fi sabilillah
Ukasyah Senin, 18 Zulqa'dah 1434 H /
23 September 2013 09:47
Kepentingan Jihad fi sabilillah
Oleh: Ustadz Abu Jibriel Abdul
Rahman
Wakil Amir Majelis Mujahidin
(Arrahmah.com) - Ya ayyuhal ikhwah, sebagaimana
kita mengetahui bahwa kehadiran Islam dikhususkan untuk mengembalikan dan
membetulkan keadaan yang telah dirusak oleh sistem jahiliyah, membebaskan
manusia dari “úbudiyyah” (penyembahan) sesama manusia kepada “ubudiyyah” Allah
Ta’ala semata, mencabut dan menumbangkan sistem hidup jahiliyah, serta
menegakkan sistem dan hukum Allah Ta’ala di muka bumi. Adalah Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyeru dan mendakwahkan Islam kepada
manusia, beliau memulakannya dengan da’wah bil haq, kemudian menyusulinya
dengan al-Jihad fie sabilillah.
Dengan dakwah, beliau menerangkan
kebenaran Islam, dan dengan Jihad beliau menundukkan para penentang-penentang
dakwah tersebut. Begitulah Islam tersebar ke seluruh pelosok bumi dan seantero
dunia mengikut kaidah asal yang menjadi sunnah Rasulullah. Setelah kewafatan
beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, kaidah asal itu dikekalkan oleh para
sahabat-sahabat yang mulia diikuti oleh tabi’ien dan tabi’ut tabi’ien dan akan
terus dikekalkan sebagaimana pada peringkat awalnya, sehingga Islam menjadi
asas segala sesuatu dan al-Jihad adalah puncaknya. Sabda Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam,
أَلَا أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الْأَمْرِ كُلِّهِ
وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَأْسُ
الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ.
“Sukakah engkau kabarkan yang menjadi ketua (kepala) segala urusan (pekerjaan),
tiang-tiangnya (penguat-penguatnya) dan puncak ketinggiannya?” Aku (Mu’adz bin
Jabbal) berkata: “Baiklah ya Rosulullah.” Sabdanya: “Kepala segala urusan ialah
Islam, tiang-tiang penguatnya ialah sholat dan puncak ketinggiannya ialah al-Jihad.”
(HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih)
Dari AbuDzar al-Ghifari radliyallahu
‘anhu berkata:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَجِهَادٌ فِي
سَبِيلِهِ
Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, amal
ibadah apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan
berjihad di jalan-Nya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Di dalam hadits-hadits di atas, Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam
memberitahukan bahwa segala urusan, seperti urusan pribadi, rumah-tangga,
masyarakat, hingga kepada urusan pemerintahan, hendaklah berada di bawah naungan
Islam dan syari’at-Nya. Apabila urusan-urusan itu berada di bawah naungan Islam
dan syari’at-Nya, pasti selamat sejahtera dan bahagia, sebaliknya jika urusan-urusan
itu terlepas dari Islam dan tidak mau melabelkannya dengan nama Islam dan
menolak syari’at-Nya, maka lambat-laun urusan itu pasti hancur dan binasa.
Selanjutnya hadits diatas
menerangkan “Puncak ketinggian Islam adalah Jihad”. Kalau Islam itu diumpamakan
sebuah gunung, maka puncak gunung yang tinggi itulah Jihad. Permisalan ini
serupa dengan rumah dan atapnya. Apakah arti sebuah rumah yang tak beratap? Tentulah
rumah itu belum sempurna dan tidak boleh didiami dan ditempati karena ia belum
siap keseluruhannya. Demikianlah pentingnya urusan al-Jihad di dalam Islam yang
karenanya al-Qur’an dan Sunnah telah membahasnya dengan begitu sistematik, terperinci
dan mendalam. Umat Islam yang telah mendalami pengetahuan tentang al-Qur’an dan
Sunnah, maka mereka sangat mencintai dan menyukai amalan Jihad fie sabilillah.
Dan orang yang paling sempurna pengetahuannya
dan paling tinggi kedudukannya dan paling mendalam cintanya terhadap al-Jihad
adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berjihad karena Allah
dengan sepenuh hatinya, jiwa dan raganya, dengan pedang dan tombaknya, dengan
dakwah dan keterangannya. Seluruh waktunya tercurah untuk berjihad, sejak
beliau diutus sehingga wafat, tidak ada waktu tersisa melainkan untuk berdakwah
dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Karena itulah beliau mendapat kedudukan
yang paling tinggi di sisi Allah Ta’ala dan paling banyak diingati manusia
dalam persoalan Jihad ini. Allah Ta’ala memerintahkan agar beliau berjihad
semenjak diutus menjadi Rasul, seperti firman-Nya:
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ
جِهَادًا كَبِيرًا
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang
kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar.” (QS. al-Furqan, 25: 52)
Ini adalah ayat Makiyyah (yang
diturunkan di Makkah) agar beliau berjihad dengan keterangan sebagaimana beliau
diperintahkan untuk berjihad melawan orang munafiq dengan hujjah yang justru
jauh lebih susah daripada menghadapi orang-orang kafir dengan jihad pedang. Dan
manakala baginda telah berada di Madinah, beliau diperintah berjihad untuk
menentang kafir dan musyrik dengan firman-Nya,
انفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا
وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ
تَعْلَمُونَ
“Berangkatlah kamu baik dalam
keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu
di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. at-Taubah, 9: 41)
Baginda shalallahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda,
جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ.
“Berjihadlah kamu melawan orang-orang
musyrik dengan harta-bendamu, tanganmu dan lisanmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan
Nasa’i)
Keadaan demikian ini akan berterusan
hingga datangnya hari Qiyamat. Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلْجِهَادُ مَاضٍ فِى اُمَّتِى إِلَى قِيَامِ
السَّاعَةِ.
“Jihad akan berkekalan atas ummatku
sehingga datangnya hari Qiyamat.”
Hadits diatas serupa dengan hadits
berikut,
لَنْ يَبْرَحَ هَذَا الدِّينُ قَائِمًا
يُقَاتِلُ عَلَيْهِ عِصَابَةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ.
“Agama ini akan sentiasa tegak, akan
berperang atasnya segolongan kaum Muslimin sehingga datangnya hari Qiyamat.” (HR.
Muslim)
Lalu bagaimana kenyataan kehidupan
umat Islam hari ini yang belum mengamalkan al-Jihad sebagai puncak ketinggian
Islam? Ya… Umat Islam tidak dapat mengamalkan syari’at Islam yang paling tinggi,
mulia dan paling adil. Ummat Islam tidak dapat merasakan keindahan dan keadilan
Islam, ketinggian dan kemuliaannya secara total dan menyeluruh. Karena sesungguhnya
keindahan, keadilan, ketinggian dan kemuliaan Islam terletak di dalam aqidah, akhlaq
dan syari’atnya. Ketiga-tiganya merupakan satu ikatan, memisahkan salah-satunya
bermakna tidak mengamalkannya secara benar dan seksama, dan akhirnya Islam
kelihatan tidak indah, adil dan sempurna. Bukankah umat Islam sudah mengamalkan
sholat, puasa, zakat dan haji?
Bukankah umat Islam telah memiliki
sekolah-sekolah, madrasah, universitas, dan lembaga-lembaga pendidikan yang
sangat banyak bertebaran di muka bumi? Bukankah umat Islam telah terlibat dalam
sistem politik bersama-sama dengan orang-orang yang berpolitik di seluruh dunia?
Bukankah umat Islam telah mampu meraih jawatan-jawatan tinggi negara di
sebagian negara-negara di dunia sebagai Raja, Presiden, Perdana Menteri dan
menteri-menteri di dalam pemerintahan? Tetapi mengapakah umat Islam masih
dihina, ditindas, dianiaya (dizalimi), dibunuh, ditangkap, dipenjarakan, disiksa,
dibantai, dibunuh dimana-mana, bahkan hendak dijadikan minoritas dalam
jumlahnya yang mayoritas?
Suara umat Islam melaung-laung di
seluruh dunia, “Bebaskan umat Islam Palestina dari keganasan Yahudi”, “Bebaskan
umat Islam dari serangan Zionis dan orientalis Nasrani dan Kristian”, “Hentikan
pembantaian dan penangkapan pemuda-pemuda Islam yang berjihad!”, “Tangkap para
pengganas, hancurkan Amerika dan Israil!” Adakah Yahudi dan Nasrani dan
penguasa zalim pro-Yahudi dan Nasrani berhenti dari kezaliman dan kekejamannya
hanya dengan suara-suara dan demonstrasi di jalan raya? Akankah laungan-laungan
tersebut membuat mereka terperangah dan menyadari tindakan-tindakan anarkis
yang mereka ciptakan? Oooh…! Mereka tidak akan berhenti, mereka tidak akan
perdulikan suara laungan dan demonstrasi, mereka tidak takut dengan konggres, muktamar,
simposium dan segenap pertemuan yang acapkali diselenggarakan umat muslim. Sadarilah
wahai saudaraku, bahwa yang mereka takuti hanya satu: itulah al-Jihad fie
sabilillah.
Oleh sebab itulah para penjajah dan
orientalis Yahudi dan Nasrani dari sejak dahulu hingga sekarang dan sehingga
akhir nanti menjadikan isu Jihad sebagai isu keganasan dan kejahatan, dan
memperalat pemimpin-pemimpin umat Islam yang pro mereka di seluruh negara yang
majoriti penduduknya Islam supaya menyambut seruannya tersebut, untuk bersama-sama
dengan mereka memerangi dan menangkap umat Islam yang melaungkan dan menghidup-suburkan
semangat Jihad fie sabilillah di mana saja mereka berada.
Dan pada waktu yang sama sebahagian
besar umat Islam termasuk pemimpin-pemimpinya belum sepakat bahwa Jihad adalah
puncak ketinggian Islam, benteng kekuatan yang akan menghalangi dan melindungi
Islam dan umatnya dari serangan musuh, baik dari dalam maupun dari luar. Umat
Islam belum sepakat bahwa sebuah rumah dan segala perabot-perabotnya yang ada
di dalamnya akan selamat dan terjaga dengan baik apabila rumah tersebut
tertutup rapat dengan atap yang baik dan kuat.
Andainya mereka sudah bersepakat
bahwa al-Jihad adalah puncak ketinggian Islam sebagaimana yang telah
dipraktikkan dan diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan
ummat Islam telah meyakini perkara tersebut dengan seyakin-yakinnya, maka pada
saat itulah kenyataan ummat Islam akan berubah, mereka akan bangun dan bangkit
dari tidurnya, lalu berjalan di seluruh pelosok bumi yang telah diangkat Islam
daripadanya, kemudaian mereka akan menanam benih yang unggul pada setiap
jengkal tanah yang subur yang disirami air yang segar dan kaya dengan unsur-unsur
hara tanaman. Di saat itulah kelak permukaan bumi ini akan hijau menyubur
dengan seruan jihad dan kerinduan sebagai syuhada’, insya Allah. Maka
kebangkitan dan kehadiran al-Mujahidin dan al-Mujahidah menjadi harapan dan
kerinduan yang tiada pernah berakhir.
Memang musuh-musuh Islam yang
bertujuan jahat telah menuduh Islam sebagai agama yang bertentangan. Mereka
mendakwa bahwa Islam memaksa dengan mata pedang dan dalam waktu yang sama Islam
menetapkan dasar: “Tidak ada paksaan di dalam agama”. Sebahagian musuh-musuh
Islam yang lain berpura-pura mempertahankan Islam dengan menolak tuduhan itu, sedangkan
tujuan mereka yang sebenarnya ialah mereka berusaha secara jahat untuk
meredamkan semangat Jihad di dalam hati orang Islam.
Mereka memperkecil-kecilkan amal
Jihad ini di dalam sejarah Islam dan di dalam kebangkitan dan perkembangannya. Mereka
menyarankan secara tidak jujur, halus dan lihai kepada kaum Muslimin bahwa
mereka tidak perlu lagi menggunakan dan meneruskan amalan Jihad ini di masa
yang akan datang, sebab tidak sesuai dan sejalan dengan perkembangan politik, sosial
dan budaya abad modern.
Kedua-dua golongan itu adalah
golongan orientalis yang bekerja dalam satu bidang untuk memerangi Islam, mengacaukan
sistemnya dan membunuh sasaran-sasarannya yang menarik dalam hati kaum Muslimin
supaya mereka terselamat dari kebangkitan semangat Jihad ini yang mereka tak
pernah sekalipun dapat menahannya di mana-mana.
Mereka kini telah merasa aman dan
tenteram sejak mereka dapat melumpuhkan semangat Jihad itu dengan berbagai-bagai
cara, mereka telah melakukan serangan-serangan ganas terhadap semangat Jihad di
mana-mana tempat di seluruh pelosok bumi. Mereka telah mencampakkan ke dalam
hati ummat Islam bahwa peperangan di antara penjajah dengan negeri mereka
bukanlah sekali-kali peperangan agama yang memerlukan Jihad, malahan peperangan
itu ialah peperangan ekonomi, sumber daya dan bahan-bahan mentah serta strategi-strategi
ketenteraman, oleh sebab itu tidak memerlukan Jihad.
Perihal Islam telah menghunus pedang,
berjuang dan berjihad sepanjang sejarahnya adalah bukan untuk memaksa seseorang
memeluk Islam, tetapi untuk memelihara dan menjamin segala perkara yang menjadi
matlamat-matlamat Jihad itu sendiri yang kesemuanya memerlukan Jihad. Diantara
tujuan-tujuan jihad dengan qital adalah untuk menyaring orang-orang mukmin yang
benar dari orang-orang mukmin yang palsu.
Sesungguhnya Jihad adalah amalan
yang paling berat dan paling sukar di hadapan jiwa, perasaan dan hawa nafsu manusia.
Dalam Bashaairun Nashr hal. 84, berkata asy-Syahid Dr. Abdullah ‘Azzam:
“Sesungguhnya Jihad fie sabilillah
adalah seberat-berat urusan yang dihadapi oleh manusia dan merupakan urusan
yang paling sukar. Tidak akan mampu memikulnya kecuali hanya segelintir manusia.
Oleh itu sesungguhnya Allah telah menyediakan balasan yang pasti diterima
karena kesungguhan dan kepayahannya.”
Dan berkata al-Ustadz Sa’id Hawa: “Sesungguhnya
Jihad ini tidak akan dapat tegak dan terlaksana dengan segala tuntutannya, dan
tidak akan mampu serta kuat berjalan di atas jalan Jihad kecuali oleh orang-oarang
yang tidak memperdulikan celaan-celaan orang-orang yang mencela di dalam Dzat
Allah, karena Allah dan di jalan Allah. Demikian juga Jihad yang ikhlas itu
tidak akan terwujud dan terbukti di hadapan manusia melainkan dia dapat
membebaskan diri (terselamat) dari ujian hidup dunia, dan dia memiliki ilmu (yang
memadai).” (Kitab Jundullah Tsaqofatan wa Akhlaaqon)
Karena sukar dan beratnya perjalanan
Jihad ini, maka tidak banyaklah manusia yang berminat di dalamnya dan ikut
serta bergabung dengannya, meskipun ia menjanjikan ganjaran yang sangat besar
dan balasan syurga. Al-Jihad merupakan barometer iman (alat pengukur iman), untuk
menentukan shahih dan dhaifnya, tulen dan palsunya, ikhlas dan pura-puranya
sehingga dapat diketahui dengan jelas dan terang siapa mukmin sejati dan siapa
munafiq yang berpura-pura.
Allah Ta’ala berfirman:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تُتْرَكُوا وَلَمَّا
يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِن دُونِ
اللَّهِ وَلَا رَسُولِهِ وَلَا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً ۚ
وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang
yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia
selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. at-Taubah; 9: 16)
Ayat ini memberi pengarahan tentang
sunnah Allah sejak dahulu kepada orang-orang mukmin bahwa seseorang tidak layak
masuk dan bertempat tinggal di dalam syurga melainkan setelah lulus, sukses dan
berjaya menghadapi segala ujian dan halangan dalam membela dan mempertahankan
aqidahnya dari penindasan dan kekejaman musuhnya dari golongan musyrikin dan
kafirin.
Untuk balasan syurga inilah mereka
mesti bersedia memikul penderitaan, kesukaran, kesempitan, kesengsaraan dan
kemelaratan serta kesakitan serta kehilangan jiwa. Sehingga apabila mereka
sudah mantap dan tidak goncang aqidahnya tatkala datang berbagai ujian dan
rintangan serta tidak merasa hina dan putus asa di bawah tekanan dan ancaman
bala-bencana, maka layaklah mereka mendapat pertolongan Allah, dan bilakah
datangnya pertolongan Allah? Ingatlah senantiasa bahwa sesungguhnya pertolongan
Allah itu amat dekat!
Pertolongan antara ujian dan
kesabaran menghadapinya akan memberikan kekuatan pada jiwa, akan mengangkat
derajatnya serta akan membebaskannya dari segala penderitaan, dan
menenteramkannya dari segala kesusahan dan kesedihan. Setelah orang-orang
mukmin berjihad dan bersabar menghadapi segala rintangan dan tekanan-tekanan
dahsyat dalam perjalanan Jihadnya, dan dia berjaya mengatasinya dengan baik
tanpa merasa hina dan putus-asa, di saat itulah Allah menetapkannya sebagai
seorang mujahid yang sabar yang melayakkannya sebagai pewaris syurga penuh
kenikmatan.
Allah Ta’ala berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن
يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2)وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ
صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)
“Apakah manusia mengira bahwa mereka
mengira akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman”, dan
mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka,
maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang
yang berdusta.” (QS. al-Ankabut, 29: 2-3)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah
menguji orang mukmin dengan berbagai cobaan dan ujian supaya diketahui dengan
nyata melalui ujian-ujian tersebut siapakah yang benar-benar layak disebut
mujahid yang sabar untuk diberikan ganjaran yang sesuai dengan janji Allah atau
agar diketahui siapa yang berpura-pura berjihad. Setelah diuji sedikit sahaja
kelihatan segala kejahatan dan keburukan hati dan perangainya.
Dengan Jihadlah Allah menampakkan
mukmin yang sebenar-benarnya dan munafiq yang dusta dan khianat, akan kelihatan
mukmin yang pemberani dan mukmin yang pengecut, akan kelihatanlah mukmin yang
memiliki kemampuan-kemampuan dan potensi yang besar dan hebat, dan akhirnya
Jihad itu akan membuktikan jati diri seseorang mukmin yang setulen-tulennya.
Apabila tegak Jihad, maka
bermunculanlah segala kebaikan dan keberkahan hidup. Dengannya Allah akan
menjadikan di antara orang-orang mukmin itu sebagai syuhada’ yang berbahagia
dalam berbagai kenikmatan syurga dan menjadikan orang-orang kafir binasa dan
celaka. Dengannya pula Allah akan mengobati dan menyembuhkan sakit hati orang-orang
mukmin atas perlakuan jahat orang-orang kafir yang membantai dan menyiksa orang-orang
beriman yang lemah dari kalangan anak-anak, wanita-wanita dan lelaki yang tidak
berdaya (lanjut usia). Tanpa semua itu orang-orang beriman akan senantiasa
berada dalam ketakutan, kesedihan, penderitaan dan malapetaka.
Demikian Allah Ta’ala mensyaratkan
Jihad itu mestilah di jalan-Nya (sabilullah) dan tidak boleh sama-sekali di
jalan selain-Nya. Kalimat “fie sabilillah” inilah yang membedakan antara
perjuangan di jalan yang haq (di jalan Allah) dengan perjuangan di jalan yang
sesat (di jalan syaitan) yang didorong atas faham kebangsaan, etnis dan
ketamakan hawa-nafsu yang buas.
Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ
إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman berperang
di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab
itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan
itu adalah lemah.” (QS. an-Nisa’, 4: 76)
Maksud orang-orang yang beriman
berjihad/berperang di jalan Allah ialah berjuang untuk merealisasikan sistem
hidup-Nya, syari’at-Nya dan mendirikan “KEADILAN” di antara manusia dengan nama
Allah, bukannya di bawah nama-nama yang lain, sebagai pengakuan (pengiktirafan)
bahwasannya hanya Allah saja Tuhan yang disembah dan Tuhan yang memerintah. Sementara
orang-orang kafir, mereka berperang karena kepentingan thaghut untuk
merealisasikan berbagai sistem yang lain dari nilai-nilai yang diizinkan oleh
Allah dan meletakkan berbagai-bagai neraca ukuran yang lain dari neraca-neraca
Allah.
Dari itu Allah memerintahkan supaya
berjihad memerangi hizbussyaitan dengan tanpa ada perasaan khawatir dan bimbang
kepada tipu-daya mereka yang pada hakikatnya segenap tipu-daya tersebut adalah
lemah.
Demikianlah prinsip kaum Muslimin, mereka
berpijak di atas bumi yang pejal dan bersandar pada tiang yang kukuh, sedangkan
hati nurani mereka yakin bahwa mereka berjuang karena Allah semata-mata,bukan
karena berharap mendapatkan suatu keuntungan untuk diri dan kaum keluarganya
atau untuk bangsanya, bahkan perjuangan mereka semata-mata untuk Allah Yang
Maha Esa, untuk sistem hidup-Nya dan untuk syari’at-Nya, agar sistem hidup dan
syari’at-Nya tersebut menjadi pondasi untuk segala sistem dan undang-undang
manusia yang zalim yang menjadikannya rendah dan hina di bawah keadilan hukum
dan syari’at-Nya.
Mudah-mudahan kita berkemampuan
menjadi mujahid-mujahid penegak syari’at-Nya yang senantiasa memiliki
keikhlasan dalam setiap amalan sholih kita, wallahul musta’an. Demikian semoga
bermanfaat.
Wallahu’alam bish shawab…
(Ukasyah/abujibriel.com/arrahmah.com)
Pergilah ke
blog kedua http://www.mantankyainu2.blogspot.com/
Peringatan:Mesin pencari diblog tidak berfungsi,
pergilah ke google lalu tulislah: mantan
kiyai nu lalu teks yang kamu cari
Mau nanya hubungi kami:
088803080803( Smartfreand ). 081935056529 (XL ) atau 08819386306 ( smartfreand )
088803080803( Smartfreand ). 081935056529 (XL ) atau 08819386306 ( smartfreand )
Alamat
rumah: Tambak sumur 36 RT 1 RW1
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan