BY Asqi Resnawan
Ada pertanyaan umum :”mengapa banyak mantan Jenderal
tidak suka gabung pada kubu Prabowo, terutama kalangan mantan Jenderal non
Muslim, masalahnya mereka sebenarnya tentang SDM mereka, yang ternyata tidak
mampu menyaingi kedahsyatan Sumber Daya Manusia Prabowo Subianto. Terutama non
Muslim, mereka yang tidak akan tenang dengan kebangkitan seorang Prabowo, apalagi
antara mereka dan Prabowo sering konflik, selama Prabowo masih mengabdi sebagai
prajurit.
Pikiran kotor mereka adalah, pantaskah
seorang Prabowo yang pernah menjadi bawahan saya, yang diperintah saya, dan
pernah saya mutasi kebogor atau dipecat dengan hormat oleh BJ Habibi dengan
status pensiun, tiba tiba melangkahi kepala saya mau jadi presiden, lalu mau
ditaruk di mana muka saya, bagaimana nasib saya, anak saya dan posisi saya
kedepan ?. itulah gundah gulana para mantan Jenderal yang menjadi atasan
Prabowo, tak akan pernah rela dirinya dipimpin seorang Prabowo.
Kalau diterjemahkan pada bahasa rakyat, Jokowikah
yang suara rakyat, atau Prabowo ?. sedangkan dukungan mantan mantan jenderal
diarahkan pada Jokowi, mereka yang merasa tak punya muka dengan kemampuan
Prabowo, semuanya bergabung dengan Jokowi atau PDIP, lalu siapa sebenarnya yang
suara rakyat. Jokowikah dengan sejumlah besar mantan Jenderal yang bergabung di
dalam, atau prabowo yang memang merakyat, yang didukung oleh parta partai
berbasis rakyat.
Masyarakat bisa menilai dan birsikap peka
atas Jokowi dan Prabowo, siapa diantara kedua capres yang memang mendapat
dukungan rakyat, Jokowikah, Prabowokah. Orang yang cerdas bisa membaca siapa di
balik Jokowi, ada mantan panglima Jenderal Wiranto, ada Luhut panjaitan dan
beberapa mantan jenderal lainnya yang berada dibelakang calon PDIP.
Mantan Mantan Jenderal Pendukung PDIP
Atau Jokowi.
Kalau bukan lelucon PDIP mengusik Prabowo,
maka yang lebih dekat dengan pelawak mantan mantan Jenderal yang tak punya
dukungan rakyat, ramai ramai hijrah ke PDIP, juga menotok jalan Prabowo, agar
tidak naik ke Kursi satu, soalnya dimata mereka akan menjadi alamat buruk, jenderal
jenderal dulu yang pernah menjadi atas Prabowo bisa saja tak henti di rundung bara
panas yang membakar hatinya. Mereka diantaranya
1.Ryamizard Ryacudu (menantu mantan wapres
Try Sutrisno-agen Benny untuk persiapan bila Presiden Soeharto mangkat).
2. Agum Gumelar-Hendropriyono (dua malaikat
pelindung/bodyguard Megawati yang disuruh Benny Moerdani)
3.Andi Widjajanto (anak Theo Syafeii)
4.Fahmi Idris (rumahnya adalah lokasi
ketika ide Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 pertama kali
dilontarkan Benny Moerdani
5.Sutiyoso;
6.Wiranto [Lho, Wiranto anak buah Benny
Moerdani? Benar sekali, bahkan Salim Said dan Jusuf Wanandi mencatat bahwa
Wiranto menghadap Benny Moerdani beberapa saat setelah dilantik sebagai KSAD
pada Juni 1997. Saat itu Benny memberi pesan sebagai berikut: "Jadi, kau
harus tetap di situ sebab kau satu-satunya orang kita di situ. Jangan berbuat
salah dan jangan dekat dengan saya sebab kau akan dihabisi Soeharto jika dia
tahu."
(Salim Said, halaman 320)]
Ini menunjukkan betapa seorang Prabowo [prabu]
memang termasuk prajurit teraniaya dan terfitnah sejak meniti karir sebagai
orang militer. Setelah di lempar oleh LB Murdani di masa kejayaanya ke bogor sebagaimana kisah
Kivlan Zein, karena membocorkan rahasia tentang LB Murdani yang akan mengganti
kedudukan Presiden, juga Prabowo dianggap corong pemfitnah olehnya. Tidak
berhenti pada sikap LB Murdani itu saja, tetapi juga LB Murdani pernah
menyerahkan daftar ABRI hijau ketangan Wiranto untuk segera di tindak. Untuk
membuktikan wiranto anak buah LB Murdani adalah sebagai berikut , dalam
Memoirnya, Jusuf Wanandi menceritakan bahwa pasca jatuhnya Soeharto, Wiranto
menerima dari Benny Moerdani daftar nama beberapa perwira yang dinilai sebagai "ABRI
Hijau", dan dalam sebulan semua orang dalam daftar nama tersebut sudah
disingkirkan Wiranto.
Selain itu tiga fakta yang menguatkan
kesimpulan kelompok Benny Moerdani ada di belakang Kerusuhan Mei 98 adalah
sebagai berikut:
1. Menjatuhkan lawan menggunakan "gerakan
massa" adalah keahlian Ali Moertopo (guru Benny Moerdani) dan CSIS sejak
Peristiwa Malari di mana malari meletus karena provokasi Hariman Siregar, binaan
Ali Moertopo (lihat kesaksian Jenderal Soemitro yang dicatat oleh Heru Cahyono
dalam buku Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 74 terbitan
Sinar Harapan).
2. Menurut catatan TGPF Kerusuhan Mei 98 penggerak
lapangan adalah orang berkarakter militer dan sangat cekatan dalam memprovokasi
warga menjarah dan membakar. Ini jelas ciri-ciri orang yang terlatih sebagai
intelijen, dan baik Wiranto maupun Prabowo adalah perwira lapangan tipe komando
bukan tipe intelijen, dan saat itu hanya Benny Moerdani yang memiliki kemampuan
menggerakan kerusuhan skala besar karena dia mewarisi taktik dan jaringan yang
dibangun Ali Moertopo (mengenai jaringan yang dibangun Ali Moertopo bisa dibaca
di buku Rahasia-Rahasia Ali Moertopo terbitan Tempo-Gramedia).
Lagipula saat kejadian terbukti Benny
Moerdani sedang rapat di Bogor dan ada laporan intelijen bahwa orang lapangan
saat kerusuhan 27 Juli 1996 dan Mei 98 dilatih di Bogor!!!
3. Alasan Megawati setuju menjadi alat
Benny Moerdani padahal saat itu keluarga Soekarno sudah sepakat tidak terjun ke
politik dan alasan Benny Moerdani begitu menyayangi Megawati mungkin adalah
karena mereka sebenarnya pernah menjadi calon suami istri dan Soekarno sendiri
pernah melamar Benny, pahlawan Palangan Irian Jaya itu untuk Megawati, namun
kemudian Benny memilih Hartini wanita yang menjadi istrinya sampai Benny
meninggal (Salim Said, halaman 329).
Berdasarkan semua fakta dan uraian di
atas maka kiranya sudah tidak bisa dibantah bahwa alasan Kelompok Benny
Moerdani, dalang Peristiwa 27 Juli 1996 dan Kerusuhan Mei 1998 ada di belakang
Jokowi-JK dengan mengorbankan keutuhan partai masing-masing (PDIP, Hanura, Golkar)
untuk melawan Prabowo adalah dendam kesumat yang belum terpuaskan sebab Prabowo
menjadi penghalang utama mereka ketika mencoba mendeislamisasi Indonesia. [hudzaifah/Berric
Dondarrion/voa-islam.com]
Berdasarkan catatan tersebut nyatalah, kalau
JOKOWI BUKAN PERWAKILAN RAKYAT, tetapi wakil para jenderal yang putus asa, terlebih
LBMurdani pada saat reformasi, langsung mendaftarkan dirinya sebagai anggota
PDIP. Karena jelas sekali kalau Prabowo yang jadi Presiden, sudah pasti
adalah rakyat semata yang mendukung, bukan
permainan mantan jenderal yang gerah dirumah, sehingga iseng iseng member dukungan
pada Jokowi, paling tidak sebagai obat penenang, agar Probowo tak jadi Presiden.
Disini jelaslah kalau Prabowolah yang teraniaya selama di militer dan sekarang
bukan “Jokowi yang menjadi Koto loncat dan tak jelas karyanya untuk bangsa.
Masihkan kitan akan berpikir “Jokowi itu
yang merakyat” padahal sudah jelas, kalau seorang “jokowi” menjadi gantungan
kunci para jenderal.
Lihat lagi fakta Jokowi, sekutunya
bukanlah rakyat tetapi Negara Negara asing dan aseng yang mencari hidup di
negeri ini. Selamat cerdas memahamkan kedua calon kepada rakyat, siapa
sebanarnya yang tidak merakyat ?(koepas)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan