Inilah tata cara ahli bid`ah atau muraqqi membaca sbb : Adzan
Pertama Setelah shalat sunnah, muraqqi berdiri sambil mengucapkan salam, kemudian
membaca :
يَا
مَعَا شِرَ الْمُسْلِمِيْنَ و زُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ الله. إِن الله
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْنَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا
قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْم الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَ الإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ
لَغَوْتَ. أَنْصِتُوْا وَاسْمَعُوْا وَأَطِيْعُوْا رَحِمَكُمُ اللهُ (3) لَعَلَّكُم
تُرْحَمُوْن.
Setelah Khatib tiba, muraqqi
menyerahkan tongkat, lalu membaca shalawat.
اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ (2) اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Lalu membaca do’a :
الْلَّهُمَّ
قَوِّالإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ, وَانْصُرْنَا عَلَى الْمُعَانِدِيْنَ, وَاخْتِم
لَنَا مِنْكَ بِالْخَيْرِ,
يَاخَيْرَالْنَّاصِرِيْنَ
وَيَا أَرْحَمَ الْرَّاحِمِيْنَ.
Setelah khatib mengucapkan salam, muraqqi mengumandangkan adzan
kedua. Setelah khatib selesai membaca hutbah pertama, muraqqi membaca shalawat.
الْلَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Setelah khatib selesai membaca hutbah kedua, muraqqi membaca
iqamat.[1] Komentarku ( Mahrus ali ) Bacaan seperti itu mana hadisnya , jelas
tidak ada, atau bid`ah dholalah. Muraqqi/ BIlal ini hanya sekedar sesuatu yang
di ada – adakan dalam agama , hukumnya harus di buang . Dalam hadis di katakan :
مَنْ
أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barang siapa mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan agama yang
tidak terdapat dalam agama maka dengan sendirinya tertolak [2] ( Bila ingin
amal perbuatan di terima lakukan amalan yang berdalil . Allah berfirman :
أَلاَ ِللهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik dan bid`ah ).[3] Istilah Bilal untuk Muraqqi yang membawa tongkat itu
perlu dalil dan itu sekedar meng ada – ada dalam agama . Allah berfirman
tentang pertanggungan jawaban orang yang menambah budaya agama sbb :
قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ
رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلاَلاً قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ
عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ(59)
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang
diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya)
halal". Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang
ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?" Yunus 59 Dalil tsb
saya ambil dalam segi meng ada – ada terhadap ajaran agama .
فَتَاوَى اْلأَزْهَر - (ج 1 / ص 3) قَد ذُكِرَ فِى
الْبَحْر فِى كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ أَنَّ مَا تُعُوْرِفَ مِنْ أََنَّ الْمُرَقِّى
لِلْخَطِيْبِ يَقْرَأُ الْحَدِيْثَ الْنَّبَوِىَّ وَأَنَّ الْمُؤَذِّنِيْنَ
يُؤَمِّنُوْنَ عِنْدَ الْدُّعَاءِ وَيَدْعُوْنَ لِلصَّحَابَةِ بِالْرِّضَاءِ
وَنَحْوِ ذَلِكَ فَكُلُّهُ حَرَامٌ عَلَى مَذْهَبِ أَبِى حَنِيْفَةَ رَحِمَهُ الله
.
Fatawa al azhar 3/1 Di
sebutkan dalam kitab al Bahr dalam kitab – kitab madzhab Hanafi bahwa budaya
muraqqi membaca hadits nabawi dan para muadzin membaca amin ketika berdoa dan
mendoakan keridaan Allah kepada para sahabat ( membaca radhiyallohu anhum ) . seluruhnya
haram menurut madzab Abu hanifah rahimahullah
وَمَا
قَالَهُ بَعْضُهُمْ مِنْ حَمْلِ الْتَّرْقِيَةِ عَلَى الْكَلاَمِ بِأُخْرَوِىٍّ
عِنْدَ مُحَمَّدٍ لاَ يَصِحُّ الالْتِفَاتُ إِلَيْهِ ِلأَن الْتَّرْقِيَةَ عَمَلُ
وَقْتٍ بِوَقْتٍ مَخْصُوْصٍ يُؤَدِّى عَلَى نَحْوٍ مَخْصُوْصٍ فَهُوَ لَيْسَ مِنْ
قَبِيْلِ الْكَلاَمِ الَّذِى يَعْرِضُ لِقَائِلِهِ فِى أَمْرٍ بِمَعْرُوْفٍ أَو
نَهْىٍ عَنْ مُنْكَرٍ أَوْ ذِكْرِ اللهِ، خُصُوْصًا وَالْتَّرْقِيَةُ عَلَى
حَالِهَا الْمَوْجُوْدَةِ فِى الْقُرَى وَالْمُدُنِ لاَ يَقُوْلُ أَحَدٌ مِن
اْلأَئِمَّةِ بِجَوَازِهَا بِمَا فِيْهَا مِن الْتَّلْحِيْن وَالتَغَنِّى
Dan apa yang di katakan oleh sebagian ulama` bahwa bacaan
tarqiyah itu di arahkan sebagai bacaan akhirat ketika nama Muhammad di sebut
tidak layak di perhatikan . Sebab tarqiyah pekerjaan waktu tertentu untuk waktu
tertentu untuk tujuan tertentu , tidak seperti perkataan yang menampakkan amar
ma`ruf dan nahi mungkar (memerintahkan apa yang baik atau melarang yang jahat),
atau zikir pada Allah. Lebih – lebih ,bacaan Bilal yang ditemukan di desa dan
kota tidak dikatakan boleh oleh salah satu imam . Apalagi di dalamnya ada
talhin dan lagu .
. لَو
زَعَمَ السَّائِلُوْنَ أَنَّهُ لاَ تَلْحِيْنَ فِيْهَا ِلأَنَّهَا لَمْ
يَتَخَرَّجْ إِلاَّ لِلتَّلْحِيْنِ فَإِذَا ذَهَبَ مِنْهَا لَمْ تَعُدْ تُسَمَّى
تَرْقِيَةً وَلَمْ تَبْقَ فِيْهَا حَاجَة . فَالصَّوَابُ مَنْعُهَا عَلَى كُلِّ
حَالٍ ِلأَنَّهَا بِدْعَةٌ سَيِّئَةٌ .
. sekalipun para penanya menduga /menganggap bahwa dalam bacaan
Bilal itu tidak ada talhinnya . Sebab ia di buat untuk talhin ( lagu ) . Bila
tidak di lagukan , maka tidak di katakan tarqiyah ( atau bacaan Bilal ) tidak
mengerti perlunya lagi. Pandangan yang benar mencegah nya ( melarangnya ) pada
setiap acara karena ia bid'ah yang buruk. [1] ttp://www.wildanadibi.co.cc/2011/01/tata-...
[2] HR Bukhori / Salat / 2499. Muslim / Aqdliah / 3242. Abu dawud/Sunnah / 3990.
Ibnu Majah / Muqaddimah /14. Ahmad
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan