Oleh: Rudi Agung (Pemerhati Masalah Sosial)
Jurnalmuslim.com - Sudah 71 tahun, katanya, Indonesia
merdeka. Usia yang matang bagi sebuah negara. Teringat masa-masa kecil, ketika
SD, almarhum bapak kerap bercerita aneka tema. Selepas Magrhib, berdua dengan
kakak, kami tadarus atau mengaji, lalu bapak membedah hadits yang dulu kami
hanya menjadi pendengar dan penanya saja.
Usai Isya, giliran bapak atau ibu berkisah. Banyak kisah
yang masih melekat sampai sekarang. Di antaranya, kisah penjajahan dan
kekejaman PKI. Beliau berkisah perjuangan rakyat di masa penjajahan dan komunis.
Kadang, berkisah leluhur, seperti Eyang Kakung Hasan Basari, pendiri Pondok
Tegal Sari cikal bakal Gontor lama, beliau dikenal dengan nama Kiai Ajeng Hasan
Basari.
Kadang kala berkisah pula soal perjuangan Eyang Zarkasyi
atau Pak Zar, Eyang Sahal, Eyang Fanani. Beliau-beliau dikenal sebagai generasi
keempat pendiri Gontor, KH. Imam Zarkasyi (1910-1985), KH. Zainuddin Fanani (1908-1967),
dan KH. Ahmad Sahal (1901-1977).
Masih ingat dalam ingatan, ketika ayahanda berkisah
bagaimana Gontor diacak-acak PKI. Mereka mencari Eyang-eyang kami untuk
disembelih. Alhamdulillah, pertolongan Allah datang. PKI lari kocar-kacir
setelah datang bantuan dari Laskar Hizbullah dan Pasukan Siliwangi, yang
dipimpin KH Yusuf Hasyim dari Tebuireng Jombang.
Tetapi PKI berhasil membakar pesantren Gontor: buku, kitab, sampai
Alquran. Begitu mendebarkan teringat kisahnya. Tak pernah lepas dari memori. Begitu
pula kisah ketika ayahanda bersama rekan-rekannya bergelut melawan penjajah
Belanda dan Jepang hinggga terpaksa masuk ke hutan.
Ayahanda almarhum R. Masjkur BA, yang lahir tahun 1918, kerap
bergelut dalam sejumlah pergolakan di Tanah Air: era penjajahan sampai kekejian
komunis. Beruntung, beliau selamat. Meski ketika bercerita tak jarang matanya
berkaca, air matanya membasahi pipinya mengingat pengorbanan kawan-kawannya.
Seperti kisah tentang kawannya yang tertangkap PKI, lalu
dipotong (maaf) kemaluannya dan dibiarkan begitu saja sampai ditemukan dalam
kondisi nyaris membusuk. Atau kisah ketika mereka berhari-hari menahan lapar
dan haus di hutan, merancang strategi perlawanan terhadap penjajah.
Dulu, kata ayahanda, siapapun ikhlas berjuang demi
kemerdekaan. Semua lapisan masyarakat bahu membahu, terutama para ulama, santri
dan umat Muslim. Semua pure dilakukan karena ridha Allah demi melepaskan bangsa
dari kedzaliman. Boro-boro mikir jabatan dan materi. (republika)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan