Oleh firmana putra
Mahasiswa jurusan ilmu komunikasi jurnalistik
UIN suska riau - salah satu member blog mantan kiyai NU
Indonesia belum mampu menjadi negara industri yang bisa mengoptimalkan kekayaan alam untuk kegiatan industri yang menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. Sebenarnya bahan baku yang dimiliki sebagian besar adalah milik umum yang seharusnya di kuasai oleh negara untuk kepentingan rakyatnya, namun justru lebih banyak dinikmati oleh pengusaha swasta termasuk perusahaan-perusahaan asing, ini dikarenakan negara ini menganut sistem kapitalisme sehingga pemerintah tidak mampu untuk berbuat banyak.
Praktik kepemimpinan dengan pendekatan kekuasaan ekonomi, akan melahirkan penindasan, kedzaliman, dan kerakusan. Kepemimpinan model seperti ini akan melahirkan ketakutan bagi para pemimpin yang sedang duduk kehilangan jabatan. Hal ini terjadi karena berindikasi turunnya jabatan akan menurunkan jumlah kekayaan, sehingga upaya mempertahankan kekuasaan dan memperbanyak kekayaan menjadi faktor penentu kelestarian pengaruh yang dimilikinya. Dan kebijakan untuk membagi hasil dengan kaum kapitalisme akan terlaksanakan. Apakah pemimpin yang seperti ini, akan mampu memimpin rakyatnya/bawahannya, dan apakah rakyat/bawahan mau dipimpin oleh seorang penakut seperti itu ?
Setiap orang adalah pemimpin terutama pempimpin bagi dirinya sendiri.
Pemimpin jika dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi “LEADER”, yang mempunyai tugas untuk me-Lead anggota disekitarnya. Bagi seorang manajer maka dia me-Lead rekan kerja dibawah gugus tugasnya. bagi seorang direktur/presiden direktur maka dia me-Lead lembaga yg dia pimpin. Bagi seorang kepala rumah tangga maka dia me-lead anggota rumah tangga mulai dari istri, dan anak-anaknya, Tahukan anda apa makna LEAD?
L:oyality, seorang pemimpin harus mampu membangkitkan loyalitas rekan kerjanya dan memberikan loyalitasnya dalam kebaikan. E:ducate, seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan pengetahuan pada rekan-rekannya. A:dvice, memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang ada D:isipline, memberikan ketauladanan dalam berdisiplin dan menegakkan kedisiplinan dalam setiap aktivitasnya.
Jika seorang pemimpin tidak memiliki mentor dengan prinsip, pola, dan perilaku kepemimpinan yang baik, kemungkinan besar ia juga tidak akan menjadi pemimpin yang baik. Tidak heran kita terus-menerus dikecewakan oleh pemimpin dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tiran menghasilkan tiran. Manipulator menghasilkan manipulator. Namun, sebaliknya juga benar, pemimpin-pelayan menghasilkan pemimpin-pelayan.
Teori Demokrasi modern yang mengakui kekuasaan negara berada di tangan rakyat, sesungguhnya sedang membuat garis pemisah antara rakyat yang memiliki kekuatan ekonomi dengan rakyat biasa, sehingga kepemimpinan lebih diarahkan kepada golongan masyarakat yang memiliki kekuatan tersebut (Kapitalism). Target demokrasi modern secara jelas terlihat sebagai teori penguasaan sumber-sumber ekonomi, dan peruntukannya hanya untuk golongan penguasa , sehingga bentuk-bentuk monopolistik, invasi, dan korupsi merupakan sebuah keharusan dalam praktik demokrasi, sebab praktik tersebut merupakan metoda untuk menguasai sumber-sumber ekonomi secara cepat dan merupakan metode pencapaian kekuasaan yang paling gampang. Mereka yang telah memiliki kekuasaan terhadap sumber-sumber ekonomi, maka dengan sangat gampang untuk mengendalikan rakyat, dan mereka dengan leluasa mengeksploitasinya.
Kegagalan system kapitalisme
Teramat banyak kegagalan sistem kapitalisme baik dalam bidang pemerintahan, politik luar negeri, hukum, ekonomi, dan pendidikan. Setidaknya ada tujuh hal yang menunjukkan kegagalan tersebut terutama dalam bidang ekonomi.
Pertama, Pemerintah mengklaim bahwa PDB terus tumbuh positif dan diperkirakan hingga 6 persen di tahun 2010. Padahal, inidikator makro tersebut pada faktanya merupakan pertumbuhan nilai tambah sejumlah sektor ekonomi yang bersifat agregat. PDB tidak pernah memperhitungkan siapa yang memproduksi barang tersebut apakah asing atau penduduk domestik, atau apakah pertumbuhan tersebut digerakkan oleh segelintir orang saja atau oleh mayoritas masyarakat. Besarnya jumlah PDB sama sekali tidak dapat menggambarkan kesejahteraan rakyat secara akurat. Buktinya meski PDB terbesar Indonesia terbesar ke-18 di dunia sebagimana yang terus dibangga-banggakan oleh pemerintah, namun indikator kesejahteraan Human Development Index (HDI) UNDP masih menempatkan Indonesia pada urutan ke 108 dari 169 negara.
Kedua, Pemerintah mengklaim penduduk miskin di Indonesia terus berkurang dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 13,3% atau 31 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Penduduk miskin menurut Pemerintah adalah penduduk yang pengeluaran perbulannya di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Pada 2010 nilanya Rp 211,726 perkapita perbulan. Dengan kata lain, jika seseorang berpendapatan Rp 220,000 maka ia tidak lagi dikategorikan sebagai orang miskin. Padahal dalam kehidupan materialisme seperti saat ini dimana hampir seluruhnya diukur dengan materi, pendapatan tersebut tentu sangat kecil. Wajar jika dalam realitas banyak orang yang mengalami kesulitan di bidang ekonomi namun tidak masuk dalam kategori miskin. Jika standarnya kemiskinan dinaikkan menjadi US$ 2/hari atau dibawah Rp 540,000 maka dengan menggunakan data Susenas 2010, sebanyak 63% penduduk Indonesia miskin. Pembanding lain, berdasarkan Survey Rumah Tangga Sasaran Penerima Bantuan Langung Tunai (BLT) oleh BPS tahun 2008 diperkirakan 70 juta orang yang masuk kategori miskin dan hampir miskin (near poor). Angkanya lebih tinggi lagi jika dilihat dari penduduk yang membeli beras miskin pada 2009 yang mencapai 52 persen atau 123 juta orang.
Ketiga, Pemerintah juga mengklaim bahwa pelayanan di bidang kesehatan juga telah mampu memberikan jaminan kesehatan pada masyarakat miskin. Padahal berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasoinal 2009, hanya 44 persen penduduk di Indonesia yang melakukan obat jalan baik ke RS Pemerintah, RS swasta maupun ke Puskesmas atau klinik. Sebagian besar dari mereka justru melakukan pengobatan sendiri. Meski tidak ada rincian mengenai alasan mereka, namun sebagian dari mereka tentu merupakan orang-orang yang tidak mampu menjangkau layanan kesehatan yang bersifat komersil. Kalaupun orang-orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui Jamkesmas atau Kartu Miskin jumlahnya masih sangat kecil yakni sebesar 16,7 persen. Selain itu banyak dari penerima pelayanan kesehatan gratis tersebut tetap terbebani karena masih harus membayar berbagai biaya dari pelayanan kesehatan yang mereka dapatkan dan harus melakukan proes administrasi yang rumit dan berbelit-belit. Akibatnya, banyak penduduk yang menderita berbagai penyakit namun karena tidak mampu berobat dan tidak mimpi mengurus pelayanan kesehatan gratis terpaksa terus menanggung penyakit mereka hingga tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia.
Keempat, Pemerintah juga kerap berbangga bahwa 20% dari APBN disalurkan untuk sektor pendidikan. Padahal dalam kenyataannya masih sangat melimpah anak usia sekolah yang tidak mampu mengecap bangku pendidikan yang masih teramat mahal bagi mereka. Betul bahwa sebagian besar penduduk usia SD telah mengecap pendidikan, namun di tingkat SMP dan SMU jumlahnya masih sangat rendah yang masing-masing sebesar 67 persen dan 45 persen (Susenas, 2009). Penyebab rendahnya partisipasi tersebut tidak lain karena keterbatasan biaya yang mereka miliki serta sarana pendidikan yang disediakan pemerintah yang belum memadai. Belum lagi isi kurikulum yang terbukti menyebabkan anak didik menjadi sangat sekuler sehingga jauh dari nilai-nilai Islam. Tidak heran jika berbagai tindak kejahatan seperti korupsi yang berkembang luas di tengah-tengah masyarakat justru banyak dilakukan oleh orang-orang terdidik.
Kelima, Pemerintah juga sering membanggakan penurunan jumlah angka pengangguran. Dari data statistik Tenaga Kerja BPS memang menunjukkan penurunan jumlah pengangguran secara persisten hingga menjadi 7,14% atau 8,3 juta angkatan kerja. Padahal jika dicermati definisi tenaga kerja yang digunakan oleh BPS jumlah tenaga kerja tersebut hanya memotret mereka yang berkerja minimal satu jam perhari dalam seminggu terakhir. Termasuk pula mereka yang membantu bekerja namun tidak dibayar. Dengan demikian, para pengatur lalu lintas ’swasta’, atau kuli yang bekerja minimal sejam perhari dalam satu minggu terakhir disebut sebagai tenaga kerja. Dengan kriteria demikian, maka sangat wajar jika angka penggangguran diklaim terus menurun namun tingkat kesejahteraan rakyat tidak membaik. Apalagi seiring dengan kegagalan pemerintah mengendalikan inflasi khususnya administered inflation (barang yang harganya diatur oleh pemerintah) seperti BBM dan TDL dan volatile inflation (inflasi barang yang bergejolak) seperti pangan, membuat pendapatan riil mereka yang bekerja terus menurun. Harga-harga membumbung tinggi sementara pendapatan nomil tidak berubah.
Keenam, Pemerintah juga mengklaim bahwa utang negara terus berkurang. Rasio utang terhadap PDB menurun hingga 26%. Terlepas dari perdebatan mengenai kepantasan menggunakan PDB sebagai alat ukuran besaran utang, namun yang pasti nominal utang Indonesia dari tahun ke tahun terus membengkak. Per Desember 2010 misalnya berdasarkan Data Departemen Keuangan, total utang pemerintah Indoneisa mencapai Rp 1675 triliun. Akibatnya APBN yang semestinya dialokasikan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat justru 20 persennya (Rp249 dari Rp1,230 triliun) terkuras untuk membayar pokok utang dan bunganya. Angka ini melampaui anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan berbagai bentuk subsidi seperti pangan, pupuk, listrik dan BBM.
Ketujuh Neraca Perdagangan Indonesia juga diklaim terus mengalami peningkatan oleh Pemerintah. Bahkan, nilai ekspor Oktober 2010 disebut-sebut paling tinggi dalam sejarah Indonesia yang menembus US$14 miliar. Memang ekspor Indonesia masih lebih besar daripada impornya. Namun demikian komoditas utama yang diekspor oleh Indonesia merupakan hasil sumber daya alam yang berbentuk bahan mentah atau setengah jadi. Mirip-mirip pada era kolonial, di mana Indonesia menjadi pengekspor utama rempah-rempah ke Eropa. Bedanya komoditas ekpsor kini lebih banyak bahan baku energi seperti migas, batu bara, bij besi, nikel dan minyak sawit.
Ini menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu menjadi negara industri yang dapat mengoptimalkan bahan baku tersebut untuk kegiatan industri yang menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. Selain itu, komoditas sumber daya alam tersebut sebagian besar merupakan kekayaan milik umum yang dalam pandangan Islam seharusnya dikuasai oleh negara. Namun karena negara ini menganut sistem kapitalisme, kekayaan yang diperoleh dari penjualan tersebut justru lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha swasta termasuk perusahaan asing-asing. Walhasil rakyat Indonesia betul-betul menderita hidup dengan aturan kapitalisme sekuler. Semestinya kegagalan sistem kapitalisme dalam mensejahterahkan rakyat dengan penuh keberkahan tidak perlu terus berulang lagi jika rakyat Indonesia mau menjalankan tatanan kehidupan Islam yang sejalan dengan tuntunan aqidah mereka yakni sistem Khilafah Islam. Wallahu a’lam bishawab (Dr .Arim Nasim, Ketua Lajnah Mashlahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia)
Kepemimpinan Menurut Alquran
Pada masa kebangkitan peradaban, dimana Nabi Muhammad menjadi Rosululloh dimuka bumi ini, mengusung model kepemimpinan yang ditujukan untuk mengubah paradigma kepemimpinan tidak beradab. Model kepemimpinan Muhammad ditujukan bahwa pemimpin dan perangkat kepemimpinannya merupakan sosok yang membawa rakyat sebagai manusia yang merdeka dan beradab, serta sumberdaya alam dikelola untuk kesejahteraan manusia (rakyat). Sehingga seorang pemimpin sejatinya merupakan manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan moral, serta memiliki kemampuan leadership untuk membawa rakyatnya mampu memanfaatkan potensi dirinya untuk mandiri dan bermanfaat bagi diri dan masyarakat, dan membawa rakyatnya mampu mengelola sumberdaya yang dimiliki negaranya untuk kesejahteraan rakyat banyak tampa memberikan peluang kepada kapitalisme.
Kepemimpinan Menurut Al-Qur’an Dalam suasana kepemimpinan yang tak jelas arahnya, tak jelas aturan dan kreterianya, maka perlulah kita menyimak kembali petunjuk-petunjuk dari Al-Qur’an. Paling tidak, mengambil aspirasi dari Al-Qur’an dan tuntunan Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa). Dalam suasana yang tak menentu ini, bisa jadi kursi kepemimpinan mengantarkan kita pada kejahilan dan kesengsaraan, kezaliman dan penindasan, kefakiran dan kemiskinan, kemaksiatan dan kehinaan, dan lainnya. Mengapa tidak? Karena seorang pemimpin pemegang kendali gerak kemana rakyat dan bangsa akan digulirkan, ke barat atau ke timur, kejurang atau kemuliaan, kesengsaraan atau kebahagiaan. Kaidah rasional menjelaskan bahwa kepatuhan umat pada pemimpin yang zalim akan menyebaban mereka digiring pada kesengsaraan dan kehinaan.
Ini telah dibuktikan dalam sepanjang sejarah manusia, dan akan berulang pada kehidupan manusia berikutnya. Al-Qur’an menyebutkan, kenyataan inilah yang menyebabkan turunnya bala’ dan malapetaka, dan Allah swt layak menurunkan azab pada umat manusia. Seorang pemimpin yang zalim, menyengsarakan kehidupan rakyat secara lahir dan batin, ia dan para pendukung serta pemilihnya telah berada pada titik murka Allah swt yang dosanya tak terampuni kecuali ia mampu dan telah menghibur jerit-tangis batin rakyatnya, membahagiakan kesengsaraan mereka; mengentaskan mereka dari kemiskinan dan kefakiran, menyelamatkan mereka dari lembah kehinaan dan kemaksiatan karena kemiskinan.
Belum lagi dosa dan penentangan yang secara langsung diarahkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena itulah, kepemimpinan adalah puncak segalanya: puncak kemuliaan sekaligus puncak kehinaan, puncak keutamaan dan sekaligus puncak dosa. Kepemimpinan dalam Al-Qur’an disebutkan dengan istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan, kezaliman dalam mengambil keputusan dan aplikasinya. Seorang pemimpin harus mengatahui keadaan umatnya, merasakan langsung penderitaan mereka. Seorang pemimpin harus melebihi umatnya dalam segala hal: keilmuan dan perbuatan, pengabdian dan ibadah, keberanian dan keutamaan, sifat dan prilaku, dan lainnya.
Al-Qur’an menjelaskan bahwa seorang pemimpin tidak pantas mendapat petunjuk dari umatnya, seorang pemimpin harus berpengetahuan dan memperoleh petunjuk sebelum umatnya. Bahkan Al-Qur’an menegaskan seorang pemimpin harus mendapat petunjuk langsung dari Allah swt, tidak boleh mendapat petunjuk dari orang lain atau umatnya apa lagi harus mengikuti kemauan kaum kapitalis yang berdampak kepada ummat. Artinya seorang pemimpin harus mampu membawa rakyatnya memanfaatkan potensi dirinya untuk mandiri dan bermanfaat bagi rakyat, dan membawa rakyat untuk mampu mengola sumber daya yang dimiliki negaranya untuk kesejahteraan rakyat banyak tampa memberikan peluang kepada kapitalisme.[1]
Diposkan oleh firmana putra,Sy di 03:38
Komentarku ( Mahrus ali )
Kaum kapitalisme adalah kaum terlaknat
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ(276)
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Baqarah 276
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا(161)
dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. Nisa` 161
Dalam suatu hadis di jelaskan sbb :
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَآكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَنَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَكَسْبِ الْبَغِيِّ وَلَعَنَ الْمُصَوِّرِينَ
Nabi SAW melaknat wanita yang mentato, minta di tato ,pemakan riba , yang memberi makan riba . Beliau melarang hasil penjualan anjing , bayaran wanita zina dan melaknat orang – orang yang memfoto atau menggambar [2]
Seorang dimanapun dan kapanpun yang menggunakan sistim riba , hakikatnya dia adalah mengikuti sistim kapitalis yang kafir dan terlaknat persis dengan harapan Iblis . Bila sistim tersebut masih berjalan di suatu negara , maka ia mempersiapkan dirinya untuk kesengsaraan rakyatnya , kerugian dan terjauh dari hukum Allah dan mendekat dengan harapan setan lalu itulah tujuan bos – bos di barat atau yahudi Israil . Negara itu selalu menyudutkan ajaran agama Islam , memuja ajaran sekuler , kapitalis yang kafir , menangkapi aktivisnya dan memelihara aktivis – aktivis yang pero barat . Hal itu di lakukan karena hawatir tidak mendapatkan suntikan dana dari para bossnya yang kafir dan yahudi di barat, terjauh dari rahmat Allah bahkan menjadi musuhNya dan pimpinannya akan mengalami sengsara kelak di akhirat.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan