Oleh: Iwan Purwantono
nasional - Jumat, 11 Juli 2014 | 04:15 WIB
INILAHCOM, Jakarta - Kisruh quick count di pilpres 2014 bakal menjadi preseden buruk bagi seluruh lembaga survei. Rakyat bakal sulit mempercayai independensi dan akurasi kinerja lembaga survei yang ada.
Hal ini diungkapkan peneliti senior The Founding Fathers House (FFH). Dian Permata. Ia mengatakan, kegaduhan para lembaga survei seharusnya tidak perlu terjadi. Kondisi ini semakin membuat rakyat bingung dan tak percaya lagi.
‘’Celakanya, para ‘dewa-dewa’ survei yang bertarung merasa paling benar dan saling serang,’’ katanya kepada INILAHCOM di Jakarta, Kamis (10/07/2014).
Dikatakan alumnus University Sains Malaysia (USM) itu, seluruh lembaga survei seharusnya berani terbuka dan jujur. Kalau mereka adalah bagian dari timses salah satu capres, sebaiknya dibuka saja.
‘’Ini perlu dilakukan agar kepercayaan publik bisa diraih kembali. Dua atau tiga minggu menjelang pilpres, lembaga survei mainstream rajin mengeluarkan hasil risetnya. Tapi, detik-detik akhir malahan membisu. Ini kan mencurigakan,’’ terangnya.
Selanjutnya, dia mengingatkan agar seluruh lembaga survei bisa menahan diri. Adanya perbedaan hasil perhitungan mungkin saja dipicu sistem yang dirusak melalui jaringan IT. Karena, hitung cepat atau quick count itu sangat bergantung sistem IT.
‘’Gallup yang menemukan ilmu quick count saja, pernah meleset saat pilpres Amerika Serikat pada 1948. Apalagi disini. Sebaiknya tahan dirilah semuanya,’’ tandas dia.[ris]
nasional - Jumat, 11 Juli 2014 | 04:15 WIB
INILAHCOM, Jakarta - Kisruh quick count di pilpres 2014 bakal menjadi preseden buruk bagi seluruh lembaga survei. Rakyat bakal sulit mempercayai independensi dan akurasi kinerja lembaga survei yang ada.
Hal ini diungkapkan peneliti senior The Founding Fathers House (FFH). Dian Permata. Ia mengatakan, kegaduhan para lembaga survei seharusnya tidak perlu terjadi. Kondisi ini semakin membuat rakyat bingung dan tak percaya lagi.
‘’Celakanya, para ‘dewa-dewa’ survei yang bertarung merasa paling benar dan saling serang,’’ katanya kepada INILAHCOM di Jakarta, Kamis (10/07/2014).
Dikatakan alumnus University Sains Malaysia (USM) itu, seluruh lembaga survei seharusnya berani terbuka dan jujur. Kalau mereka adalah bagian dari timses salah satu capres, sebaiknya dibuka saja.
‘’Ini perlu dilakukan agar kepercayaan publik bisa diraih kembali. Dua atau tiga minggu menjelang pilpres, lembaga survei mainstream rajin mengeluarkan hasil risetnya. Tapi, detik-detik akhir malahan membisu. Ini kan mencurigakan,’’ terangnya.
Selanjutnya, dia mengingatkan agar seluruh lembaga survei bisa menahan diri. Adanya perbedaan hasil perhitungan mungkin saja dipicu sistem yang dirusak melalui jaringan IT. Karena, hitung cepat atau quick count itu sangat bergantung sistem IT.
‘’Gallup yang menemukan ilmu quick count saja, pernah meleset saat pilpres Amerika Serikat pada 1948. Apalagi disini. Sebaiknya tahan dirilah semuanya,’’ tandas dia.[ris]
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan