Penasihat Hukum Luthfi Hasan Ishaaq menilai, vonis 16 tahun dan denda Rp 1 miliar yang dijatuhkan majelis hakim tindak pidana korupsi terhadap Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) merupakan bentuk kedzaliman. Karenanya keputusan tersebut tidak bisa diterima dan LHI langsung menyatakan banding.
“Ini merupakan keputusan yang dzalim, dan kita langsung menyatakan banding,” kata penasihat hukum LHI Zainuddin Paru, usai sidang vonis LHI, Senin (9/12) malam di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Zainuddin mengemukakan, sebagaimana halnya jaksa penuntut umum, majelis hakim juga mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Saksi meringankan, saksi ahli, pledoi, semuanya diabaikan. Tidak satu pun yang dijadikan pertimbangan majelis dalam mengambil keputusan. Sebaliknya hakim hanya mengambil semua tuntutan jaksa sebagai bahan pengambilan keputusan,” tandas Zainuddin.
Karena itu tim penasihat hukum merekomendasikan kepada LHI untuk menyatakan banding terhadap vonis, yang dinilai berlebihan dan hanya sekedar mencari popularitas karena bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi.
LHI menyampaikan sendiri sikapnya terhadap vonis hakim. “Saya mengambil keputusan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada majelis hakim. Saya menolak semua keputusan majelis hakim dan menyatakan banding. Majelis hakim mengambil semua tuntutan jaksa dan mengesampingkan pembelaan saya,” kata LHI di hadapan majelis hakim. (HAS/tajuk/ muslimina)
Komentarku (
Mahrus ali):
Hukum Thaghut
dimana saja dan kapan saja adalah
kezaliman, sepi dari keadilan. Namanya
hukum Thaghut, hukum warisan penjajah sudah tentu sepi dari nilai
keadilan dan penuh dengan kezaliman . Lihat saja ayat ini:
كَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ
وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ
وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ ۚ وَمَن
لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)
bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,
telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya.
Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu
(menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.
Maidah 45 .
Hakim menjatuhkan dengan
hukum thaghut bukan hukum Allah sudah tentu
serong, zalim, menganiaya pihak
terhukum tidak pernah berbuat adil, kasih sayang kepada pihak
terhukum. Hukumnya saja hukum kufur bukan hukum Islam, hukum setan bukan hukum
Allah. Mengapa kita – kita ini secara tak sadar siap mati untuk mem pertahankan hukum setan ini untuk menginjak
hukum Allah. Ini kekeliruan yang kita anggap benar dan penyimpangan yang di
anggap lurus.
Mau
nanya hubungi kami:
088803080803.(
Smartfren) 081935056529 ( XL )
Dengarkan pengajian - pengajianku
Alamat
rumah: Tambak sumur 36 RT 1 RW1 Waru Sidoarjo. Jatim.
Artikel Terkait
Vonis 16 tahun semakin menguatkan keyakinan bahwa peradilan negeri ini adalah tempat mencari kemenangan dimana untuk meraih kemenangan tersebut tidak diperlukan kebenaran. Bulan Juli tahun 1999 adalah saat awal gaji saya sebagai PNS digelapkan oleh pejabat yang menyalahgunakan kewenangan dan tentu saja melalui pemalsuan tanda-tangan hingga berlangsung bertahun-tahun. Ketidak hadiran saya ke instansi tempat saya bekerja (juga selama bertahun-tahun) adalah salah satu bentuk perlawanan atas penggelapan gaji, penyalahgunaan wewenang dan pemalsuan tanda-tangan tersebut. Laporan-laporan saya ke berbagai instansi, bahkan lembaga tertinggi di negeri ini, tidak sedikitpun memberi titik terang akan adanya keadilan hingga harus berujung ke pengadilan. Asa memperoleh keadilan dari para hakim yang saya kira arif bahkan hingga ke benteng terakhir ternyata kosong. Siapa menduga bahwa untuk membuktikan ketiga tindak pidana di atas begitu sulit ? Siapa mengira bahwa ketiga tindak pidana tersebut tidak akan bisa luput dari hukum meski dilakukan oleh penguasa? Ternyata di ujung mulut hakim saya harus dikalahkan dan dinyatakan pantas untuk dipecat sebagai PNS, sementara pelaku malah karirnya terus meluncur. Bagaimana nasib bangsa ini bila pemimpinnya orang yang pernah melakukan tindak pidana akan tetapi, entah bagaimana caranya, bisa membuat para hakim buta terhadap jejak penggelapan, penyalahgunaan wewenang dan pemalsuan tanda tangan yang dilakukannya selama bertahun-tahun. Sementara saya yang selama 11 tahun menjadi PNS tidak pernah sekali pun menorehkan catatan negatif, karena bersikap kritis kepada penguasa yang dzalim, harus dihabisi melalui pemecatan hingga kehilangan seluruh hak sebagai PNS. Kita harus menenerima kenyataan bahwa pengadilan kita belum bisa dijadikan sebagai tempat mencari keadilan.
BalasHapusMaju terus Ust. Luthfi, kejar sampai ke akhirat! Bagi Anda, para perekayasa, boleh saja saat ini menikmati kemenangan di pengadilan negeri ini. Tapi ingat, akan pengadilan yang sesungguhnya kelak dan azab Allah pasti akan menimpa pada para penguasa dan penegak hukum yang dzalim. Kami, rakyat jelata, memang tidak berdaya. Hanya kepada Allah lah kami menyembah dan memohon pertolongan.