabiin
Kematian: 141 H
Meriwayatkan kepadanya: Bukhari dengan cara ta`liq , Muslim , Abu dawud , Tirmidzi , Nasai dan Ibn Majah
Peringkat menurut Ibnu Hajar: Dia Jujur , ingatan buruk
Peringkat menurut Dzahabi , Nasai mengatakan: Ia tidak kuat
Meriwayatkan kepadanya: Bukhari dengan cara ta`liq , Muslim , Abu dawud , Tirmidzi , Nasai dan Ibn Majah
Peringkat menurut Ibnu Hajar: Dia Jujur , ingatan buruk
Peringkat menurut Dzahabi , Nasai mengatakan: Ia tidak kuat
Mausuah ruwatil hadis . 2237
Menurut riwayat Imam Ahmad kalimat nya beda sbb :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ يَعْنِي ابْنَ أَبِي أَيُّوبَ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ جَابِرٍ الْحَضْرَمِيُّ قَالَ سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَسِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ السَّنَةَ كُلَّهَا 13890 رواه أحمد
Kalimat yang saya kasih garis bawah itu perbedaannya . Artinya sbb :
فَكَأَنَّمَا صَامَ السَّنَةَ كُلَّهَا
Maka seolah puasa setahun penuh .
Namun sebagian perawinya cacat . Yaitu :
عَمْرُو بْنُ جَابِرٍ الْحَضْرَمِيُّ
Amar bin Jabir al Hadrami adalah perawi lemah .
Identitasnya sbb :
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ ابْنِ حَجَرَ : ضَعِيْفٌ شَيْعِىٌّ
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ الْذَّهَبِـي : قَالَ ابْنُ لَهِيْعَةَ : شَيْخٌ أَحْمَقُ ، كَانَ يَقُوْلُ : إِنََّ عَلِيًّا فِى الْسَّحَابِ ، وَ كَذَّبَهُ غَيْرُهُ
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ الْذَّهَبِـي : قَالَ ابْنُ لَهِيْعَةَ : شَيْخٌ أَحْمَقُ ، كَانَ يَقُوْلُ : إِنََّ عَلِيًّا فِى الْسَّحَابِ ، وَ كَذَّبَهُ غَيْرُهُ
Peringkat menurut Ibn Hajar : lemah yang Syiah
Peringkat menurut Dzahabi : Ibnu Lahi'ah:berkata : Dia Syekh bodoh, Dia pernah berkata: Sesunggunya Ali bin Abu Thalib di awan, dan menurut lainnya dia bohong.. Mausuah ruwatil hadis
Peringkat menurut Dzahabi : Ibnu Lahi'ah:berkata : Dia Syekh bodoh, Dia pernah berkata: Sesunggunya Ali bin Abu Thalib di awan, dan menurut lainnya dia bohong.. Mausuah ruwatil hadis
Menurut riwayat Ahmad yang lain 23022 , redaksinya beda sbb :
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ أَخُو يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ ثَابِتٍ رَجُلٌ مِنْ بَنِي الْحَارِثِ أَخْبَرَنِي أَبُو أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَاكَ صِيَامُ الدَّهْرِ رواه أحمد 23022
Perbedaannya ada di kalimat sbb :
فَذَاكَ صِيَامُ الدَّهْرِ
…………………….Itulah puasa selamanya
Cacat perawinya karena ada perawi bernama :
سَعْدُ بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ
Dia perawi lemah sebagaimana keterangan tadi . Jadi hadis itu adalah lemah .
Dalam kitab al Musnadul jami` 441/ 11 ada keterangan sbb :
Al musnadul jami` - (Juz / 11 hal 441)
أَخْرَجَهُ الْحُمَيْدِيُّ 381 قَالَ : حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ بْنُ مُحَمَّدٍ الْدَّرَاوَرْدِيُّ ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ ، وَسَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ. وَفِي (382) قَالَ : حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ الْصَّائِغُ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيْدٍ.
Di riwayatkan oleh Humaidi 381 lalu mengatakan: Bercerita kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad Darowardi, dari Shafwan bin Sulaim, dan Sa`ad bin Sa`id. Dalam (382) Al Humaidi berkata: Bercerita kepada kami Isma`il bin Ibrahim Al-Sa`igh, dari Yahya bin Sa`id .
وَ"أَحْمَدُ" 5/417(23930) قَالَ : حَدَّثَنَا أَبُوْ مُعَاوِيَةَ ، حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ. وَفِي 5/419(23952) قَالَ : حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، قَالَ : سَمِعْتُ وَرْقَاءَ يُحَدِّثُ ، عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعِيْدٍ. وَفِي (23957) قَالَ : حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ، حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ الْأَنْصَارِيُّ ، أَخُوْ يَحْيَى بْنِ سَعِيْدٍ. وَ"عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ" 228 قَالَ : حَدَّثَنِيْ مُحَاضِرُ بْنُ الْمُوَرِّعِ ، حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ.
Dan "Imam Ahmad" 5 / 417 (23 930) mengatakan: Abu Mu'awiyah Bercerita kepada kami , Bercerita kepada kami Sa`ad bin Sa`id . Dalam 5 / 419 (23 952) Ahmad berkata: Muhammad bin Ja'far bercerita kepada kami,lalu berkata Bercerita kepada kami Syu`bah berkata: Saya mendengar Warqa` bercerita dari Sa`ad bin Sa`id . Pada (23 957) Ahmad berkata: Ibnu Numair Bercerita kepada kami, lalu berkata : Bercerita kepada kami Sa`ad Bin Sa`id Al-Anshari, saudara Yahya bin Sa`id . Dan "Abed bin Humaid " 228 berkata: Muhadhir Bin Al muwarri`bercerita kepadaku lalu berkata : Bercerita kepada saya Sa`ad bin Sa`id
وَ"الْدَّارِمِيُّ" 1754 قَالَ : حَدَّثَنَا نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ بْنُ مُحَمَّدٍ ، حَدَّثَنَا صَفْوَانُ ، وَسَعْدُ بْنِ بْنِ سَعِيْدٍ.
. Dan "Darimi " 1754 berkata: Bercerita kepada kami Nu`aim Bin Hammad, Bercerita kepada kami Muhammad Bin Abdul Aziz, Bercerita kepada kami Shafwan, dan Sa`ad bin Sa`id .
وَ"مُسْلِمٌ" 3/169 (2728) قَالَ : حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوْبَ ، وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيْدٍ ، وَعَلِيُّ بْنِ حُجْرٍ ، جَمِيِعًا عَنْ إِسْمَاعِيْلَ ، قَالَ ابْنُ أَيُّوْبَ : حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ جَعْفَرٍ ، أَخْبَرَنِيْ سَعْدُ بْنُ سَعِيْدِ بْنِ قَيْسٍ. وَفِي (2729) قَالَ : حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ ، حَدَّثَنَا أَبِي ، حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ ، أَخُوْ يَحْيَى بْنِ سَعِيْدٍ. وَفِي (2730) قَالَ : حَدَّثَنَاهُ أَبُوْ بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْلَّهِ ابْنُ الْمُبَارَكِ ، عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعِيْدٍ.
Dan "Muslim" 3 / 169 (2728) mengatakan: Bercerita kepada kami Yahya bin Ayyub, dan Qutaybah bin Sa`id dan Ali bin Hujr , semua dari Ismail, Ibnu Ayyub berkata : Ismail bin Ja'far bercerita kepada kami, Bercerita kepadaku Sa`id bin Sa`ad bin Qais. Pada (2729) Muslim mengatakan: Bercerita kepada kami Ibnu Numair , ayah saya Bercerita kepada kami, Bercerita kepada kami Sa`ad bin Sa`id , saudara Yahya bin Sa`id . Pada (2730) Muslim mengatakan: Bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Shaybah lalu berkata : Bercerita kepada kami Abdullah bin Al-Mubarak, dari Sa'ad bin Sa`id .
وَ"أَبُوْ دَاوُدَ" 2433 قَالَ : حَدَّثَنَا الْنُّفَيْلِيُّ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ بْنُ مُحَمَّدٍ ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ ، وَسَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ.
Dan "Abu Dawud" 2433 berkata: Bercerita kepada kami Alnuvaili, Bercerita kepada kami Abdul-Aziz bin Muhammad, dari Shafwan bin Salim, dan bin Sa`ad Sa`id .
وَ"ابْنُ مَاجَةَ" 1716 قَالَ : حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْلَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ ، عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعِيْدٍ.
Dan "Ibnu Majah," berkata 1716: Bercerita kepada kami Ali bin Muhammad, Bercerita kepada kami Abdullah bin Numair , dari Sa`ad bin Sa`id .
وَالْتِّرْمِذِيُّ" 759 قَالَ : حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيْعٍ ، حَدَّثَنَا أَبُوْ مُعَاوِيَةَ ، حَدَّثَنَا سَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ.
Al-Tirmidhi, "berkata 759: Bercerita kepada kami Ahmad bin Mani`, Bercerita kepada kami Abu Mu'awiyah, Bercerita kepada kami bin Sa`ad
وَ"الْنَّسَائِيُّ" ، فِيْ "الْكُبْرَى" 2875 قَالَ : أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ يَحْيَى ، قَالَ : حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ ، عَنْ حَسَنِ ، وَهُوَ ابْنُ صَالِحٍ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِوٍ الْلَّيْثِيِّ ، عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعِيْدٍ. وَفِي (2876) قَالَ : أَخْبَرَنَا خَلاَّدٍ بْنِ أَسْلَمَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا الْدَّرَاوَرْدِيُّ ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ ، وَسَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ.
Dan." Nasa`i ", dalam" " Al kubro 2875 berkata: Bercerita kepada kami Ahmad bin Yahya, lalu berkata: Bercerita kepada kami Ishak, dari Hasan , putra Saleh, dari Mohammad bin Amr Laitsi, dari Sa'ad bin Sa`id Dalam (2876) Nasa`I mengatakan: Bercerita kepada kami Khallad bin Aslam lalu berkata:. Bercerita kepada kami Darowardi, dari Shafwan bin Sulaim, dan bin Sa`ad
وَفِي (2877) قَالَ : أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْلَّهِ بْنِ الْحَكَمِ ، عَنْ مُحَمَّدِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، قَالَ : سَمِعْتُ وَرْقَاءَ ، عَنْ سَعْدِ بْنِ سَعِيْدٍ. وَفِي (2879) قَالَ : أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ ، عَنْ صَدَقَةَ بْنِ خَالِدٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا عُتْبَةُ ، قَالَ : حَدَّثَنِي عَبْدُ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ.
Dalam (2877) Nasa`I mengatakan: Bercerita kepada kami Ahmad bin Abdullah bin al-Hakam, dari Muhammad , lalu mengatakan: Bercerita kepada kami Syu`bah , lalu berkata: Aku mendengar dan Warqa`, dari Sa'ad Sa`id . Dalam (2879) Nasa`I mengatakan:. Bercerita kepada kami Hisyam bin Ammar, dari Shodaqah bin Khalid, lalu mengatakan: Bercerita kepada kami utbah , lalu berkata : Bercerita kepada saya Abdul-Malik bin Abi Bakar, lalu berkata: Yahya bin Sa`id meriwayatkan padaku .
وَ"ابْنُ خُزَيْمَةَ" 2114 قَالَ : حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ ، يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ الْدَّرَاوَرْدِيُّ ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ سُلَيْمٍ ، وَسَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ.
dan "aku Khuzaymah" kata 2114: Bercerita kepada kami Ahmad bin Abdah, Abdul Aziz Bercerita kepada kami, maksudku putra Muhammad Darowardi, dari Shafwan bin Sulaim, dan bin Sa`ad Sa`id .
ثَلَاثَتُهُمْ (سَعْدُ بْنِ سَعِيْدٍ ، وَيَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ , صَفْوَانُ بْنِ سُلَيْمٍ) عَنْ عُمَرَ بْنِ ثَابِتِ بْنِ الْحَارِثِ ، فَذَكَرَهُ.
Mereka bertiga (Sa`ad Bin Sa`id , Yahya bin Sa`id , Shafwan bin Salim) dari 'Umar bin Tsabit bin Harits, ia menyebutkan ………….
Jadi hadis puasa enam hari di bulan Syawal , ujung – ujung nya dari satu orang yaitu Umar bin Tsabit seorang rank tiga tabiin pertengahan .
Jadi lahirnya hadis tentang enam hari puasa Syawal ini di masa tabiin dari Umar bin Tsabit , dan di kalangan tabiin maupun sahabat , hadis itu tidak populer , ia ganjil sekali , apalagi ada sanad yang cacat yaitu Sa`ad bin Sa`id .
Dan hadis itu , seluruh jalurnya hanya dari Umar bin Tsabit yang tabiin lalu di terima oleh Sa`ad bin Sa`id yang lemah , begitu juga Yahya bin sa`id . Identitasnya sbb :
يَحْيَى بْنُ سَعِيْدٍ الْعَطَّارُ الْأَنْصَارِىُّ ، أَبُوْ زَكَرِيَّا الْشَّامِىُّ الْحِمْصِىُّ ، وَ يُقَالُ الْدِّمَشْقِىُّ
الْطَّبَقَةُ : 9 : مِنْ صِغَارِ أَتْبَاعِ الْتَّابِعِيْنَ
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ ابْنِ حَجَرْ : ضَعِيْفٌ
مَرْتَبَتِهِ عِنْدَ الْذَّهَبِـيُ : ....
الْطَّبَقَةُ : 9 : مِنْ صِغَارِ أَتْبَاعِ الْتَّابِعِيْنَ
مَرْتَبَتُهُ عِنْدَ ابْنِ حَجَرْ : ضَعِيْفٌ
مَرْتَبَتِهِ عِنْدَ الْذَّهَبِـيُ : ....
Yahya bin Sa~id al-Attar al-Anshari, Abu Zakaria al-Syami Himsi, dan dikatakan dari Damaskus
Rank : 9 termasuk yunior pengikut tabiin
Rank menurut Ibnu:Hajar : Dia lemah
Rank : 9 termasuk yunior pengikut tabiin
Rank menurut Ibnu:Hajar : Dia lemah
Dzahabi : Tiada komentar. : …………….,
Untuk perawi Shofwan dalam hal meriwayatkan hadis puasa syawal itu selalu di sertai dengan Sa`ad bin Sa`id yang lemah . Dan tiada riwayatnya dalam kubut tis`ah kecuali di sertai dengan perawi lemah tadi .
Al Humaidi juga meriwayatkan hadis puasa enam hari syawal itu dari Abd aziz bin Muhammad yang di nilai lemah oleh Imam Nasai .
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ، وَأَتْبَعُهُ سِتا مِنْ شَوَّالٍ ، فَكَأَنَّمَا صَامَ الْدَّهْرَ.(مَوْقُوْفٌ.
- قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ الْحُمَيْدِيّ : فَقُلْتُ لِسُفْيَانَ ، أَوْ قِيَلَ لَهُ : إِنَّهُمْ يَرْفَعُوْنَهُ ، قَالَ : اسْكُتْ عَنْهُ ، قَدْ عَرَفْتُ ذَلِكَ.
Hadis barang siapa berpuasa bulan ramadhan lalu di ikuti dengan enam hari dari bulan Syawal , maka seolah puasa selamanya ( Maukuf / bukan sabda Nabi ) .
Abu Bakar al Humaidi berkata : Aku bertanya kepada Sofyan ( perawinya ) , atau di katakan kepadanya : Sesungguhnya mereka memarfu`kan hadis itu .
Sofyan menjawab : Diamlah , sungguh aku telah mengetahuinya .
Dalam kitab al musnadul jami` di katakan :
- الْمُسْنَدُ الْجَامِعُ - (جَ 11 / صَ 443)
- - قَالَ أَبُوْ عَبْدِ الْرَّحْمَانِ الْنَّسَائِيُّ : سَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ ضَعِيْفٌ جِدًّا ، كَذَلِكَ قَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ ؛ يَحْيَى بْنُ سَعِيْدِ بْنِ قَيْسٍ ، الثِّقَةُ الْمَأْمُوْنُ ، أَحَدُ الْأَئِمَّةِ ، وَعَبْدُ رَبِّهِ بْنُ سَعِيْدٍ ، لَا بَأْسَ بِهِ ، وَسَعْدُ بْنُ سَعِيْدٍ ، ثَالِثُهُمْ ، ضَعِيْفٌ.
Abu Abd Rahman Nasa`I berkata : Sa`ad bin Sa`id adalah perawi yang sangat lemah . Begitu juga Imam Ahmad bin hambal berkata : Yahya bin Sa`id bin Qais adalah perawi terpercaya – salah satu imam .
Abd Rabbih bin Sa`id , tidak apa – aoa . Dan yang ketiganya Sa`ad bin Sa`id adalah lemah .
Komentarku ( Mahrus ali )
Ibn Hajar telah menyatakan bahwa Yahya bin Sa`id adalah lemah . Dan hadis tsb tidak populer di kalangan sahabat.
- - قَالَ الْنَّسَائِيُّ ، عَقِبَ رِوَايَةِ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي حَكِيْمٍ : عُتْبَةَ هَذَا لَيْسَ بِالْقَوِيِّ.
Imam Nasa`I menyatakan setelah riwayat Utbah bin Hakim : Utbah ini tidak kuat .
وَقَالَ أَبُوْ عُمَرَ بْنُ عَبْدِ الْبَرِّ فِيْ الِاسْتِذْكَارِ وَلَمْ يَبْلُغْ مَالِكًا حَدِيْثُ أَبِي أَيُّوْبَ عَلَى أَنَّهُ حَدِيْثٌ مَدَنِيٌّ وَالْإِحَاطَةُ بِعِلْمِ الْخَاصَّةِ لَا سَبِيْلِ إِلَيْهِ ثُمَّ قَالَ وَمَا أَظُنُّ مَالِكًا جَهِلَ الْحَدِيْثِ لِأَنَّهُ حَدِيْثٌ مَدَنِيٌّ تَفَرَّدَ بِهِ عَمْرُوْ بْنُ ثَابِتٍ وَلَمْ يَكُنْ مِمَّنْ يُعْتَمَدُ عَلَيْهِ وَقَدْ تَرَكَ مَالِكُ الِاحْتِجَاجَ بِبَعْضِ مَا رَوَاهُ عَنْ بَعْضِ شُيُوْخِهِ إِذَا لَمْ يَثِقْ بِهِ فِي حِفْظِهِ لِبَعْضٍ مَا يَرْوِيْهِ
قَالَ وَقَدْ يُمْكِنُ أَنَّهُ جَهِلَ الْحَدِيْثِ وَلَوْ عَلِمَهُ لَقَالَ بِهِ وَالْلَّهُ أَعْلَمُ
قَالَ وَقَدْ يُمْكِنُ أَنَّهُ جَهِلَ الْحَدِيْثِ وَلَوْ عَلِمَهُ لَقَالَ بِهِ وَالْلَّهُ أَعْلَمُ
Abu Umar bin Abd al-Barr dalam kitab al istidzkar menyatakan , Imam Malik tidak mendengar hadits Abu Ayyub sebagai hadis dari kota Medinah dan mengambil pengetahuan individu tidak mungkin .Kemudian beliau mengatakan apa yang saya pikir ketidak tahuan Imam Malik terhadap hadis itu , pada hal ia hadis kota Medinah yang di riwayatkan oleh Amr ibn Thabit secara sendirian dan dia tidak termasuk orang yang bisa di buat pegangan .
Imam Malik telah meninggalkan beberapa dari apa yang diriwayatkan oleh Umar tadi dari beberapa guru – gurunya , jika tidak percaya hapalannya terhadap sebagaian riwayatnya .
Mungkin sekali , Imam Malik tidak mengerti hadis itu , seandainya beliau mengetahuinya , mesti berpendapat dengannya. Wallohu a`lam .
Bahkan Imam Malik dan Imam Abu Hanifah sendiri menyatakan makruh puasa enam hari syawal . Pada hal imam Malik tokoh Medinah , bukan orang rendahan kota Medinah , bahkan imamnya dalam keagamaan bukan dalam kebid`ahan .Mestinya beliau lebih tahu tentang kondisi teradisi di kalangan para anak – anak sahabat dan tradisi kota Medinah , malah tidak ada yang berpuasa di enam hari syawal dan orang luar kota Medinah sekarang ini malah menjalankannya . Ini keganjilan yang menjadi realita bukan hal yang populer di kalangan sahabat yang menjadi realita zaman sekarang .
18 Agt 2011
29 Agt 2011
26 Agt 2011
26 Agt 2011
Artikel Terkait
Kebanyakan orang begitu melihat Rawahu Muslim, atau Rawahu Bukhariy, orang lantas yaqin kalau haditsnya PASTI SHAHIH..... ternyata ada juga hadits Rawahu Muslim yang dha'if, maka kalau ada kesempatan dan waktu Tolong pak Kyai menulis hadits-hadits lemah yang diriwayatkan Imam Muslim dan Imam Bukhariy, syukran wajakumullah.....
BalasHapusSebetulnya sudah saya tulis -hadis - hadis sahih ternyata lemah , tapi belum terbit .
BalasHapusbagaimana dengan hadis ini ustad, saya awam masalah hadis:
BalasHapus1. Dari Tsauban, maula Rasulullah صلي الله عليه وسلم, bahwasanya beliau – صلي الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fithri, maka seperti telah berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.”
Diriwayatkan Ibnu Majah 1715, ad-Darimi 1762, Nasa’i dalam Sunan Kubra 2810, 2861, Ibnu Khuzaimah 2115, Ibnu Hibban 928, dan Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya 5/280, ath-Thobarani dalam Mu’jamul Kabir 1451 dan Musnad Syamiyyin 485, ath-Thohawi dalam Musykil Atsar 1425, ar-Ruyani dalam Musnadnya 634, Ibnu Muqri’ dalam Mu’jamnya 1250 dari jalan Yahya bin Harits ad-Dhimari dari Abu Asma’ ar-Rakhabi dari Tsauban dari Rasulullah –shallallahu ‘alahi wa sallam-.
2. Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah صلي الله عليه وسلم, bersabda: “Barangsiapa berpuasa ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari syawal, maka seperti telah berpuasa setahun penuh”.
Diriwayatkan Abu Awanah dalam Musnadnya 2702 dan al-Bazzar dalam Musnadnya 669 –Mukhtashor- dari Amr bin Abu Salamah dari Zuhair bin Muhammad dari Suhail dari ayahnya dari Abu Hurairah.
3. Dari Syaddad bin Aus dari Rasulullah bahwasanya beliau صلي الله عليه وسلم bersabda, “Barangsiapa berpuasa ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari syawal setelah hari raya Idul Fithri, maka seperti telah berpuasa setahun penuh”.
Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam al-’Ilal 1/253 dari jalur Marwan ath-Thothori dari Yahya bin Hamzah dari Yahya bin Harits dari Asy’ats ash-Shon’ani dari Syaddad bin Aus. Ibnu Abi Hatim menukil dari ayahnya (Abu Hatim ar-Rozi) bahwa beliau menilai hadits ini shahih.
Jawabannya harus melalui pengkajian dan akan saya cantumkan di blog , tunggulah sebab masih perlu antri karena banyak komentator.
BalasHapusDalil-dalil tentang Puasa Syawal
BalasHapusDari Abu Ayyub radhiyallahu anhu:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa seumur hidup’.” [Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud 2433, At-Tirmidzi 1164]
Hukum Puasa Syawal
Hukumnya adalah sunnah: “Ini adalah hadits shahih yang menunjukkan bahwa berpuasa 6 hari pada Syawal adalah sunnah. Asy-Syafi’i, Ahmad dan banyak ulama terkemuka mengikutinya. Tidaklah benar untuk menolak hadits ini dengan alasan-alasan yang dikemukakan beberapa ulama dalam memakruhkan puasa ini, seperti; khawatir orang yang tidak tahu menganggap ini bagian dari Ramadhan, atau khawatir manusia akan menganggap ini wajib, atau karena dia tidak mendengar bahwa ulama salaf biasa berpuasa dalam Syawal, karena semua ini adalah perkiraan-perkiraan, yang tidak bisa digunakan untuk menolak Sunnah yang shahih. Jika sesuatu telah diketahui, maka menjadi bukti bagi yang tidak mengetahui.”
[Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa'imah lil Buhuuts wal Ifta', 10/389]
http://www.mediasalaf.com/
Hadis yang anda ketengahkan itu juga sudah saya bahas di atas dan saya tunjukkan ulama yang melemehkan perawi - perawinya. baca lagi artikel di atas dan ada poin penting sbb :
BalasHapusJadi hadis puasa enam hari di bulan Syawal , ujung – ujung nya dari satu orang yaitu Umar bin Tsabit seorang rank tiga tabiin pertengahan .
Jadi lahirnya hadis tentang enam hari puasa Syawal ini di masa tabiin dari Umar bin Tsabit , dan di kalangan tabiin maupun sahabat , hadis itu tidak populer , ia ganjil sekali , apalagi ada sanad yang cacat yaitu Sa`ad bin Sa`id .
kesimpulanya ?? jadi kita puasa bulan syawal sia sia ?? karena tidak ada tuntunaya ?? mohon berkenan membahas amalan harian atau bulaman yang di sunahkan nabi salallahu alaihiwassallam
BalasHapusKita di larang mengikuti sesuatu tanpa dalil , Allah berfirman :
BalasHapusDan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan ( dalil ) tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. ( Al isra` 36 ).
Untuk melaksanakan permintaanmu , saya jawab insya Allah kalau ada waktu yang cukup.
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/09/memahami-pendlaifan-hadits-puasa-enam.html
BalasHapusINI BANTAHAN DARI TULISAN DIATAS:
BalasHapushttp://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/09/memahami-pendlaifan-hadits-puasa-enam.html
Sudah tahu , dan tidak merobah keputusan kami , karena refrensinya jelas, dan artikel ini masih lebih kuat . Insya Allah , akan saya jawab di blog saja.
BalasHapusSaya masih menunggu penjelasannya ustad
BalasHapusMasih belum di kaji , karena masih banyak masalah prioritas yang diperlukan kalangan bawah akar rumput , dengan bagaimanapun akan saya upayakan .
BalasHapusTks ustad
BalasHapusSaya ini memang awam tentang hadis, tapi menurut saya tidak tepat bila kita menilai suatu amalan lemah bila kita belum mengkaji seluruh dalil yg berkaitan dengan amalan tersebut. Semoga blog ini dapat memperkaya ilmu kita khususnya saya untuk mempelajari agama yg di ridoi Allah ini
semoga kita di beri hidayah ke jalan yang lurus
BalasHapusUstadz, lalu bagaimana dengan hadits-hadits ini:
BalasHapusعَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ رواه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه
Dari Abu Ayyub al Anshari Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu diiringi dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka dia seperti puasa sepanjang tahun”. [Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, at Tirmidzi, an Nasaa-i dan Ibnu Majah].
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا رواه ابن ماجه والنسائي ولفظه :
Dari Tsauban maula (pembantu) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melakukan puasa enam hari setelah hari raya ‘Idul Fithri, maka, itu menjadi penyempurna puasa satu tahun. [Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya – QS al An’am/6 ayat 160-]”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Nasaa-i dengan lafazh :
جَعَلَ اللهُ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا فَشَهْرٌ بِعَشْرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ تَمَامُ السَّنَةَ
"Allah menjadikan (ganjaran) kebaikan itu sepuluh kali lipat, satu bulan sama dengan sepuluh bulan; dan puasa enam hari setelah hari raya ‘Idul Fithri merupakan penyempurna satu tahun".
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dengan lafazh :
صِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بِشَهْرَيْنِ فَذَلِكَ صِيَامُ السَّنَةِ
"Puasa bulan Ramadhan, (ganjarannya) sepuluh bulan dan puasa enam hari (sama dengan) dua bulan. Itulah puasa satu tahun".
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan lafazh :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَسِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَقَدْ صَامَ السَّنَةَ
"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan enam hari pada bulan Syawwal, berarti sudah melaksanakan puasa satu tahun".
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَأَتْبَعَه بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْرَ رواه البزار وأحد طرقه عنده صحيح
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengiringinya dengan enam hari dari bulan Syawwal, maka seakan dia sudah berpuasa satu tahun”. [Diriwayatkan oleh al Bazzar, dan salah satu jalur beliau adalah shahih].
Semua hadits di atas dinyatakan shahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, sebagaimana terdapat pada kitab Shahihut Targhibi wat Tarhib, no. 1006, 1007 dan 1008.
BalasHapusUntuk Tapak Islam
Hadis yang anda ketengahkan itu sudah di bahas baca lagi begitu juga artikel terkaitnya.
Kelihatannya ilmu Mustahalah hadits Anda masih tingkat i'dadi sangat jauh daripada fuqaha Mazhab, bukankah lemahnya hadits ini juga diikuti Muttabi' dan syawahid, adapun Malik bukan dijadikan dalil, itu disebabkan mazhab Ahli Al-Madinah dan sebagian daripada pengikut Hanifiyah tidak mendapatkan riwayat mengenai hal itu tetapi yang demikian bukan dalil menafikan shaum al-Syahrusy Syawal,
BalasHapusMaaf Al-Syaikh Ash-Shan'ani dalam Subulus Salam Syarah Bulughul Maram, dan Asy-Syaukani juga mensunnahkan puasa Sunnah enam hari bulan Syawal,sedangkan dalil Malik tidak berlandas sama sekali sebab Mazhab madinah dan juga Kufah tidak mendapatkan dalil sama sekali akan kesunnahannya daripada kalangan fuqaha di Suriah dan bagdad,
BalasHapusHadis enam hari puasa itu tidak populer di kalangan sahabat, jangan banyak bicara , tunjukkan bukti Rasul , istri - istrinya, Khulafaur rasyidin pernah berpuasa enam hari Syawal? Tidak usah beralih pada persoalan lain ya.
HapusInilah juga yang dikatakan oleh Imam Ibnu Abdil Barr bahwa hadits ini belum sampai kepada Imam Malik, seandainya beliau mengetahuinya, neiscaya beliau akan mengambilnya.
BalasHapushttp://abiubaidah.com/hadits-puasasyawal.html/