Sabtu, September 07, 2013

SMS dari Purworejo - Nrr Abdillah tentang salat di tanah dan sajadah



ASS...ustd   dr jamaah sbelah mngatan klo sujud di tanah maka harus di 
tinggalkan,walau nabi melakukan ttp itu tdk masuk dlm sbuah syariat agama.
dan bila bkan syariat di anggap syariat itu sbuah ksesatan.itu subhat mrk yg 
mrka kasih kpd kami

 Saya jawab:
Wss. Kasihan mrk  itu  hati  dan  pikiranya  mati. Maunya  menang  sndri,
 orang  lain  hrs  tunduk  pd  mrk.  hadis  salat  di tnh banyak   di  buku  hadis 
 yg muktabar   atau   akurat  di buang . Lalu  prndpt   mrk yg  sesat  itu  hrs  
di junjung.mrk  ingin di  anggap  paling  bnr, pd hal  hakikatnya  dlm  hl  ini 
 paling  salah

Dia kirim sms lagi:

benar ustd mrk munafik alasan sribu alasan untuk mnghindari sujud ketanah 
tp yg jlas mrk sombong

Komentarku ( Mahrus ali): 
Sangat di sayangkan bila ikhwan dari sebagian salafy Purworejo masih menyalahkan salat langsung di tanah dan membenarkan salat di atas karpet atau di tingkat dua. Sayang lagi mereka tidak membawakan dalil yang sahih dari hadis atau al quran untuk menyalahkan salat tanpa alas tapi langsung ke tanah.  Dalihnya  hanya  kebanyakan  kaum muslimin sudah membudayakan salat di atas karpet.
Kalau dalilnya  itu orang banyak menjalankan, maka  ini sikap bukan sikap orang yang berilmu tapi itu sikap dihindari orang bodoh. Masak orang yang berilmu mau dengan alasan orang banyak  sudah menjalankannya.  Apakah  tidak ingat dengan ayat:
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Qs.Al-An’Am : 116)
Untuk lebih jelasnya  klik lagi disini.
http://mantankyainu.blogspot.com/2012/04/salat-wajib-dengan-sajadah-bidah.html

Saya jumpai juga di sini:
http://www.penerbitzaman.com/code.php?index=Ustadz_Menjawab&act=lihat&id=21
Bolehkah Shalat atau Sujud Di Atas Sajadah?

Assalamualaikum
Apakah sah menaruh dahi diatas sajadah ketika kita sujud dalam shalat kita ...??

Kesaksian Sahabat tentang bagaimana sujudnya Rasulullah SAW:
1. Al-Wâil bin Hajar berkata: "Aku melihat Rasulullâh Saw, apabila beliau bersujud, beliau meletakkan dahi dan hidungnya di atas tanah".
2. Ibnu 'Abbâs berkata: "Sesungguhnya Nabi Saw pernah melakukan sujud di atas batu".
3. 'Âisya berkata: "Aku tidak pernah melihat Rasulullâh Saw menyandarkan wajahnya (dahinya) ketika shalât dengan sesuatu apa pun, selain di atas batu atau tanah, ketika beliau melakukan sujud".
Dengan riwayat ketiga ini, jelaslah bagi kita dengan kesaksian istri beliau sendiri bahwa sesungguhnya beliau melakukan sujud di atas tanah dan menyandarkan dahi beliau yang mulia di atas tanah.
4. Abû Sa'îd al-Khudrî berkata: "Aku melihat Rasulullâh Saw pada dahinya terdapat bekas-bekas tanah dan air".
5. Abu Hurairah berkata: "Aku melihat Rasullah Saw melakukan sujud pada hari turun hujan dan pada dahi beliau terdapat bekas-bekas tanah".
Muhammad bin Idris yang lebih dikenal dengan nama Imâm Syâfi'î di dalam kitabnya yang terkenal yaitu al-Umm, beliau mengatakan bahwa: "Apabila seseorang sujud dan dahinya sama sekali tidak menyentuh tanah, maka sujudnya dianggap tidak sah. Tetapi jika seseorang sujud dan bagian dahinya menyentuh tanah, maka sujudnya dianggap cukup dan sah, Insya Allâh".

Awal mula bid’ah Sajadah masuk Masjid :
1. Al-Ghazâlî dalam kitabnya Ihyâ 'Ulumûddîn berkata: "Sesungguhnya ketika itu perbuatan menghampari masjid Nabawi dengan bawari atau tikar dianggap sebagai perbuatan bid'ah dan ada yang mengatakan bahwa hal itu dilakukan oleh Hajjâj bin Yusuf. Sebelum itu orang-orang tidak menempatkan sesuatu penghalang antara dahi-dahi mereka dengan tanah ketika mereka sujud".
2. Qatâdah berkata bahwa ia melakukan sujud kemudian kedua matanya tertusuk oleh bagian tikar itu hingga ia menjadi buta, ia berkata: "Semoga Allâh melaknat Hajjâj. Ia telah membuat bid'ah dengan menghampari masjid ini dengan Bawari (sejenis tikar)".
3. 'Umar bin 'Abdul 'Azîz pernah menulis surat kepada 'Udaî bin Artâh. Ia berkata: "Telah sampai berita kepadaku bahwa engkau telah mengerjakan sunnahnya Hajjâj. Aku nasihatkan janganlah engkau mengerjakan sunnah tersebut karena sesungguhnya ia salât tidak pada waktunya. Ia pun mengambil zakât bukan dari orang yang berhaq diambil zakâtnya dan ketika ia melakukan hal itu, ia telah membuat kerusakan".

Kapan Sajadah dikenal (secara umum)
Masjid-masjid hingga pada zaman khalîfah yang empat tetap tidak dihampari dengan permadani, bukan pula karena mereka tidak punya ide dan keinginan untuk itu.
Akan tetapi karena hal itu dilarang oleh syari'at Islâm dan tidak boleh sujud ketika salat kecuali di atas tanah secara langsung. Dan demi menjaga syariat Islâm serta menganggap bahwa sujud di atas karpet atau permadani itu adalah termasuk bid'ah.
Oleh karena itu, ketika terik panas para sahabat Nabi Saw - sebagaimana dalam riwayat-riwayat – menggengam batu-batu kecil agar menjadi dingin dan mereka jadikan sebagai alas sujud. As-Sakhâwi berkata: "Sesungguhnya masjid-masjid sampai pada tahun 131 Hijriah atau 132 Hijriah masih tetap menggunakan tanah atau batu-batu kecil".
Sehubungan dengan masalah sajadah dapat kita ketahui secara jelas dengan merujuk pada ensiklopedia Islâm (di dalam kitab itu disebutkan bahwa: "Istilah sajadah tidak ditemukan di dalam kitab suci Al-Qur'ân dan hadits-hadits yang sahih. Kata sajadah ini dapat dijumpai satu abad setelah penulisan hadits-hadits tersebut".
Ibnu Batutah mengatakan di dalam kitabnya Rihlah Ibnu Batutah berkata: "Orang-orang pinggiran kota Kairo Mesir telah terbiasa keluar rumah mereka untuk pergi melakukan shalât Jum'at. Para pembantu mereka biasanya membawakan sajadah dan menghamparinya untuk keperluan salât mereka. Sajadah mereka itu terbuat dari pelepah-pelepah daun korma".
Dia menambahkan: "Penduduk kota Mekkah pada masa ini (pada masanya Ibnu Batutah) melakukan shalat di Masjid Jâmi' dengan menggunakan sajadah. Kaum muslimin yang pulang haji banyak membawa sajadah buatan Eropa yang bergambar (ada yang bergambar salib) dan mereka tidak memperhatikan gambar tersebut. Sajadah masuk ke Mesir dengan jalan impor dari Asia untuk dipakai salat oleh orang-orang kaya, di dalam sajadah itu terdapat gambar mihrab yang mengarah ke kiblat.
Syaikh Murtadâ Az-Zubaîdî di dalam kitabnya Ittihaful Muttaqin berkata: "Musallî hendaknya tidak melakukan shalat di atas sajadah atau permadani yang bergambar dan dihiasi dengan beragam gambar yang menarik. Karena hal itu membuat si musâlli tidak khusyu' di dalam shalatnya, karena perhatiannya akan tertuju pada warna-warni sajadah itu. Kita telah tertimpa bencana dengan permadani-permadani Romawi itu yang kini digelar di masjid-masjid dan rumah-rumah yang dipakai untuk shalât, sehingga kebiasaan bid'ah itu telah me


mbuat orang yang melakukan salat di tempat lainnya dianggap tidak sah dan kurang sopan". Lâ Hawla wa lâ Quwwata îllâ Billâh.
Kuat dugaan bahwa semua ini adalah akibat ulah dan perbuatan orang-orang Barat – semoga Allah mengutuk mereka – yang telah memasukkan sesuatu ke dalam kalangan kaum muslimin sedang mereka lalai dan lengah dari tipu daya musuh-musuh tersebut. Lebih aneh lagi, aku (syaikh Murtada.. pen) pernah melihat di sebuah masjid yang berhamparkan permadani, namun permadani itu memiliki gambar salib. Hal inilah yang membuatku semakin terkejut. Aku yakin bahwa semua ini adalah perbuatan dan tipu-daya orang-orang Nasrani".
Jadi jelaslah bahwa meletakkan dahi di atas tanah ketika shalat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar ketika tidak ada halangan. Dan sujud di dalam syari'at Islâm tidaklah sah dan tidak dapat dinamakan sujud apabila dahinya itu tidak menyentuh tanah secara langsung.
LALU BAGAIMANA DENGAN SUJUD-SUJUD YANG SELAMA INI SAYA LAKUKAN SEBAB KITA SELALU  MEMAKAI  SAJADAH.?

Wassalam,
Muhammad Furqan, Kemayoran, Jakarta


Bersambung ,………….




Mau nanya hubungi kami:
088803080803.( Smart freand) 081935056529 ( XL )
Alamat rumah: Tambak sumur 36 RT 1 RW1
                           Waru Sidoarjo. Jatim.




Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan