Aep saepulloh darusmanwiati
menyampaikan dalam artikel kemarin sbb
Imam Hasan berkata: "Para sahabat sujud di atas sorban dan penutup kepala,
sedangkan kedua tangannya berada di tangan bajunya".
Demikian di antara hadits shahih
yang menjadi dalil sah dan bolehnya shalat atau sujud di atas sajadah atau
sejenisnya
Komentarku ( Mahrus ali):
كَانَ
الْقَوْمُ يَسْجُدُوْنَ عَلَى الْعِمَامَةِ وَالْقَلَنْسُوَةِ وَيَدَاهُ فِيْ
كَمِّهِ
"Dahulu kaum itu (para sahabat)
bersujud pada surban, dan kopyah haji, sedang kedua tangannya pada lengan
bajunya". [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab
Ash-Sholah: Bab As-Sujud ala Ats-Tsaub fi Syiddah Al-Harr
(1/150) secara mu'allaq dengan shighoh jazm, Abdur Razzaq
dalam Al-Mushonnaf (1566)]
Komentarku ( Mahrus ali):
Imam Bukhari meriwayatkannya secara muallaq tanpa sanad, jadi tidak boleh dibuat pedoman, buang
saja, jangan di ambil lagi. Abaikan, jangan dibuat bahan pertimbangan. Statemen
tsb adalah sebuah kedustaan yang menyesatkan, bukan kejujuran yang membawa
kebenaran. Kapan para sahabat bersujud kepada
kopyah haji dan sorbannya. Saya
mencari hadis – hadis sahih yang
menyatakan bahwa para sahabat melakukan sujud di sorban, kopyah dan tangannya
tidak menyentuh tanah tapi berada
di lengan bajunya, saya tidak menjumpainya. Malah saya menjumpai mereka bersujud ke tanah langsung bukan di
sajadah, kramik atau tikar. Ini harus diperhatikan, jangan sampai di abaikan.
Karena ini adalah masalah agama, bukan masalah keduniaan. Bila kta mengabaikan masalah keduniaan , kita juga akan menyesal, rugi, apalagi ini masalah keagamaan, kita kelak akan menyesal dan tiada kebahagiaan selamanya.
Abu Abdillah al Kindi berkata:
الأحوط للعبادة وهي الصلاة عدم السجود
وعلى الجبهة شيء يغطيها من عمامة أو غترة ، لأن الشافعية ومن وافقهم يقولون ببطلان
الصلاة .
ويكفي عند الشافعية أن يكون جزء من الجبعة مكشوفاً لصحة السجود .
ويكفي عند الشافعية أن يكون جزء من الجبعة مكشوفاً لصحة السجود .
Yang paling hati dalam beribadah
yaitu salat hendaklah jangan bersujud
sedang di dahi terdapat sesuatu yang menutupinya seperti
sorban atau qutrah ( kain penutup kepala orang Saudi – lalu
dikerudungkan ). Karena kalangan
ulama madzhab Syafii, menyatakan salat batal karenanya.
Menurut madzhab Syafiiyah sebagian
dahi harus terbuka untuk sujud.
Komentarku ( Mahrus ali):
Tuntunannya bukan dahi saja, tapi
bersujudlah ke tanah langsung, sekalian tangan dan dahi menyentuh ke tanah agar
tampak rendah diri kepada Allah bukan sombong kepadaNya lalu bersujud di rumah
tingkat.
Aep saepulloh darusmanwiati
menyampaikan dalam artikel kemarin sbb
Kemudian, perlu juga saya sampaikan,
bahwa dalil-dalil yang diutarakan dalam pertanyaan di atas, bukan sebagai
batasan bahwa sujud itu harus nempel langsung ke tanah, dan jika tidak, maka
shalatnya tidak sah. Ini hemat saya, tidak tepat.
Dalam penetapan sebuah hokum, kita
tidak boleh terjebak hanya dengan melihat satu atau beberapa hadits lain. Tapi
kita perlu melihat banyak hadits lainnya, sehingga keputusan hokum yang
dihasilkan tidak terkesan literal.
Komentarku ( Mahrus ali):
Ternyata kamu yang katanya banyak membaca hadis
- hadis tentang masalah salat ini juga melenceng dalam memberikan keterangan kepada publik
yang kelak akan membahayakan kepada pribadimu sendiri. Dan kamulah yang akan
membawa dosanya dengan membolehkan orang
untuk melakukan salat dengan sajadah ,
tikar, kramik dll. Pada hal keterangan anda ini terkesan berlandaskan
perhitungan hawa nafsu - yaitu
ingin tidak bertentangan dengan budaya lokal atau internasional.
Mana
dalilnya Rasulullah SAW pernah
melakukan salat wajib di atas tikar? Ini sangat penting untuk landasan memperbolehkan. Jangan melarang
atau memperbolehkan tanpa dalil.
Ingat ayat ini:
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ
الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ(116)
Dan janganlah kamu mengatakan
terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan
ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.
Nahel.
Anda menyampaikan hadis lagi sbb:
عَنْ عَائِشَةَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهِيَ مُعْتَرِضَةٌ فِيمَا بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ عَلَى فِرَاشِ أَهْلِهِ اعْتِرَاضَ الْجِنَازَةِ } وَفِي
لَفْظٍ عَنْ عِرَاكٍ عَنْ عُرْوَةَ " { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَعَائِشَةُ مُعْتَرِضَةٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
الْقِبْلَةِ عَلَى الْفِرَاشِ الَّذِي يَنَامَانِ عَلَيْهِ } [أخرجه البخاري
Artinya: "Dari Aisyah, adalah
Rasulullah saw beliau pernah shalat di atas kasur (tikar, hampar) keluarganya,
sedangkan Aisyah terlentang seperti mayat, di antara Rasulullah saw dan arah
kiblat". Dalam riwayat dari 'Irak dari Urwah, bahwasannya Rasulullah saw
shalat di atas kasur yang biasa dipakai tidur oleh Rasulullah dan Aisyah,
sementara Aisyah terlentang di antara beliau dengan kiblat" (HR. Bukhari).
Komentarku ( Mahrus ali):
Itu salat sunat di kamar bukan salat wajib di masjid. Untuk salat sunah
silahkan mengenakan sajadah, tapi untuk salat wajib, jangan. Memang
tuntunannya begitu. Kita ikut saja pada
tuntunan bukan kepada tontonan.
Bersambung. ………..
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan