Dlm pernikahan biasanya di dahului dengan bacaan Al qur`an
,kalimat sambutan dari keluarga lelaki dan perempuan , ceramah agama oleh seorang ustad , baca syahadat bagi mempelai
putra . Lalu di bacakan hutbah Nikah ,lalu Ijab qabul . Biasanya Pak Naib yang
mengawinkan. Acara sedemikian ini kental
dengan nuansa tradisional. Tiada tuntunannya . Sebetulmya yang berhak
menikahkan adalah wali perempuan bukan Naib.Karena itu di masa Rasulullah SAW ,
Rasul tidak pernah di undang untuk menikahkan. Rasul bersabda :
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا
بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا
اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا
وَلِيَّ لَهُ
Setiap perempuan
yang nikah tanpa izin walinya maka
nikahnya tidak sah X3 . Bila bersetubuh
dengannya , maka perempuan tersebut mendapat maskawinya karena telah bersetubuh dengannya . Bila para wali bercekcok ,( tidak mau menjadi wali ) maka pemerintah
adalah wali bagi orng yang tidak
punya wali[1]
Imam Turmudzi yang meriwayatkan hadis
tersebut berkata : Hadis tersebut masih
hilaf di antara ulama` ahli hadis . Ibnu Hajar berkata dlm kitab
Talkhis sebagaian ulama` menyatakan
hadis tersebut lemah karena Ibnu Juraih
perawi hadis bertemu dengan Azzuhri
perawi hadis pula lalu di tanya
tentang hadis di atas tapi beliau menjawab : “ Aku tidak mengetahuinya dan
ingkar kepadanya . Al baihaqi membicarakan
hadis tersebut dengan panjang lebar dlm
kitab Al Hilafiyat , begitu juga Ibnul Jauzi dlm kitab Tahkik[2]
Aku berkata : Hadis
tersebut menjelaskan bahwa perkawinan tanpa wali tidak sah , mestinya bila terjadi setubuh antara dua mempelai
berarti dihukumi zina, tapi mengapa kok diperbolehkan , malah perempuan
mendapat maskawin. Imam Bukhori, Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud tidak menyatakan hadis tersebut sahih. Jadi
seorang sulthon ( penguasa ) menjadi wali tidak memiliki dalil yang kuat.
Karena itu ,di masa khilafah Abu
bakar tidak pernah beliau mengawinkan
sebagai ganti wali perempuan, begitu juga Umar, Usman dan Ali sebagaimana
yang di lakukan oleh Naib atau kiyai, ustad dll. . Para sahabat yang
lainpun yang menjadi wali tidak pernah
mewakilkan kepada wali lain. Imam
Madzhab empat juga tidak pernah menjalankan.
Situasi pernikahan yang kita lihat saat ini telah
menyalahi tuntunan dan serong. Karena itu seorang wali hendaknya mengawinkan
putrinya sendiri. Dialah yang mengijabi walaupun dengan bahasa Indonesia, jawa dll.
Imam
ahmad menyatakan :Bila ayah tiada maka
saudara lelakinya yang mengawinkan si mempelai putri [3]
Yang menikahkan harus seorang wali ,
inilah pendapat Umar bin Al Khotthob , Ali bin Abu Tholib , Abdullah bin Abbas
, Abu Hurairah , Said bin Al Musayyab , Al Hasan Al Basri ,Syuraih , Ibrahim ,
Annakhoi , Umar bin Abdul aziz , Sufyan
Ats sauri . Auzai , Abdullah bin Mubarak , Malik , Syafi`I , Ishak , Ahmad dll
. kata Turmudzi Allah berfirman :
قَالَ
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ
تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا
أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
Berkatalah
dia (Wali ): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang
dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik”.[4]
Disini
Allah memberikan gambaran pernikahan yang sah yaitu si wali yang
menikahkan kepada putrinya. Jadi sang ayah langsung berkata kepada mempelai : “ Saya mengawinkan putriku bernama …………. Dengan kamu dengan maskawin …………….. Jangan sekali
- kali sang ayah mewakilkan kepada Naib atau kiyai . Tidak ada aturannya
dalam hadis maupun Al Quran tentang hal itu . Allah berfirman lagi :
وَلَا
تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min)
sebelum mereka beriman. ( Al Baqarah 221
) Rasul bersabda sbb :
َإِنِّي
أَنْكَحْتُ أَبَا الْعَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ فَحَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي
Sesungguhnya akulah yang mengawinkan putriku dengan Abul
ash bin Arrabi` ,lalu dia bicara dengan ku dengan benar [5]
Jadi para wali tidak diperkenankan untuk
mengawinkan putrinya dengan lelaki yang musrik , karena lelaki mukmin lebih
baik , seakidah , bisa saling menghurmat
dan satu tujuan . Dia bisa membikin harmunis rumah tangga . Lihat dalam ayat
tersebut , hanya wali yang di larang ,
bukan kiyai atau Naib.
Saya
berusaha mencari dalil untuk memperkenankan perkawinan yang di lakukan oleh
Naib sampai sekarang belum menjumpai .
Pembacaan syahadat dalam
pernikahan itu tidak berdasar dari kitab dan sunnah. Itu sekedar tradisi ahli
bid`ah. Sedang hutbah Nikah boleh di
baca boleh tidak . Dan tidak membacanya lebih ku senangi . Hutbah yang terdapat tuntunannya sbb :
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا فَمَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا
هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَيَقْرَأُ ثَلَاثَ آيَاتٍ قَالَ عَبْثَرٌ
فَفَسَّرَهُ لَنَا سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ ( اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ) ( وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي
تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ) (
اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ) [6]
Sofyan Ats tsauri berkata :” Akad nikah sah tanpa hutbah”.
Katakan kepada mempelai :
«بارك
الله لك وبارك عليك، وجمع بينكما في خير»[7]
Cara pengobatan yang
murah dan halal
135 cd pengajianku dan daftar buku - buku karyaku
Dengarkan pengajian - pengajianku
135 cd pengajianku dan daftar buku - buku karyaku
Dengarkan pengajian - pengajianku
[2] Tuhfatul ahwadzi 194/92
[3] AlMughni
25/7 .
[4] Al Qashas 27
[5] Muttafaq alaih
[6] HR Ahmad , Abu Dawud , Tirmidzi dan beliau
menyatakan hasan.
[7] HR Ahmad , Abu Dawud , Tirmidzi المبدع فى شرح المقنع
14/7
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan