Shalat di Tanah
Assalâmu’alaikum, mohon penjelasan di rubrik Soal-Jawab. Banyak hadits shahih yang menyatakan bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam shalat di atas tanah tanpa penghalang bahkan bersandal dan ketika shalat di atas mimbarpun beliau turun ke tanah untuk bersujud dan naik ke mimbar untuk berdiri dan ruku’. Sekarang sangat jarang orang shalat di atas tanah langsung tetapi shalat dalam masjid yang berkeramik mewah bahkan permadani lembut. Apakah ini tidak bertentangan dengan ajaran Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam? Syukran.
Maman, Indramayu (081320771978)
Jawaban:
Apa yang anda sebutkan tidak bertentangan dengan Sunnah Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam. Memang Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam sering shalat di atas tanah tanpa penghalang, namun beliau juga pernah shalat di atas tikar, khumrah (tikar kecil atau tenunan daun kurma atau semacamnya sebagai alas wajah ketika sujud, sehingga ukurannya juga sebesar itu; jadi semacam sajadah kecil namun khusus untuk wajah).[1]
Demikian juga, sepengetahuan kami, beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan umat agar shalat langsung di atas tanah, dan tidak pernah melarang sholat di atas permadani, keramik, atau semacamnya. Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allâh Ta'âla dan RasulNya. Dan kita tidak boleh mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allâh Ta'âla dan RasulNya.
Namun begitu, ada juga ulama yang memakruhkan shalat diatas sajadah yang penuh gambar nan mewah dan mengatakan bahwa yang paling utama adalah meneladani Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam. Al-‘Izz bin Abdis Salam –rahimahullâh– mengatakan : “Dimakruhkan shalat di atas sajadah yang dihias-hiasi dan berwarna-warni. Juga di atas sajadah yang mahal dan indah. Karena kondisi saat shalat adalah kondisi merendahkan hati dan merendahkan diri. Di masjid Makkah dan Madinah orang-orang (yakni pada zaman itu-red) senantiasa melakukan shalat di atas tanah, pasir, dan kerikil, karena merendahkan diri kepada Allâh Ta'âla.
Beliau –rahimahullâh– juga mengatakan : “Maka yang lebih utama adalah mengikuti perkataan dan perbuatan-perbuatan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, baik yang kecil maupun yang besar. Barangsiapa menaatinya, maka dia pasti mendapatkan petunjuk dan dicintai oleh Allâh Ta'âla dan barangsiapa yang tidak mentaati dan meneladani beliau, maka dia jauh dari kebenaran seukuran jauhnya dari mengikuti Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam “.[2] Wallâhu a’lam.
[1] Lihat Shifat Sholat Nabi, hlm. 150, karya syaikh al-Albâni, Penerbit Maktabah Al-Ma’ârif
[2] Fatâwâ Al-‘Izz bin Abdis Salâm, hlm. 68, dinukil dari al-Qaulul Mubîn fî Akh-thail Mushallîn, hlm. 66
(Soal-Jawab: Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XII)
Sumber: http://majalah-assunnah.com/index.php/soal-jawab/366-shalat-di-atas-tanah
Komentarku ( Mahrus ali):
Anda menyatakan :
Demikian juga, sepengetahuan kami,
beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan umat agar
shalat langsung di atas tanah,
Komentarku ( Mahrus ali):
Ini perintah Nabi SAW agar
menjalankan salat di atas tanah, dalilnya sbb:
حَيْثُمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ
وَالْأَرْضُ لَكَ مَسْجِدٌ *
Dimana
saja kamu menjumpai waktu salat telah
tiba , salatlah dan bumi adalah tempat sujudmu. Bukhori 3172
Hadis tsb sebagai perintah untuk
menjalankan salat di atas tanah. Dan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW,
ikutilah, patuhilah. Ikuti saja ayat:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Allah itu takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa azab yang pedih”
(QS. An Nuur: 63)
Ketika Imam Malik ditanya tentang orang yang merasa bahwa ber-ihram sebelum miqat itu lebih bagus, padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah mensyari’atkan bahwa ihram dimulai dari miqat, maka Imam Malik pun berkata: “Ini menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya, dan aku khawatir orang itu akan tertimpa fitnah di dunia dan adzab yang pedih sebagaimana dalam ayat.. (beliau menyebutkan ayat di atas)” (Al I’tisham, 174).
Ada
lagi hadis yang memerintahkan agar salat ditanah sbb:
صلُّوا
كما رأيتموني أصلّي
“Shalatlah kalian, sebagaimana kalian
melihatku salat” (HR. Bukhari).Pada hal , Rasulullah SAW tidak ;pernah menjalankan salat wajib di atas sajadah atau tikar, bukan salat sunah. Lalu apakah diperbolehkan menyatakan: Salatlah dengan sajadah untuk salat wajibmu “. Sedang anda tidak punya dalil untuk itu. Beranikah anda menanggung dosa bila ternyata salat orang yang anda perintahkan tidak sesuai dengan tata cara salat rasul. Dan hanya sesuai dengan kehendakmu belaka.
Sekarang mudah saja, tidak sulit untuk mengetahui kebenaran dan kesalahan, tunjukkan dalil, kapan Rasul menjalankan salat wajib di atas sajadah. Bila ada, baiklah katakan. Bila tidak ada, maka diamlah. Hal itu agar anda tidak termasuk ayat ini:
ليحملوا
اوزارهم كاملة يوم القيامة ومن اوزار الذين يضلّونهم
“(Ucapan dan
perbuatan mereka)-lah yang menyebabkan mereka harus memikul dosa-dosa mereka
dengan sepenuh-penuhnya pada hari Qiamat, dan juga dosa-dosa orang yang mereka
sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat
buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (Al-Nahl : 25)Imam Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairoh Ra. Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda :
من
دعا الى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لاينقص ذلك من أجورهم شيئا , ومن
دعا الى ضلالة كان عليه من الإثم مثل أثام من تبعــه لاينقـص ذلك من أثامـهم شيئا
Lantas siapakah yang memerintah anda untuk memperbolehkan salat wajid di sajadah. Pada hal Imam Malik telah menyatakan sajadah adalah bid`ah.
Anda menyatakan lagi:
dan tidak pernah melarang sholat di
atas permadani, keramik, atau semacamnya
Komentarku ( Mahrus ali):
Tiada larangan bukan dalil, anda
menjalankan salat dengan menghadap ke timur juga tidak ada larangan, tapi
apakah boleh? .
Kita diperintahkan ikut Rasul, kita
dilarang menyelisihinya.
Mau
nanya hubungi kami:088803080803.( Smart freand) 081935056529 ( XL )
Dengarkan pengajian - pengajianku
Alamat rumah: Tambak sumur 36 RT 1 RW1 Waru Sidoarjo. Jatim.Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan