Catatan Sholah Salim
HAY AL ASHIR belum banyak berubah, terutama sudut-sudut gang dan bangunannya, demikian pula tembok-temboknya meski sudah lebih dari lima tahun saya meninggalkanya.
Tembok-tembok
itu masih seperti dulu, yakni tertulis nasihat-nasihat dan
patuah-petuah yang bisa menyebabkan pembacanya ingat kepada Allah Subhanahu Wata’ala pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam juga pada kewajibannya sebagai seorang Muslim serta membuyarkan lamunan liar tatkala menelusuri jalanan.
Tujuh tahun
lalu, setiap saya keluar dari sudut-sudut di Bawwabah At Tsaniyah
menuju Al Azhar, selalu berpapasan dengan dinding sekolah yang bertulis Al Hijab Faridah (hijab adalah kewajiban). Dan ketika pulangnya maka berpapasan dengan dinding yang bertuliskan Ihifadzillah yahfadzaka (jagalah (syariat) Allah maka Allah akan menjagamu), udzkurullah! (Ingatlah Allah!), Subhanallah wabihamdihi. Hingga saat ini, tulisan-tulisan itu masih ada.
Tulisan-tulisan
nasihat di dinding memang amat mudah ditemui di sini, bahkan ada
dinding yang tertulis hadits dengan lengkap dengan perawinya. Dari Ibnu
Abbas Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
bersabda, ”Barangsiapa melazimkan istighfar maka Allah menjadikan
baginya dari segala kesempitan jalan keluar, dari setiap kecemasan
kebahagiaan dan memberinya rizki dari arah yang tidak terduga.”
Toko-toko
pun tak kalah ikut andil dalam masalah ini, amat banyak toko yang di
samping memampangkan nama, juga memampangkan kalimat thayibah seperti Allahu Akbar, La haula wa la quwwata ila billa (tiada daya dan kekeuatan melainkan dengan Allah), wa ma taufiqi illa billah (tidaklah taufiq kuperoleh kecuali dengan Allah), tawakkaltu alallah (aku bertawakkal kepada Allah).
Tak kalah pula gerobak pedagang kecil, di gerobak dorong banyak tertulis shallu ala an nabi (bershalawatlah kepada Nabi). Kulu min thayyibat ma razaqna kum (makanlah dari makan yang thayib dari apa yang Kami rezekikan kepada kalian).
Demikian pula yang terbaca pada kendaraan, truk-truk, angkutan umum hingga alat-alat berat.
Pernah suatu saat saya bertanya kepada seorang pengemudi yang memasang sebuah papan bertulis Habibi ya Rasulallah (kekasihku wahai Rasulullah).
“Untuk apa Anda memasangnya?,”begitu tanya saya penasaran. Ia
pun balik bertanya, ”Apa yang ada di pikiranmu saat membaca tulisan
ini?” Saya pun menjawab, ”Saya ingat bahwa saya memiliki seorang yang
patut dicintai yakni Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.”
Laki-laki yang mengaku bernama Jamal itu pun membalas, ”Ya, saya ingin mengingatkan siapa saja kepada Rasulullah.”
Tentu ini berbeda yang ada di Indonesia yang biasanya di tembok-tembok malah ungkapan kotor,
kata-kata makian yang kadang tertulis dan tergambar seronok di badan
truk. Atau kalimat-kalimat yang tidak punya makna. Misalnya “Cintamu tak Semurni Bensinku” atau “Kutunggu Jandamu”.
Tambahan Coretan Baru
Tradisi
menulis nasihat di tembok dan benda-benda untuk mengingatkan mereka yang
membacanya sebenarnya sudah lama terjadi, khususnya di masa-masa para
ulama terdahulu. Sebagaimana dalam Siyar A’lam An Nubala pernah
dikisahkan bahwa suatu saat Imam Ibnu Mubarak ditanya mengenai
nasihat-nasihat yang tertulis di dinding, beliau pun menjawab bahwa hal
itu tidak mengapa untuk dilaksanakan, adapun fiqih maka tidak lurus
kecuali dengan berguru kepada ulama.
Dalam Ihya Ulumuddin
sendiri Imam Al Ghazali menyebutkan kisah Ibrahim bin Adham yang
menjumpai sebongkah batu yang tertulis, ”Baliklah aku maka engkau akan
memperoleh nasihat.” Maka Ibrahim pun membalik batu itu, dan beliau
menemui sebuah pesan, ”Kalau ilmu yang engkau peroleh tidak engkau
amalkan, untuk apa engkau mencarinya?.”
Namun kini
disamping tulisan-tulisan lama mengenai yang mengandung nasihat ada
tulisan-tulian baru yang dicoret di dinding-dinding yang dulu saya belum
pernah menyaksikannya, yang juga tersebar di mana-mana.
Coretan-coretan itu kebanyakan berbunyi, ”As
Sisi pembunuh”, “As Sisi anjing Israel”, “Al Azhar pencuri”, “Mursy
akan kembali”, “Mursy jatuh”, “Kenapa kalian membunuh para pemuda”, juga “Khona yakhunu ikhwanan.”*
Rep: Sholah Salim
Editor: Cholis Akbar
Sumber: Hidayatullah com
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan