السَّلام عَليكم
ورَحمة الله وبَرَكاته
الحَمد
للهِ رَبّ العالمَين , والصّلاَة والسَّلام عَلى سَيّدِنا مُحمّد المرسَلين , وَ
على آله وَأصحابِه أجْمعين , أمّا بعدُ:
Kritik Terhadap Gus-Dur Dan Sa’id Aqil
Segala puji bagi Allah SWT, semoga kita dalam rahmat dan
lindungan-Nya, shalawat dan salam semoga bertaburan di pusara Nabi Muhammad SAW
dan berhembus kepada keluarga dan shahabat Nabi.
Yang terhomat shahibul bait KH. Thohir Rokhili, pengasuh
Pondok Pesantren at-ThohiriyyahJakarta.
Yang terhomat KH. Yusuf Hasyim.
Yang terhomat para ulama dan pejabat pemerintah sipil
maupun militer .
Serta hadirin semua yang saya hormati .
Baiklah Kita Mulai Kritik Terhadap
Gus-Dur
Belum habis kita menyelesaikan masalah-masalah yang
diwariskan oleh Muktamar NU di Cipasung, dan di tengah-tengah berdesingnya
antara pro dan yang kontra dengan Gus-dur, dan disaat memburuknya dan
porak-porandanya hubungan NU luar Jawa dengan PBNU, akibat tindakan Gus-Dur
yang tidak Islami, tidak bijak, dan penuh emosi, yaitu pada saat rapat
formatur, Gus-Dur mengatakan: “saya putus orang dengan pak Idham Kholid di
dunia sampai akhirat”. Dan akibat penolakan Gus-Dur terhadap Abu Hasan untuk
masuk dalam jajaran pengurus PBNU, sehingga gambaran peta NU sekarang ini,
sangat mencekam sekali, di tengah-tengah PBNU tidak mampu mengendalikan
Gus-Dur, disaat Gus-Dur bercumbu rayu dengan Negara-negara barat dan bermesraan
dengan tokoh-tokoh kristen di negeri kita, dan di tengah-tengah semakin jauhnya
Gus-dur terjun dalam politik praktis dengan menjagoi saudara Matori Abdul Jalil
sebagai calon ketua PPP yang gagal total, kemudian Gus-Dur berteriak-teriak di
surat kabar, menghimbau agar warga NU memilih PDI atau golput, kemudian
spontanitas surat kabar KOMPAS milik Kristen pada halaman pertama memuatnya
dengan huruf besar, dan diteruskan dengan safari bersama dengan Megawati. Jika
seandainya saudara Matori jadi ketua PPP saat itu, maka akan terjadi gabungan
tiga kekuatan PDI, NU, dan PPP.
Alhamdulillah tidak berhasil, disaat-saat PWNU Jateng
dengan suratedarannya ke seluruh cabang NU Jawa Tengah menghadang pertemuan di
Pondok Pesantren Darussalam Watu Congol baru-baru ini. Dengan cara-cara yang
kotor dan tak beradab. Bahkan untuk menggagalkan pertemuan tersebut beberapa
oknum tidak segan-segan melakukan ancaman dan intimidasi, lebih dari itu mereka
tanpa malu menggerpol Kadit Sospol Jawa Tengah untuk tidak memberikan izin pada
pertemuan tersebut. Padahal, tujuan pertemuan itu adalah dalam rangka
Istighosah, amar ma’ruf nahi mungkar dan al-Taslihati li Hadi A’dhoi
al-Markaziyyah li Nahdlati al-Ulama’, bukan meggoyang NU
sebagaimana yang mereka tuduhkan, mereka tanpa malu-malu melanggar hak-hak Kyai
Ahmad Abdul Haq, merusak kebulatan Pondok Pesantren Darussalam dan
menginjak-injak Demokrasi yang kita junjung tinggi, dan semua ini sangat
berbahaya, merupakan pelanggaran terhadap Khitthah 1926 yang sulit untuk
dimaafkan, dan alhamdulillah istighotsah di Pondok Pesantren al-Thohiriyah
kondisinya tidak seperti Jawa Tengah. Di saat problema musykilat melekat dan
melingkari tubuh NU, di tengah-tengah semua itu, maka datanglah seperti
halilintar menghantam, sebuah makalah yang disampaikan oleh Sa’id Aqil wakil
katib PBNU, yang dibacakan di hadapan seminar PMII di Jakarta. Dalam
mukaddimahnya dia telah melakukan kritik tajam kepada Rois Akbar Hadrotus
Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, sehingga saya menilainya terlanjur over acting
bahkan telah meninggalkan nilai-nilai adab dan tatakrama. Ia mengatakan bahwa
batasan tentang Ahlussunnah Rois Akbar adalah memalukan.
Lebih dari itu, ia telah menghina dan mengecam Khalifah
Utsman RA dengan mengatakan bahwa Khalifah Utsman RA sudah pikun (baca halaman
6 dan 7 dalam makalahnya), mafhumnya Khalifah Utsman RA dalam menjalankan
perintahnya menggunakan sistem familier.
Jika demikian cara berfikir Sa’id Aqil, maka saya
khawatir jarum-jarum beracun kaum Saba’iyah dan Syi’ah sudah masuk dalam
sel-sel pemikirannya, dan jika ini benar saya khawatir lagi dia terperangkap
dalam jaringan Zionisme Internasional, apalagi Gus-Dur disinyalir
terperosok dalam jaringan Kristen Internasional. Sedang gambaran data Gus-Dur
terlibat dalam jaringan kerja sama kristenIndonesiasebagai berikut:
1. Keterangan dan pengakuan Gus-Dur sendiri kepada saya
bahwa dia (Gus-Dur) telah memanfaat-kan dana bantuan keuangan dari Kardinal
Yuwono Semarang (kardinal adalah kepala Pastur). Di kantor PBNU Jakarta sebelum
Muktamar NU di Cipasung, pada saat itu Gus-Dur didampingi Sdr. Ghoffar Rahman
(mantan Sekjen PBNU). Dan pada waktu itu pula Gus-Dur menunjukkan foto dia
bersama Kardinal Yuwono kepada saya.
2. Pengakuan Gus-Dur Sendiri bahwa dia telah menerima dana
bantuan keuangan sejumlah Rp. 600.000.000,- (Enam Ratus Juta Rupiah) dari PT.
Gramedia (badan usaha milik Kristen). Latar belakang Gus-Dur menerima uang dari
Gramedia sbb: pada saat monitor (penerbitan milik Gramedia) dibredel oleh
pemerintah, Gus-Dur membelanya. Kemudian Gus-Dur menerima dana bantuan keuangan
tersebut dari Gramedia. Jawaban Gus-Dur pada waktu rapat NU Cabang Jombang
tanggal 13 Nopember 1995 bahwa uang tersebut di atas sudah dilaporkan Muktamar
NU di Yogyakarta adalah tidak benar, karena pada Muktamar NU di Yogyakarta
tidak ada laporan Gus-Dur atau PBNU. Dan yang sangat musykil adalah kasus
monitor terjadi pada tahun 1991. Sedangkan kegiatan Muktamar NU di Yogyakarta
terjadi pada tahun 1989. Jadi, jelas jawaban Gus-Dur sama sekali tidak benar.
3. Keterangan Dokter Khudzaifah: Gus-Dur selama dirawat
dirumah sakit, biaya pengobatan seluruhnya dibayar oleh Kompas (suratkabar
milik Kristen). Informasi tersebut diberikan kepada saya disaksikan oleh H.
Saiful Masykur di PHI KwitangJakarta.
4. Gus-Dur dengan Moerdani (tokoh Kristen) hubungannya
sangat erat dan intim sekali. Gus-Dur penah memuji-muji Moerdani kelewatan
batas dan juga pernah mencalonkan Moerdani sebagai presiden RI. Dengan strategi
seperti itu, Gus-Dur dan orang Kristen berharap Moerdani menjadi presiden.
Jika terjadi komposisi seperti itu, maka Gus-Dur otomatis menjadi pahlawan bagi
orang-orang Kristen. Imbalan Gus-Dur memang amat mahal sekali, karena Gus-Dur
terlanjur dibeli dengan bentuk kerjasama yang mempesona.
5. Anjuran dan himbauan Gus-Dur kepada NU untuk memilih PDI
atau Golput, sehabis selesai Muktamar PPP di Jakarta. Mengapa Gus-Dur sejauh
itu merusak Khitthah 1926 dan melanggar undang-undang Pemilu? Jawabannya karena
partai Kristen berfusi dalam partai PDI, maka Gus-Dur harus ikut andil untuk
memenangkan PDI.
6. Gus-Dur safari bersama Megawati ketua umum PDI, Gus-Dur
bisa saja beralasan, bersilat lidah tetapi firasat dan ketajaman seorang
mukmin tidak bisa ditipu, Sungguh memalukan tindakan Gus-Dur tersebut.
7. Gus-Dur mengatakan bahwa “jika keadaan mendesak saya siap
kampanye PDI”. Hal itu dikemukakan di depan saya, Helmi (wartawan Editor/
Tiras), M. Ishaq (pengamat) pada acara Walimatul Arusy putri H. Shobih Ubaid di
Jakarta.
8. Bank Nusuma sampai saat ini belum memakai sistem Islam,
padahal Muktamar NU di Yogyakarta mengusulkan berdirinya Bank Islam dan
Undang-undangpun sekarang telah memperboleh-kan berdirinya Bank Islam. Hal ini
disebabkan Bank Nusuma bekerja sama dengan Jawa Pos yang pimpinan tertingginya
dijabat seorang Kristen bernama Eric Samola.
9. Gus-Dur bercumbu rayu dengan Negara-Negara Kristen
dan semakin menjauh hubungan dengan Negara-Negara Islam. Apalagi dengan
NegaraBruneiyang ber-aqidah sama dengan NU. Adapun pengakuan Gus-Dur bahwa dia
diusir dari Meshir karena dia anti Barat, menurut saya adalah alasan yang
dibuat-buat untuk menutupi mesranya hubungan Gus-Dur dengan Barat dewasa ini.
Data nomor empat (4) tersebut di atas bukan sekedar
mu’amalah belaka yang diperbolehkan agama Islam, akan tetapi sudah
menjurus kepada:
سِياَسَةُ
التَّوْلِيَةُ الْعَاِليَةُ فِيْ هَذِهِ الْجُمْهُوْرِيَّةِ
“Politik penguasaan kelas tinggi dalam
Negara Replubik Indonesia”
Apa jadinya dan apa yang terjadi jika seandainya Moerdani
terpilih menjadi presiden RI? kemungkinan akan terjadi kondisi yang rawan serta
akan menyeret pada kekacauan. Meskipun jabatan presiden adalah hak setiap warga
Negara menurut Undang-undang dasar 1945, tetapi hal itu adalah gambaran peta
politik yang timpang, tidak menggambarkan keadilan dimana minoritas sebagai
penguasa dikhawatirkan timbulnya kerawanan, dan seandainya keadaan terjadi
seperti itu, maka Gus-Dur-lah orang yang paling bertanggung jawab. Biarlah
orang-orang Kristen memperjungkan hak-haknya, artinya Gus-Dur sebagai ketua
PBNU jangan mencalonkan Moerdani sebagai presiden RI. Pelanggaran-Pelanggaran
terhadap khitthah 1926 dan ketidak mampuannya menjaga muru’ah sebagai ketua
umum PBNU harus segera dihentikan. Dan jika peringatan atau nasehat saya ini
tidak dihiraukan Gus-Dur, maka akhirnya saya mampu mengucap:
إِذَا
لَمْ تَسْتَحِي فَاصْنَعْ مَاشِئْتَ رواه البخاري
“Jikalau tak puya malu, maka berbuatlah
sehendakmu”(HR. Bukhori)
Jika semua ini benar dan tidak segera di atasi, maka
cepat atau lambat NU akan berubah arah tujuan dan kemudian lepas dari aslinya,
dan disanalah letak kehancurannya “Na’udzubillah min dzalik”
Kritik Terhadap Sa’id Aqil
Sesungguhnya kritikan, kecaman, penghinaan terhadap
Khalifah Utsman RA itu semenjak dulu sudah dilakukan oleh golongan Saba’iyah di
bawah pimpinan Abdullah bin Saba’ dan golongan Syi’ah. Apalagi Sa’id Aqil
mengatakan dalam makalahnya: bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tidak hanya dibuat
kambing hitam oleh sejarah atas dasar keterangan dari Dr. Thoha Husain dll nya.
Padahal sebenarnya pegingkaran terhadap keberadaan Abdullah bin Saba’ tak
ubahnya sama dengan mengingkari wujudnya matahari, tak seorangpun ahli sejarah
masa lalu baik dari kalangan Syi’ah atau Ahlussunnah wal Jama’ah mengingkari
kehadiran Abdullah bin Saba’ dalam proses sejarah yang panjang. Siapakah yang
lebih tahu tentang hakikat keberadan Ibnu Saba’, apakah ulama masa lalu atau
masa kini yang lebih tahu? Bukankah ulama’ Syi’ah sendiri yang namanya Abu
Ishaq bin Muhammad Ats-tsaqofi Al-kufi telah mengakui adanya Abdullah bin
Saba’, sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya al-Ghaarat jilid 1 halaman
302-303, kitab ini ditulis pada tahun 250 H dan an-Naubakhti wafat tahun
288 H dalam kitabnya Firoqus Syi’ah, kemudian disusul oleh Ibnu Abil
Khadid dalam Nahjul Balaqhoh-nya dan al-Hulli
dalam Khulashohnya dan kitab-kitab yang lain, demikian pula dari kalangan
Ahlussunnah wal Jama’ah diantaranya adalah ath-Thobari, Ibnul Atsir,
Ibnu Katsir, Ibnu Kholdun dan banyak lagi yang lain. Paham pengingkaran atas
adanya Ibnu Saba’ adalah upaya jaringan-jaringan Yahudi dalam rangka melepaskan
diri dari keterlibatannya sebagai pelopor penghancuran terhadap Islam dan umat
Islam.
Paraulama dan hadirin yang saya hormati, karena waktu
sangat terbatas, kiranya tidak patut jika saya memperpanjang pembahasan pokok makalah,
tetapi hanya sebagian yang penting yang insya Allah akan saya sampaikan, maka
saya akan mencoba menolak fitnah yang dialamatkan kepada sayyidina Utsman dan
shahabat Marwan bin Hakam dan Amar bin Yasir.
Marilah kita simak bersama, apakah kecaman dan hinaan
terhadap khalifah Utsman itu benar? Apakah benar khalifah Utsman
membagi-bagikan pengurusan wilayah-wilayah kepada keluarganya? Ataukah tuduhan
dan kecaman itu sekedar buatan kaum Saba’iyah yang mereka ada-adakan guna
mendorong orang lain untuk beroposisi yang kemudian memberontak dan selanjutnya
membunuh khalifah?
Ahli sejarah kaum Syi’ah al-Ya’qubi menyatakan: bahwa
khalifah Utsman dibenci orang adalah karena mengutamakan keluarga dalam
pengangkatan Gubenur wilayah, kemudian Al-Ya’qubi sendiri membuat perincian
wilayah-wilayah dengan Gubenur masing-masing, dan ternyata dapat kita lihat
bahwa sebagian besar yang diangkat oleh khalifah Utsman adalah bukan dari
keluarga khalifah Utsman, maka marilah kita lihat keterangan Al-Ya’qubi di
bawah ini sebagai berikut:
Ya’la bin Mun-yah at-Tamimi untuk Yaman.
Abdullah bin Amr al-Hadlromi untuk Makkah .
Jarir bin Abdullah al-Bajali untuk Hamdan .
Al-Qosim bin Robi’ah ats-Tsaqofi untuk Thoif.
Abu Musa al-Asy’ari untuk Kufah.
Abdullah bin ‘Amir bin Kariz untuk Bashrah.
Abdullah bin Sa’ad bin Abi Saroh untuk Mesir.
Mu’awiyyah bin Abi Sofyan di Syam.
Sejarawan terkenal ath-Thobari dan Ibnul Atsir
menambahkan nama-nama Gubernur untuk daerah lainnya serta para pemangku jabatan
tinggi Negara yang diangkat oleh khalifah Utsman RA sebagai berikut:
Untuk Hims Abdurrahman bin Kholid bin Walid.
Untuk Qinnasrin Habib bin Maslamah.
Untuk Palestina ‘Alqomah bin Hakim al-Kanani
Untuk Yordania Abul A’war as-Salami.
Untuk Laut Merah Utara Abdullah bin Qois al-Fazari.
Untuk Azerbajian al-Asy’ats bin Qois al-Kindi.
Untuk Hulwan Utaibah bin an-Nahhas.
Untuk Mah Malik bin Habib.
Untuk Roy Sa’id bin Qois.
Untuk Asbahan as-Saib bin Aqra’.
Untuk Masabdzan Hubaisy.
Untuk Qorqisia Jarir bin Abdullah.
Kemudian jabatan tinggi Negara yang lain adalah:
Pengadilan: Zaid bin Tsabit
Baitul mal : ‘Uqbah bin Amir
Urusan jizyah dan pajak: Jabir bin Fulan al-Mazani
Pertahanan dan peperangan: al-Qo’qo’ bin ‘Amr
Pimpinan haji : Abdullah bin Abbas.
Kepala polisi : Abdullah Qunfudz
Jadi hanya tiga keluarga Utsman yang menjadi Gubernur
dari 20 Gubernur dan 6 jabatan tinggi Negara, itu saja hanya 2 Gubernur yang
dilantik oleh khalifah Utsman, yaitu yang untuk Bashroh dan Mesir, sedang yang
satu yaitu untuk Muawiyyah di Syam dilantik oleh khalifah sebelum Sayyidina
Utsman menjabat sebagai khalifah.
Kemudian apakah pengangkatan 2 Gubernur itu cukup
menjadi alasan untuk mencela dan mengecam kepada khalifah Utsman? Sebagaimana
dilakukan oleh golongan Saba’iyah, Syi’ah, dan Sa’id Aqil serta orang
yang mengikutinya, mengekor mereka. Apakah haram menurut syari’ah seorang
khalifah mengangkat salah satu keluarga yang dipandang ahli dalam jabatannya,
hanya karena ia salah satu dari keluarganya? Jawabanya hanyalah satu, “tidak
haram”.
Jika hal itu dapat dijadikan alasan untuk mengecam
khalifah Utsman, mengapa kaum Syi’ah dan penulis makalah diam membisu tanpa
komentar apalagi mengecam ketika khalifah Ali mengangkat Qustam bin Abbas
(pernah menjabat pimpinan haji tahun 37 H) sebagai Gubernur di Makkah, dan
mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai Gubernur di Yaman (al-Ya’qubi juz 2
halaman 179), dan Muhammad bin Abu Bakar (anak tiri Sayyidina Ali) untuk Mesir,
Ya’ad Ibnu Hubairoh (putra saudara perempuan sayyidina Ali bin Abi Thalib yang
bernama Ummu Hani’) sebagai Gubernur di Kharasa, dan mengangkat Muhammad Ibnu
Hanafiyah sebagai panglima. Mengapa kalian diam membisu, padahal khalifah Ali
banyak mengangkat keluarganya?.
Dengan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka
keterangan dan memutarbalikkan fakta yang dipropagandakan lingkaran setan
yang dibuat oleh mereka, mereka adalah bohong dan dusta serta merupakan
fitnah yang keji terhadap khalifah Utsman RA.
Marwan bin Hakam RA: ia adalah sasaran kecaman dan pusat
caci maki yang dilontarkan oleh golongan Saba’iyah dan Syi’ah. Tuduhan dan
kecaman yang paling bayak dilontarkan kepadanya antara lain: diangkatnya Marwan
bin Hakam oleh khalifah Utsman sebagai sekretarisnya, penguasa seperlima harta
rampasan perang di Afrika,suratMarwan bin Hakam yang isinya perintah
untuk membunuh pemberontak yang dari Mesir, dan dikembalikannya Marwan bin
Hakam ke Madinah dari tempat pembuangan di Thoif oleh khalifah Utsman.
Saya insya Allah dalam pertemuan hari ini akan memberikan
jawaban satu persatu berdasarkan dari keterangan-keterangan ulama: tentang
perizinan bagi Marwan bin Hakam meninggalkan tempat pembuangannya di Thoif,
kemudian pindah ke Madinah. Maka hal itu sepanjang kenyataanya: bahwa Nabi
Muhammad SAW pada saat-saat terakhir telah mengizinkan kembalinya shahabat
Marwan ke Madinah atas usul permohonan sayyidina Utsman, namun beliau mendadak
wafat sebelum terlaksana pemindahan Marwan ke Madinah. Perizinan itu didengar
dan diterima langsung oleh sayyidina Utsman.
Jikalau pada saat sayyidina Abu Bakar menjadi khalifah
menolak kembalinya Marwan ke Madinah demikian pula khalifah Umar, maka hal itu
sesuai dengan ketentuan syariat Islam: bahwa kesaksian satu orang itu
tidak diterima. Tetapi pada saat sayyidina Utsman menjabat sebagai khalifah dan
beliau yakin sepenuhnya bahwa perizinan itu sungguh telah diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW, maka khalifah Utsman melaksanakan (artinya beliau tidak salah),
(dari kitab ath-Thobari fi Manaqibil ‘Asyroh).
Tentang harta rampasan perang di Afrika yang dikatakan
dijual dengan harga tidak layak kepada shahabat Marwan bin Hakam yakni sejumlah
500.000 dinar, maka sebenarnya adalah sebagai berikut: Dari rampasan perang
yang bersifat emas, perak, mata uang, panglima Abdullah bin Abi Saroh
mengeluarkan khumus (seperlima) yaitu sebesar 500.000 dinar,
karena khumus merupakan hak baitul mal, maka jumlah itu dikirimkan
panglima kepada khalifah Utsman di Madinah. Kemudian khalifah menyerahkan
kepada baitul mal. Masih adalagi khumus dari harta rampasan perang yakni
seperlima dari peralatan dan seperlima dari jumlah ternak hewan. Maka jumlah
seperlima dari jumlah benda dan ternak itu sulit diangkut karena jauhnya jarak,
maka jumlah itulah yang dijual pada shahabat Marwan bin Hakam dengan harga
100.000 dirham, dan merupakan hak baitul mal di Madinah, kemudian empat
seperlima dari harta rampasan perang itu dibagi-bagikan kepada anggota pasukan
yang ikut dalam perang, karena itu adalah hak mereka.
TentangsuratIbnu Khaldun mengatakan, mereka (kaum
pemberontak dari Kufah, Bashrah, Mesir) berangkat meninggalkan Madinah tetapi
tidak lama kemudian mereka kembali lagi dengan membawasuratyang dipalsukan yang
mereka katakan: bahwa mereka mendapatkannya dari tangan pembawanya untuk di
sampaikan kepada Gubernur Mesir, sedangsuratitu berisikan perintah membunuh
pemberontak. Khalifah Utsman bersumpah ia tidak tahu-menahu tentangsuratyang
dimaksud, mereka berkata kepada khalifah: berilah kuasa kepada kami untuk
bertindak terhadap Marwan bin Hakam, sebab ia adalah sekretaris Anda. Tetapi
Marwan bersumpah bahwa ia tidak melakukannya, ia berkata: tidak ada dalam hukum
Lebih dari pada ucapan saya (Ibnu Khaldun hal 135).
Jauh sebelum itu, sayyidina Ali telah mengatakan: bahwa
surat itu hanya karangan belaka yang diada-adakan, beliau mengatakan: bagaimana
kalian wahai ahli Kufah dan ahli Basroh dapat mengetahui apa yang dialami ahli
Mesir, padahal kalian telah menempuh jarak beberapa marhalah dalam perjalanan
pulang, tetapi kemudian kalian berbalik menuju Madinah, demi Allah
persengkokolan ini diputuskan di Madinah, mereka menjawab: terserah bagaimana
kalian menanggapi, kami tidak membutuhkan orang itu biarkanlah ia meninggalkan
kami (Ath-Thabari juz 11 hal 150).
Sedangkan analisisnya apakah mungkin orang seperti
shahabat Marwan bin Hakam menjadi sekretaris khalifah Utsman jika dianggap
orang yang tidak baik tanpa mendapat reaksi tokoh-tokoh shahabat, seperti
sayyidina Ali bin Abi Tholib pahlawan perang Khaibar, Sa’ad bin Abi Waqqos,
penakluk Persia termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga, Tolhah Ibnu
Ubaidillah yang menjadi perisai Rasulullah SAW di perang Uhud dan lain-lainnya,
jawabannya: tidak mungkin. Padahal kenyataan sejarah membuktikan mereka
tokoh-tokoh shahabat sama sekali tidak memberikan reaksi bahkan tidak protes
sama sekali.
Oleh karena itu cerita buruk tentang shahabat Marwan bin
Hakam adalah Isu, fitnah yang di hembuskan oleh kaum Saba’iyah dan Syi’ah.
Bukankah Romlah bin Ali dikawinkan mendapatkan anak shahabat Marwan bin
Hakam yang bernama Muawiyyah bin Marwan bin Hakam, bukankah putra Hasan yang kedua
(Hasan bin Hasan bin Ali) telah dikawinkan mendapat cucu Marwan bin Hakam yaitu
Walid bin Abdul malik bin Marwan, seandainya Marwan bin Hakam betul-betul orang
jelek, saya kira tidak bakal terjadi hubungan kekeluargaan (besanan) antara
sayyidina Ali dengan shahabat Marwan.
Oleh karena itu, Ibnul Arobi, Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyah,
adz-Dzahabi dan lain-lainnya mengata-kan: Bahwa riwayat-riwayat tentang
peristiwa-peristiwa itu saling bertentangan dan sedikitpun tidak dapat dipakai
sebagai dalil yang sohih (al-Awashim hal 100, as-Shawa’iq hal 68, Minhajus
Sunnah juz III hal 192)
Sehubungan dengan itu, para ulama hadits ketika membaca
riwayat palsu menjelaskan bahwa kebanyakan riwayat mengenai kecaman terhadap
shahabat Mu’awiyah, Amr Ibnul ‘Ash dan Bani Umayyah, begitu pula kecaman
terhadap Walid bin Uqbah dan Marwan bin Hakam, adalah riwayat palsu dan dusta
yang dibuat serta yang diada-adakan oleh golongan pendusta yang menjadi
kebohongan dan kedustaan sebagai agama mereka. Demikian menurut Ibnul Qoyyum
dan lain-lainnya.
Tentang Ammar bin Yasir yang dituduh menghembuskan sikap
anti khalifah, memompakan semangat memberontak oleh Said Aqil. Jawabannya:
sungguh saya amat sangat terkejut pada saat saya membacanya, sungguh kejam apa
yang dituduhkan kepadanya, bukankah dia putra Yasir? Bukankah Nabi Muhammad SAW
telah memberikan jaminan sebagai penghuni surga kepada Yasir dan keluarganya? (shobron yaa
ala Yasir inna mau’idakum al-jannah) Artinya: sabarlah wahai
keluarga Yasir sesungguhnya janji kalian di surga.
Memang telah terjadi perselisihan antara Ammar dengan
khalifah Utsman akan tetapi perselisihannya tidak sampai memompakan semangat
memberontak. Buktinya, pada saat pembangkang bersenjata mengepung rumah
khalifah Utsman dan mereka menghalang-halangi masuknya air dirumah Khalifah,
maka marahnya Ammar dan berteriak sambil berkata: maha suci Allah, akankah
kalian menghalangi air kepada orang yang membeli sumur Raumah dan memberikannya
kepada kaum muslimin.
Kemudian Ammar membawa air itu sendiri tanpa mendapat
halangan dari mereka, karena mereka takut, segan dengan sebab kebesarannya.
Jadi perselisihan tokoh-tokoh shahabat terhadap sayyidina Utsman tidak bakal
mendorong mereka untuk berontak sebab mereka telah mewarisi ukhuwwah Islamiyah
yang ditanamkan Nabi Muhammad SAW kepada mereka. Sa’id Aqil gegabah menuduh
shahabat Ammar bin Yasir rodliallahuanhuma sebagai pemompa semangat
memberontak, bahkan melakukan penghinaan terhadap shahabat Utsman RA. Lebih
jauh Said Aqil menuduh bahwa runtuhnya khalifah Utsman dan akhirnya
menjadi bencana bagi Islam adalah disebabkan adanya kelompok-kelompok munafiqin
yang sebagian besar dari Bani Umayyah. Sungguh semua tuduhan tersebut adalah
palsu dan penuh kebohongan terhadap mereka. Pernahkah Allah SWT dan
Rasul-Nya serta tokoh-tokoh shahabat menuduh mereka seperti yang dilakukan oleh
Said Aqil? Bukankah Allah SWT dengan firman-Nya yang indah telah berjanji
memberikan pahala yang baik terhadap mereka yang dalam kategori shahabat serta
yang lain jika perilakunya sama dengan shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW.
Ÿ لَا يَسْتَوِي مِنكُم مَّنْ أَنفَقَ
مِن قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُوْلَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِينَ
أَنفَقُوا مِن بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Tidak sama diantara kamu orang yang
menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih
tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang
sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih
baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Hadid: 10 )
Bahwa ayat ini adalah sekaligus menolak tuduhan palsu
Saudara Sa’id Aqil kepada penduduk Makkah (bukan karena Allah), tapi karena
slogan yang digunakan oleh Abu Bakar di Bani Tsaqifah al-Aimmatu Min Quraisy
(halaman tiga makalah Sa’id Aqil).
Sungguh ini adalah su’udhon terburuk terhadap
shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW sepanjang sejarah NU dan musibah berat bagi
NU, seterusnya akan berubah menjadi malapetaka bagi NU dan warga NU. Oleh
karena itu, semua ini harus dihentikan tidak boleh terus berkepanjangan.
Bukankah shahabat Utsman RA dan Ammar bin Yasir RA termasuk arti makna
kandungan firman Allah:
šوَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ
ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar”. (QS. At-Taubah: 100 )
Bukankah beliau (Utsman RA) kawan Nabi Muhammad SAW di
surga sebagaimana di sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:
لِكُلِّ
نَبِىٍّ رَفِيْقٌ وَرَفِيْقِيْ – يعنى في الجنة – عثمان
Mengapa Sa’id Aqil dengan lancang menghina shahabat
Utsman? Dan secara serampangan menuduh shahabat Ammar sebagai pelopor
pemberontakan terhadap khalifah Utsman.
مَنْ
عَادَى عَمَّارًَا عَادَاهُ اْللهُ – وَمَنْ أبْغَضَ عَمَّارًا أبْغَضَهُ اللهُ
“Barangsiapa yang memusuhi Ammar, maka
Allah memusuhinya dan barangsiapa yang membenci Ammar, maka Allah membecinya”.
Betapa indahnya Allah menyampaikan perihal mereka dalam
Ayat-Ayat tersebut dan Ayat-Ayat yang lain dan sebaliknya betapa buruknya
kata-kata yang keluar dari mulut Sa’id Aqil terhadap mereka.
Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda :
لاََتََسُبُّوْا
أصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ اَحَدَكُمْ اَنْفَقَ مِثلَ اُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ
مُدَّ اَحَدِهِمْ
“Jangan kalian mencaci-maki
Shahabat-Shahabatku, maka jika seandainya salah satu orang diantara kalian
menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, maka pahalanya tidak akan sampai satu
mud dibanding dengan pahala mereka”.
Betapa besar penghargaan Nabi Muhammad terhadap Ammar dan
jasa mereka dan dalam hadits ini Nabi Muhammad juga secara langsung
memperingatkan dengan keras kepada generasi sesudah shahabat agar mereka
hati-hati, tidak asal bicara, apalagi sampai menuduh, menghina, dan mencaci
maki terhadap shahabat dan Nabi Muhammad SAW.
Disini saya yang dlaif, penuh kekurangan sudah
memperingatkan dan menasehati semua pihak khususnya pada Sa’id Aqil agar jangan
gegabah terhadap shahabat Nabi Muhammad SAW dan jika tidak menghiraukan maka
saya terpaksa mengatakan:
لعْنَةُ
اللهِ عَلَى شرِّكُمْ
“Semoga Allah melaknat kejahatan
kalian”
Sungguh masih banyak hal-hal yang penting untuk
dikemukakan dalam masalah Gus-Dur dan Sa’id Aqil, tetapi sekali lagi waktu
sangat terbatas sekali. Oleh karena itu penjelasan dan penolakan kami
akhiri sekian saja dan mohon maaf.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Lasem, 14
Rajab 1416 H
7 Desember 1995 M
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahdah
Lasem Rembang Jawa Tengah
KH. Abdul Hamid Baidlowi
* Makalah KH. Abdul Hamid Baidlowi Lasem yang
disampaikan pada acara pertemuan Ulama dan Habaib di Pondok Pesantren
Ath-Thohiriyyah Jakarta pada tanggal 14 Rojab 1416 H/ 7 Desember 1995 M.
http://taimullah.wordpress.com/2012/07/10/kritik-terhadap-gus-dur-dan-said-aqil