Jumat, Juli 11, 2014

Demoralisasi Lembaga Survei Politik




INILAH.COM, Jakarta - Lembaga riset politik kini menjadi buah bibir. Pemicunya, antarlembaga survei berbeda hasil temuan hitung cepat (quick count) di Pemilu Presiden 2014. Ditambah deklarasi dini kemenangan Jokowi-Kalla yang berpijak hasil hitung cepat lembaga riset.

Pilkada DKI Jakarta 2012 menjadi sisi lain lembaga-lembaga riset politik di Tanah Air. Mayoritas lembaga survei saat itu memprediksikan Pilkada DKI hanya satu putaran. Namun dalam kenyataannya, pilkada berlangsung dua kali putaran.

Kini, di Pilpres 2014, kontestasi lembaga survei secara telanjang tampak di permukaan. Polarisasi dua kelompok lembaga survei sulit tak terelakkan. Satu kelompok yang menempatkan lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Satu kelompok lainnya memenangkan pasangan Jokowi-Kalla.

Tidak sekadar pada polarisasi lembaga-lembaga survei yang menggelar hitung cepat, relasi lembaga survei dengan peserta kontestan pun diungkap. Di titik ini, organisasi yang menaungi lembaga riset politik di Tanah Air nyaris tidak berjalan.

Sedikitnya terdapat dua organisasi yang menaungi lembaga riset politik di Tanah Air. Ada Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (Aropi) dengan tokoh utamanya Denny JA dan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) dengan ikon Saiful Mujani. Dua penghimpun lembaga riset politik ini, jika menilik laman yang dimiliki, menunjukkan ketidakaktifan lembaga-lembaga tersebut. Meski, belakangan lembaga riset itu aktif merespons polemik soal hitung cepat.

Polemik antarlembaga survei mencapai puncaknya seiring ada upaya mendelegitimasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga konstiusional yang menyelenggarakan pemilu di Indonesia. "Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah," kata Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI).

KPU mengaku sama sekali tidak terpengaruh dengan tekanan atau pernyataan dari pihak manapun terkait hasil pemilu. KPU mempercayakan sistem rekapitulasi secara manual oleh penyelenggara pemilu. "Kami tidak merasa tertekan dan ditekan, KPU tetap mempercayakan hasil penghitungan suara dari proses berjenjang ini. Justru kami meminta masyarakat untuk bersama-sama mengawalnya," kata anggota KPU Sigit Pamungkas di Kantor KPU, Jumat (11/7/2014).

Direktur Eksekutif Puskaptis Husin Yazid mengatakan lembaga asosiasi survei harus melakukan audit kepada lembaga-lembaga survei dan mempertanggungjawabkannya ke publik. "Dan membuat pernyataan kalau salah siap dibubarkan. Kalau pernyataan dari saya, kalau hitung cepat salah, Puskaptis siap bubar," ujar Husin saat dihubungi INILAH.COM di Jakarta, Jumat (11/7/2014).

Menurut Husin, dalam melakukan hitung cepat, selain persoalan metodologi yang digunakan, faktor kejujuran juga menjadi hal yang penting. Menurut dia saat ini tidak bicara kepentingan.

Husin juga mengomentari pernyataan Burhanudin tentang hasil KPU salah bila tidak sesuai dengan hitung cepat. "Itu tidak benar. Masa menghakimi lembaga negara. Memang siapa Burhan itu? Tidak mengaku lembaga negara," cetus pria asal Palembang itu. [mdr]
Komentarku ( Mahrus ali ):
Burhanuddin Muhtadi  setahu saya adalah liberal, anti Islam puritan, senang kepada Yahudi dan orang – orang yang semanhaj dengan Nur Kholis Majid. Boleh dibaca  dalam  artikel ini:
Burhanudin Muhtadi Membela Yahudi, Memojokkan Al Islam Dan Kemuhammadiyahan

Nuim Hidayat
Redaktur Tabloid Suara Islam

Amien Rais: “Saya tidak habis berpikir, bagaimana William Liddle, yang Yahudi “tengik” itu, dapat diberi halaman yang begitu panjang di Ulumul Qur’an”

Burhanuddin Muhtadi yang kini terkenal sebagai pengamat politik, ternyata semasa kuliah di Faculty of Asean Studies, Australian National University, pernah membuat tulisan yang memojokkan intelektual Islam. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia ini,  saat itu menulis di Graduate Journal of Asia-Pacific Studies, 2007, dengan judul The Conspiracy of Jews: The Quest for Anti-Semitism in Media Dakwah (Konspirasi Yahudi: Pencarian Anti Semitisme di Media Dakwah).  Makalah berbahasa Inggris sepanjang 24 halaman itu intinya  Burhanuddin membela orientalis Yahudi dan memojokkan intelektual Islam. Majalah Media Dakwah yang pernah diterbitkan DDII, Amien Rais, Daud Rasyid dan awak redaksi Media Dakwah berada pada pihak yang salah dan William Liddle, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid dan Harun Nasution pada pihak yang benar. Kesimpulannya, Burhanudin meniadakan adanya konspirasi Yahudi di dunia internasional.

Artikel itu dimulai dengan sinisme kepada Harian Republika yang memberitakan tentang kejadian WTC 2001 silam. Ia juga sinis terhadap Media Dakwah, Suara Hidayatullah dan Sabili yang menyebut adanya konspirasi Yahudi pada hancurnya dua gedung WTC, 11 September 2011.

Peneliti politik andalan UIN Jakarta dan Paramadina ini juga mengritik Mohammad Natsir karena sinis terhadap Yahudi: “In addition, the founder of the DDII, Mohammed Natsir, was well known as a long standing anti- Semite. He characterized the Jews as, ‘worms on the leaves of banana trees.’ (Selain itu, pendiri DDII, Mohammad Natsir dikenal pendiriannya sebagai anti semit. Natsir menamakan Yahudi sebagai ‘cacing pada daun pohon pisang’).  Burhanuddin mendukung penuh William Liddle, Nurcholish, Abdurrahman Wahid dan Jaringan Islam Liberal.  Ia setuju dengan tulisan pakar politik AS William Liddle dalam tulisannya ‘Skripturalisme Media Dakwah: Satu Bentuk Pemikiran dan Aksi Politik Islam Masa Orde Baru'.

Burhanuddin membuat sub judul : Media Dakwah, Paranoia, and Conspiracy Theory. Dianggapnya Media Dakwah seringkali tulisan-tulisannya ‘reduksionis’ dan ‘menyederhanakan masalah.’  Ia juga mendukung pendapat Liddle bahwa Yahudi juga mendapat keselamatan dalam Alquran. Sebagaimana dinyatakan pembela pluralisme, seperti Nurcholish Madjid, Jalaluddin Rahmat dll. Mereka menafikan puluhan ayat Alquran yang menyatakan bahwa kaum Yahudi adalah sering menolak perintah Allah, pembunuh Nabi dan terutama menolak kenabian Rasulullah Muhammad saw.

Dalam kesimpulannya akhirnya Burhanudin menyalahkan Media Dakwah, sebagai pendorong kaum Muslim Indonesia bersikap anti Semit dan paranoid terhadap Yahudi. Kata Burhan: “Akhirnya, Media Dakwah telah memberikan kontribusi signifikan terhadap dorongan anti-Semit pada sikap kaum Muslim Indonesia, dengan cara majalah yang disponsori DDII ini memicu pola pikir paranoid terhadap Yahudi. Segala sesuatu yang terjadi yang negatif efek terhadap Islam dikaitkan dengan orang-orang Yahudi. Mengenai persaingan ideologis dalam gerakan Islam Budaya, Media Dakwah telah berupaya untuk mendelegitimasi  lawan, terutama Nurcholish, dengan klaim yang kuat bahwa dia adalah bagian dari konspirasi internasional Yahudi. Menggunakan kerangka konseptual Bale dari teori konspirasi, jelas bahwa Media Dakwah terperangkap dalam sebuah teori konspirasi. Ini tidak hanya produk yang fantastis gaya paranoid, tetapi juga alat untuk memobilisasi dukungan terhadap ‘musuh’."

Siapa William Liddle?

R. William Liddle adalah ahli politik dari Amerika. Ia lahir pada 18 Januari 1938. Indonesianis (orientalis) ini dikenal sebagai pengamat politik Indonesia dan aktif menulis tentang permasalahan politik di Indonesia. Profesor dari Ohio State University ini mempunyai murid-murid yang ‘hebat’ yang berperan besar dalam perpolitikan di Indonesia. Diantaranya: Rizal Mallarangeng yang sekarang salah satu Ketua DPP Golkar, Saeful Mujani dan Denny JA perintis ‘Quick Count’ pemilu di tanah air dan Dodi Ambardi pemilik sebuah lembaga riset.  Liddle telah melakukan pengamatan politik di Indonesia sejak tahun 1960-an hingga saat ini.

Ketika terjadi polemik sekulerisme Nurcholish di TIM 90-an, Liddle mendukung aktif Nurcholish. Ia secara terbuka menyatakan setuju konsep Nurcholish tentang ‘pluralisme agama’. Ia setuju adanya istilah Islam (I besar yang menunjuk pada institusi agama) dan islam (i kecil yang menunjuk pada makna kepasrahan diri. Ia bersepakat dengan tokoh paramadina itu, adanya istilah ‘yahudi islam’. Dukungannya yang kuat terhadap ide-ide Nurcholish tahun 90-an itu, yang menyebabkan pakar politik Amien Rais dengan spontan menyatakan Liddle sebagai ‘Yahudi Tengik’.

Dukungannya terhadap tokoh sekulerisme Indonesia ini juga nampak ketika Nurcholish sakit di Singapura. Jauh-jauh dari AS ia menjenguk dan menyalami Nurcholish yang dirawat di negeri Singa saat itu. Liddle juga bersikap sinis terhadap istri Eep Saefullah Fatah, Sandrina Malakiano, ketika mengubah penampilannya menjadi jilbab. Eep adalah bekas murid Liddle di Ohio State University.

Awal tahun 2013 ini ia meluncurkan buku terbarunya “Memperbaiki Mutu Demokrasi di Indonesia: Sebuah Perdebatan“ yang diluncurkan di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Paramadina, Jakarta, 7 Februari 2013 lalu.

Ia pun tidak lupa akhir-akhir ini memberi komentarnya  tentang ‘gonjang-ganjing’ PKS. Dalam wawancaranya dengan Radio Jerman, Deutsche Welle. Ia menyatakan terus terang tidak khawatir terhadap perkembangan PKS atau HTI, ia lebih khawatir adanya kecenderungan arah Golkar yang ke kanan (lebih Islami).

Ketika radio itu bertanya : Apakah anda melihat partai tengah seperti Golkar kini cenderung semakin kanan untuk menarik dukungan kelompok yang dulu memilih partai Islam? Bill Liddle menjawab:  “Ya saya khawatir begitu. Ada kecenderungan partai tengah seperti Golkar sekarang semakin ke kanan. Saya khawatir Golkar menjadi ke-Islam-Islam-an (secara aspirasi politik-red). Itu lebih berbahaya, karena menyangkut perlindungan terhadap warga negara. Saya melihat di masa depan, kemungkinan kelompok minoritas seperti Ahmadiyah dan Syiah akan semakin terancam. Itu mengkhawatirkan karena mereka tidak mendapat perlindungan dari polisi serta sistem politik. Saya lebih khawatir soal itu ketimbang kemungkinan radikaliasi kelompok Islamis seperti PKS atau HTI (Hizbut Tahrir Indonesia-red).”

Ia juga mengingatkan:  “Anda harus ingat sejarah, dulu Golkar lebih populer di daerah daripada di Jawa, dan jangan lupa suara santri lebih banyak di luar Jawa. Lalu ketika terjadi perpecahan di partai Golkar tahun 1999, kelompok non santri seperti Edi Sudrajat hengkang, angkat kaki dari Golkar. Akibatnya, yang tinggal adalah orang seperti Akbar Tandjung yang punya jaringan santri (Akbar Tandjung dikenal sebagai tokoh HMI-red). Jadi Golkar sejak 1999 sudah menjadi lebih Islami ketimbang sebelumnya. Sudah lama saya menyaksikan partai besar seperti Golkar dan juga Demokrat, memposisikan diri untuk menampung aspirasi umat Islam. Bahkan ada pemimpin Golkar yang bilang kepada saya: kami ingin dianggap ramah terhadap Islam. Misalnya dalam Undang-Undang Anti Pornografi, Golkar mendukung undang-undang itu, dengan tujuan agar suara umat Islam masuk ke mereka.

Entah mengapa, Burhanudin Muhtadi cenderung mengikuti pendapat orientalis, bahwa tidak ada konspirasi Yahudi. Ulah William Liddle mendukung penuh sekulerisme Nurcholish dan Leonard Binder (pakar politik Amerika) meluncurkan istilah ‘pertama kali’ Liberal Islam dengan  penerbitan bukunya “Islamic Liberalism”, mungkin belum cukup baginya bukti adanya ‘konspirasi itu’. Bila pendirian negara Yahudi Israel 1948 dan pemboikotan besar-besaran kemenangan Hamas dalam Pemilu 2006 di Palestina,  pun ditolaknya  sebagai konspirasi Yahudi, jangan-jangan ia sendiri nun jauh di sana berkonspirasi dengan orientalis  untuk meniadakan teori ‘konspirasi Yahudi’.

Bisa saja Media Dakwah dalam satu dua kalimat salah mengungkapkan makna. Tapi secara umum Media Dakwah benar. Konspirasi Yahudi benar adanya, baik terlihat maupun tidak dan apalagi mayoritas kaum Yahudi adalah pendukung negara Yahudi Israel. Hanya ‘satu dua’  atau minoritas yang menentang pendirian negara ini.  Maka benar firman Allah SWT : “Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang perbuatan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS Al Maidah 78-79).

Beberapa waktu lalu menjelang pemilu 9 April 2014 Burhanudin juga meremehkan fatwa MUI. Ketika pimpinan MUI mengeluarkan agar umat Islam memilih caleg Muslim, Dosen UIN dan Paramadina ini buru-buru menyatakan : “Saya yakin seruan FUI-MUI itu tidak akan punya efek besar.” Wallahu a’lam bishawab.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan