Rabu, Agustus 24, 2011

KEKELIRUAN BULETIN AL ATSARIYAH


Shalat Ied di Lapangan
Rabu, 10-Oktober-2007, Penulis: Buletin Jum’at Al-Atsariyyah
Ada suatu pemandangan yang terkadang menarik perhatian, yaitu adanya dua kubu kaum muslimin yang mengadakan sholat ied. Kubu yang pertama melaksanakan sholat ied di lapangan, dan kubu yang kedua sholat ied di masjid. Terkadang kaum muslimin pusing tujuh keliling melihat fenomena perpecahan seperti ini. Tragisnya lagi, jika yang berselisih dalam hal ini adalah dua organisasi besar di Indonesia Raya. Nah, manakah yang benar sikapnya dalam perkara ini sehingga harus didukung. Ikuti pembahasannya berikut ini:


Jika kita adakan riset ilmiah berdasarkan Al-Kitab dan Sunnah, maka kita akan menemukan bahwa hadits-hadits dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mendukung kubu yang melaksanakan sholat ied di lapangan.

Pembaca yang budiman, hadits-hadits dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menunjukkan bahwa Sholat ied: idul fitri, maupun iedul adha, semuanya beliau kerjakan di lapangan.

Dalil Pertama
Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- berkata,


كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةَ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وُيُوْصِيْهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيْدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ يَأْمُرُ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ


"Dulu Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- keluar di hari raya idul fitri dan idul adha menuju lapangan. Maka sesuatu yang paling pertama kali beliau mulai adalah shalat ied, kemudian beliau berbalik dan berdiri menghadap manusia, sedangkan manusia duduk pada shaf-shaf mereka. Beliau pun memberikan nasihat dan wasiat kepada mereka, serta memberikan perintah kepada mereka. Jika beliau ingin mengirim suatu utusan, maka beliau putuskan (tetapkan), atau jika beliau memerintahkan sesuatu, maka beliau akan memerintahkannya. Lalu beliau pun pulang". [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya(913) dan Muslim dalam Shohih-nya (889)]


Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata, "Hadits ini dijadikan dalil untuk menunjukkan dianjurkannya keluar menuju padang luas (lapangan) untuk mengerjakan shalat ied, dan bahwasanya hal itu lebih utama dibandingkan shalat ied di masjid, karena kontunyunya nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- atas hal itu, padahal masjid beliau memiliki keutamaan.[Lihat Fathul Bari (2/450)]


Imam Asy-Syafi’iy-rahimahullah- berkata, "Telah sampai berita kepada kami bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar di dua hari raya menuju lapangan yang terdapat di kota Madinah. Demikian pula generasi setelahnya, dan seluruh penduduk negeri, kecuali penduduk Mekah, maka sesungguhnya belum sampai berita kepada kami bahwa seorang diantara salaf shalat ied memimpin mereka, kecuali di masjid mereka. [Lihat Al-Umm (1/389)]

Adapun penduduk Mekkah, mereka dikecualikan dalam hal ini, karena sempitnya lokasi yang ada di negeri itu. Mekkah adalah lembah yang dikelilingi oleh pegunungan, tidak mungkin bagi penduduk untuk melaksanakan sholat ied kecuali di lembah itu. Sedang di lembah itulah terdapat Baitullah. Jadi, mau tidak mau, ya mereka harus sholat di Masjidil Haram.

Orang yang berpendapat bolehnya sholat di masjid, jika masjidnya luas, sudah dibantah oleh Asy-syaukaniy-rahimahullah- ketika berkata dalam Nailul Authar (3/359), "Dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa alasan sempit, dan luasnya masjid sekedar sangkaan belaka tidak cocok untuk dijadikan udzur dari mencontoh Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- untuk keluar menuju lapangan setelah mengakui kesinambungan Beliau terhadap hal tersebut. Adapun berdalil bahwa hal itu merupakan alasan untuk melakukan shalat ied di masjid mekkah (masjidil haram), maka dijawab bahwasanya tidak keluarnya mereka menuju lapangan, karena sempitnya lokasi Mekkah, bukan karena luasnya masjidil haram".

Dalil Kedua
Ibnu umar -radhiyallahu ‘anhuma- berkata,


أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْدُوْ إِلَى الْمُصَلَّى فِيْ يَوْمِ الْعِيْدِ وَالْعَنَزَةُ تُحْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَإِذَا بَلَغَ الْمُصَلَّى نُصِبَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ فَيُصَلِّي إِلَيْهَا وَذَلِكَ أَنَّ الْمُصَلَّى كَانَ فَضَاءً لَيْسَ فِيْهِ شَيْءٌ يُسْتَتَرُ بِهِ


"Rasulullah-Shollallahu ‘alaihi wasallam- keluar pagi-pagi menuju lapangan di hari ied, sedangkan tombak kecil di depan beliau. Jika telah tiba di lapangan, maka tombak kecil itu ditancapkan di depan beliau. Lalu beliau pun shalat menghadap tombak tersebut. Demikianlah, karena lapangan itu adalah padang, di dalamnya tak ada sesuatu yang bisa dijadikan "sutroh" (pembatas di depan imam)" [HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (930), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1304)]

Dalil Ketiga
Al-Baraa’ -radhiyallahu ‘anhu- berkata,


خَرَجَ النَّبِِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْأَضْحَى إِلَى الْبَقِيْعِ فَصَلَّى رَكَعَتَيْنِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ وَقَالَ إِنَّ أَوَّلَ نُسُكِنَا فِيْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نَبْدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ وَافَقَ سُنَّتَنَا وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْءٌ عَجَّلَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنِ النُّسُكِ فِيْ شَيْءٍ


"Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- keluar pada hari idul adha menuju Baqi’. Lalu beliau shalat ied dua rakaat. Kemudian beliau menghadapkan wajahnya kepada kami seraya bersabda, "Sesungguhnya awal kurban kita adalah pada hari kita ini. Kita mulai dengan shalat, lalu kita kembali untuk menyembelih hewan kurban. Barang siapa yang melakukan hal itu, maka sungguh ia telah mencocoki sunnah kita. Barangsiapa yang menyembelih sebelum itu (sebelum shalat), maka dia (sembelihannya) adalah sesuatu yang ia segerakan untuk keluarganya, bukan hewan kurban sedikitpun". [HR.Al-Bukhariy (933)]

Baqi’ yang dimaksudkan disini adalah lapangan, yaitu padang yang luas waktu itu, berada sekitar 100 meter sebelah timur Masjid Nabawi. Namun sekarang tempat itu dijadikan lokasi kuburan. Jadi, Baqi’ dahulu adalah tanah lapang yang luas dan kosong, namun sekarang diisi dengan kuburan yang sebelumnya tak ada.

Dalil Keempat
Abdur Rahman bin Abis berkata,



سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قِيْلَ لَهُ أَشَهِدْتَ الْعِيْدَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ نَعَمْ وَلَوْلَا مَكَانِيْ مِنَ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ حَتَّى أَتَى الْعَلَمَ الَّذِيْ عِنْدَ دَارِ كَثِيْرِ بْنِ الصَّلْتِ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ فَرَأَيْتُهُنَّ يَهْوِيْنَ بِأَيْدَيْهِنَّ يَقْذِفْنَهُ فِيْ ثَوْبِ بِلَالٍ ثُمَّ انْطَلَقَ هُوَ وَبِلَالٌ إِلَى بَيْتِهِ


"Aku pernah mendengarkan Ibnu Abbas sedang ditanya, apakah engkau pernah menghadiri shalat ied bersama Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- ? Ibnu Abbas menjawab, ya pernah. Andaikan aku tidak kecil, maka aku tidak akan menyaksikannya, sampai Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatangi tanda (yang terdapat di lapangan), di dekat rumah Katsir Ibnu Ash-Shalt. Kemudian beliau shalat dan berkhutbah serta mendatangi para wanita sedang beliau bersama Bilal. Maka nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menasihati mereka, mengingatkan, dan memerintahkan mereka untuk bersedaqah. Lalu aku pun melihat mereka mengulurkan (sedeqah) dengan tangan mereka sambil melemparkannya ke baju Bilal. Kemudian nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan Bilal berangkat menuju ke rumahnya". [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya(934)].

Al-Hafizh-rahimahullah- berkata, "Ibnu Sa’ad berkata, "Rumah Katsir bin Ash-Sholt merupakan kiblat bagi lapangan di dua hari raya. Rumah itu menurun ke perut lembah Bathhan, suatu lembah di tengah kota Madinah". Selesai ucapan Ibnu Sa’ad".[Lihat Fathul Bari (2/449), cet. Darul Ma’rifah]

Dalil-dalil ini dan lainnya menunjukkan bahwa sholat ied di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dilaksanakan di lapangan yang berada pada sebelah timur Masjid Nabawi. Dari hadits-hadits inilah para ulama mengambil kesimpulan bahwa sholat ied, petunjuknya dilaksanakan di lapangan, bukan di masjid !!! Inilah petunjuknya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , Sedang sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- .

Ibnu Hazm Azh-Zhohiriy-rahimahullah- berkata dalam Al-Muhalla (5/81), "Sunnahnya sholat ied, penduduk setiap kampung, dan kota keluar menuju lapangan yang luas, di dekat tempat tinggal mereka di waktu pagi setelah memutihnya matahari, dan ketika awal bolehnya sholat sunnah".

Imam Al-AiniyAl-Hanafiy -rahimahullah- berkata, "Dalam hadits ini terdapat anjuran keluar menuju lapangan, dan tidak melaksanakan shalat ied di masjid, kecuali karena darurat". [Lihat Umdah Al-Qoriy (6/280)].

Imam Malikbin Anas-rahimahullah- berkata dalam Al-Mudawwanah Al-Kubra (1/245), "Seorang tidak boleh shalat ied di dua hari raya pada dua tempat; mereka juga tidak boleh shalat di masjid mereka, tapi mereka harus keluar (ke lapangan) sebagaimana Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar (menuju lapangan)".

Ibnu Qudamah -rahimahullah- berkata dalam Al-Mughniy (2/229), "Sunnahnya seorang shalat ied di lapangan. Ali -radhiyallahu ‘anhu- telah memerintahkan hal tersebut dan dianggap suatu pendapat yang baik oleh Al-Auza’iy dan ahli ra’yi. Ini adalah pendapat Ibnul Mundzir… Kami (Ibnu Qudamah) memiliki dalil bahwa Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar menuju lapangan, dan meninggalkan masjidnya, demikian pula para khulafaurrasyidin setelahnya. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidaklah meninggalkan perkara yang lebih afdhol (sholat ied di masjidnya), padahal ia dekat, lalu beliau memaksakan diri melakukan perkara yang kurang (yaitu shalat di lapangan), padahal ia lebih jauh. Jadi nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidaklah mensyariatkan umatnya untuk meninggalkan perkara-perkara yang afdhol. Kita juga diperintahkan untuk mengikuti Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , dan berteladan kepadanya. Maka tidak mungkin suatu yang diperintahkan adalah kekurangan, dan sesuatu yang dilarang merupakan sesuatu yang sempurna. Tidak dinukil dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau shalat ied di masjidnya, kecuali karena udzur. Ini juga merupakan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin, karena manusia pada setiap zaman dan tempat, mereka keluar menuju lapangan untuk melaksanakan shalat ied di dalamnya, padahal masjid luas dan sempit. Dulu nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- laksanakan shalat ied di lapangan, padahal masjidnya mulia, dan juga shalat sunnah di rumah lebih utama dibandingkan shalat sunnah di masjid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , padahal ia lebih utama".

Inilah beberapa dalil dan komentar para ulama kita yang menghilangkan dahaga bagi orang yang haus ilmu; mengangkat syubhat, dan keraguan dari hati. Semoga dengan risalah ringkas ini kaum muslimin bisa menyatukan langkah dalam melaksanakan sholat ied sehingga persatuan dan kebersamaan diantara mereka semakin kuat, membuat orang-orang kafir gentar dan segan.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 34 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)


http://almakassari.com/?p=181#more-181

Komentarku ( Mahrus ali )

    Ada  beberapa kekeliruan dalam artikel itu  sbb :

وَالْعَنَزَةُ تُحْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ
sedangkan tombak kecil di depan beliau. ( terjemahan versi Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 34 Tahun I )

versi saya : sedangkan tombak kecil di bawa orang di depan beliau.

إِنَّ أَوَّلَ نُسُكِنَا فِيْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نَبْدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ
"Sesungguhnya awal kurban kita adalah pada hari kita ini. Kita mulai dengan shalat, lalu kita kembali untuk menyembelih hewan kurban. ( terjemahan versi Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 34 Tahun I )
Versi saya :
"Sesungguhnya awal ibadah  kita  pada hari kita ini adalah kita mulai dengan shalat, lalu kita kembali ke rumah untuk menyembelih hewan kurban.

وَلَوْلَا مَكَانِيْ مِنَ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ حَتَّى أَتَى الْعَلَمَ الَّذِيْ عِنْدَ دَارِ كَثِيْرِ بْنِ الصَّلْتِ,

Andaikan aku tidak kecil, maka aku tidak akan menyaksikannya, sampai Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatangi tanda (yang terdapat di lapangan), di dekat rumah Katsir Ibnu Ash-Shalt.  ( terjemahan versi Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 34 Tahun I )

Versi saya :
Andaikan bukan karena kedudukanku di sisi Rasulullah SAW maka aku tidak akan menyaksikannya karena aku masih kecil , sampai Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatangi tanda (yang terdapat di lapangan), di dekat rumah Katsir Ibnu Ash-Shalt.

Boleh di lihat di syarah hadisnya :


عون المعبود - (ج 3 / ص 97)
وَلَوْلَا مَكَانِي مِنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ أَشْهَدهُ لِأَجْلِ الصِّغَر ،
Andaikan bukan karena kedudukanku di sisi Rasulullah SAW maka aku tidak akan menyaksikannya karena aku masih kecil

عون المعبود - (ج 3 / ص 97)
وَفَسَّرَ الرَّاوِي هُنَاكَ عِلَّة عَدَم الْحُضُور بِقَوْلِهِ يَعْنِي مِنْ صِغَره فَالصِّغَر عِلَّة لِعَدَمِ الْحُضُور ، وَلَكِنْ قُرْب اِبْن عَبَّاس مِنْهُ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَكَانه عِنْده كَانَ سَبَبًا لِحُضُورِهِ اِنْتَهَى كَلَامه
Perawi mentafsirkan di sana  sebab  tidak hadir  yaitu  karena masih kecil . Jadi kecil sebagai  sebab  tidak hadir . Tapi berhubung kedekatan Ibnu Abbas kepada  Rasulullah SAW dan kedudukannya  yang menjadi sebab kehadiran nya ….. selesai perkataannya .  Aunul ma`bud 3/ 97

Dalam bullettin di katakan :
Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata, "Hadits ini dijadikan dalil untuk menunjukkan dianjurkannya keluar menuju padang luas (lapangan) untuk mengerjakan shalat ied, dan bahwasanya hal itu lebih utama dibandingkan shalat ied di masjid, karena kontunyunya nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- atas hal itu, padahal masjid beliau memiliki keutamaan.[Lihat Fathul Bari (2/450)]
 Arabnya sbb :
فتح الباري لابن حجر - (ج 3 / ص 378)
وَاسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى اِسْتِحْبَابِ الْخُرُوجِ إِلَى الصَّحْرَاءِ لِصَلَاةِ الْعِيدِ وَأَنَّ ذَلِكَ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي الْمَسْجِدِ ، لِمُوَاظَبَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ذَلِكَ مَعَ فَضْلِ مَسْجِدِهِ .
Di artikel itu di katakan :

Adapun penduduk Mekkah, mereka dikecualikan dalam hal ini, karena sempitnya lokasi yang ada di negeri itu. Mekkah adalah lembah yang dikelilingi oleh pegunungan, tidak mungkin bagi penduduk untuk melaksanakan sholat ied kecuali di lembah itu. Sedang di lembah itulah terdapat Baitullah. Jadi, mau tidak mau, ya mereka harus sholat di Masjidil Haram

Komentarku ( Mahrus ali )

Anda menyatakan :
Adapun penduduk Mekkah, mereka dikecualikan dalam hal ini, karena sempitnya lokasi yang ada di negeri itu. Mekkah adalah lembah yang dikelilingi oleh pegunungan, tidak mungkin bagi penduduk untuk melaksanakan sholat ied kecuali di lembah itu.

Komentarku ( Mahrus ali )
Alasan ini kurang rasional , setahu saya masih banyak tanah lapang di Mekkah , boleh di lihat di Aziziyah sampai sekarang masih banyak  tanah yang lebar yang belum di buat kavlingan . Waktu saya di Mekkah sekitar tahun 1980- 1987 M , masih banyak tanah lapang .
Alasan yang tepat , waktu dulu , tanah sekitar ka`bah seperti lapangan , karena  belum di bangun masjid di sekitarnya . Dan mungkin  juga karena kemulyaan Masjidil haram dan dekat dengan Ka`bah.

Anda menyatakan :
 Al-Hafizh-rahimahullah- berkata, "Ibnu Sa’ad berkata, "Rumah Katsir bin Ash-Sholt merupakan kiblat bagi lapangan di dua hari raya. Rumah itu menurun ke perut lembah Bathhan, suatu lembah di tengah kota Madinah". Selesai ucapan Ibnu Sa’ad".[Lihat Fathul Bari (2/449), cet. Darul Ma’rifah] ( terjemahan versi Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 34 Tahun I )
Komentarku ( Mahrus ali )
Arabnya sbb :
فتح الباري لابن حجر - (ج 3 / ص 378)
، قَالَ اِبْنُ سَعْدٍ : كَانَتْ دَارُ كَثِيرِ بْنِ الصَّلْتِ قِبْلَةَ الْمُصَلَّى فِي الْعِيدَيْنِ وَهِيَ تُطِلُّ عَلَى بَطْنِ بَطَحَانِ الْوَادِي الَّذِي فِي وَسَطِ الْمَدِينَةِ ، اِنْتَهَى

, "Ibnu Sa’ad berkata, "Rumah Katsir bin Ash-Sholt merupakan kiblat bagi lapangan di dua hari raya. Rumah itu menghadap ke perut lembah Bathhan, suatu lembah di pusat kota Madinah". Selesai ucapan Ibnu Sa’ad"

Anda menyatakan  lagi :
Imam Malikbin Anas-rahimahullah- berkata dalam Al-Mudawwanah Al-Kubra (1/245), "Seorang tidak boleh shalat ied di dua hari raya pada dua tempat; mereka juga tidak boleh shalat di masjid mereka, tapi mereka harus keluar (ke lapangan) sebagaimana Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar (menuju lapangan)".

Arabnya sbb :
المدونة - (ج 1 / ص 431)
وَقَالَ مَالِكٌ : لَا يُصَلَّى فِي الْعِيدَيْنِ فِي مَوْضِعَيْنِ وَلَا يُصَلُّونَ فِي مَسْجِدِهِمْ ، وَلَكِنْ يَخْرُجُونَ كَمَا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Imam Malikbin Anas-rahimahullah- berkata dalam Al-Mudawwanah Al-Kubra (1/245), Dua salat Id tidak boleh di lakukan dalam  dua tempat; mereka juga tidak boleh shalat di masjid mereka, tapi mereka harus keluar (ke lapangan) sebagaimana Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar (menuju lapangan)".

  Saran:
  Bagi mereka yang menjalankan salat Id di lapangan hendaknya di lakukan tanpa sajadah koran , tikar , terpal , sajadah . Tapi  usahakan  melakukan salat  dan langsung  sujud ke tanah . Lihatlah dan bacalah 35 polemik salat di atas tanah tanpa alas di blog saya ini

Lihat juga artikel di bulan 01 Apr 2011

Artikel Terkait

6 komentar:

  1. Alhamdulillah, semakin jelas saja. Karena saya beberapa waktu yang lalu pernah ditanya oleh seseorang, sah tidaknya shalat Ied di Masjid.
    Waktu itu saya jawab : "syah atau tidaknya saya tidak tahu, tetapi jelas berdosa karena menyalahi sunah Rasulullah, lebih-lebih kalau punya keyakinan kalau shalat (ied) di masjid lebih bagus daripada shalat (ied) di lapangan, maka orang itu benar-benar telah merendahkan Nabi Muhammad saw yang memilih shalat (ied) di tanah lapang".

    BalasHapus
  2. benar apa yang anda katakan , semoga yang lain juga meniru anda

    BalasHapus
  3. kata anda:(versi saya : sedangkan tombak kecil di bawah orang di depan beliau)komentarq:menurut saya bukan di bawah orang, tapi di bawa orang.karena "تحمل" salah satu maknanya adalah membawa yang asal kata fiil madzinya adalah حمل. sedangkan bahasa arabnya di bawah adalah تحت. trim

    BalasHapus
  4. Itu kesalahan sangat di ketahui oleh semua orang dan di maklumi bahwa itu salah ketik tiada unsur kesengajaan

    BalasHapus
  5. alhamdulillah kalau salah ketik, dan sudah di edit. saya hy mengharap pahala dari Allah, tak ada yg lain. insyaallah. smg kita semua dalam lindungan-Nya,amin

    BalasHapus
  6. KIta saling mengingatkan kepada sesama muslim , okey

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan