JAKARTA (voa-islam.com) - Wawancara Jokowi dan Prabowo oleh televisi
asing Bloomberg dan Channel News Asia, yang berdurasi dua setengah menit itu
kalau dihitung Jokowi hanya tampil di setengah menitnya saja.
Tetapi, banyak kalayak yang penasaran ingin tahu isinya, saat mengklik
link-nya " http://www.youtube.com watch?v=qdNmtYcaAzg&featu
re=youtu.be", video itu sudah dihapus!
Dalam wawancara itu, menunjukkan kemampuan dan kualitas Jokowi yan g hanya
bisa cengar-cengir, dan menjawab dengan : “I don’t think about that
..”.Sampai wartawati yang mewancarai Jokowi tidak dapat menahan tawanya,
dan tertawa berderai melihat kemampuan Jokowi, menjawab pertanyaan yang
disodorkannya.
Komen-komen yang ada, diantara dari seorang , Guru Besar Ekonomi di
Universitas Indonesia (UI), Taufik Baharuddin juga berpendapat bahwa dia tidak
bisa mengukur kemampuan Jokowi untuk memimpin 250 juta rakyat Indonesia, ketika
melihat wawancara itu.
Berbeda dengan Prabowo yang tampak fasih, bukan soal bahasa Inggrisnya,
tetapi tentang apa yang akan dilakukannya bila dirinya nanti terpilih sebagai
presiden RI. Video itu ditutup dengan sebuah kesimpulan yang tertulis di situ
bahwa pemikiran Prabowo 100 tahun di depan dibanding Jokowi.
Sangat wajar kalau pendukung Jokowi jadi meradang karena video ini.
Sekarang, rakyat Indonesia lebih bisa melihat ‘aslinya’ Jokowi, ketika
mendengar dan melihat pidato calon presiden Joko Widodo selama dua kali dalam
forum Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan menjadi perbincangan secara luas
dikalangan masyarakat.
Kapasitas Jokowi sebagai capres pun dipertanyakan. Pidato Jokowi dalam
acara deklarasi kampanye damai dan berintegritas yang digelar KPU pada Selasa
(3/6/2014) malam menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat.
Sikap kaku dan kurang mengusai materi tampak menonjol dari pidato
Jokowi. "Pidato Jokowi semalam sama sekali tidak mencerminkan sosok calon
presiden. Bagaimana nanti kalau melakukan diplomasi dengan dunia internasional,"
kata Emha M salah satu profesional muda di Jakarta, Rabu (4/6/2014).
Kegusaran salah satu warga Jakarta
tersebut memang dapat dimaklumi. Jika melihat pidato Jokowi di Hotel Bidakara
yang ditayangkan secara langsung di beberapa stasiun televisi itu cukup kontras
bila disandingkan dengan pidato Prabowo Subianto yang cenderung tenang dan
tidak gugup.
Komentar senada juga muncul di Youtube yang ditulis Kansha Husnadia
yang menuliskan "Saya sedih lihat wajah jokowi dan cara bicaranya. Tidak
lebih baik dari siswa SMK saya yang belum lama ini ujian praktiknya
berpidato," tulisnya mengomentari pidato Jokowi yang muncul di Youtube.
Banyak juga yang tetap mengapresiasi Jokowi, meski tidak terkait dengan
pidatonya. Jokowi memiliki alibi atas pidatonya yang direspons negatif oleh
banyak orang. Ia menampik bila pidato dalam acara deklarasi kampanye damai dan
bermartabat disebut kaku. Menurut Jokowi, pidato dia serius.
Alasannya persoalan di lapangan yang belakangan terjadi cukup serius
seperti intimidasi, kekerasan, dan kampanye hitam. "Saya harus serius
dong. Saya nggak mau hal yang prinsip disampaikan secara santai, harus
serius," kelit Jokowi. Bisa saja Jokowi berkelit.
Namun bila disandingkan dengan pidato Prabowo memang cukup kontras.
Prabowo tampak menguasai aturan umum dalam pidato. Prabowo menyapa sejumlah
pihak yang terkait dalam acara tersebut seperti dengan tertib menyapa Ketua
Bawaslu, Ketua DKPP, Ketua KPU, Panglima TNI, Kapolri, Ketua DPR, pasangan
capres/cawapres Jokowi-JK, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta.
Pidato Jokowi mengulang kebiasaan barunya dengan membaca mukaddimah
yang berisi pujian pada Allah SWT dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW,
tradisi lazim bagi masyarakat muslim.
Meski, di akhir pidato, Jokowi alpa dengan tidak melengkapi kalimat
yang lazim dipakai seperti "Billahi Taufiiq wal hidayah" atau
"wallahul muwafiq ilaa aqwatih thoriiq" lalu diikuti dengan ucapan
salam.
Sedangkan Prabowo Subianto, berbeda dengan Jokowi, di forum resmi yang
digelar KPU membiasakan mengucap salam secara lengkap dengan mengucap
"assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" diikuti salam "om
swastiastu shanti om".
Salam Prabowo ini tampak memberi pesan nasionalisme dengan menyebut
salam yang mencerminkan pluralitas Indonesia. Pidato Jokowi dalam dua
kali kesempatan di forum KPU semakin menunjukkan bila ia memang tidak biasa
melakukan orasi di depan publik.
Kendati demikian, Cawapres JK beralasan "Susah
cari orang yang pintar bicara panjang, bisa kerja panjang. Kalau Jokowi bicara
pendek bekerjanya panjang," bela JK di hadapan ratusan kiai dan ulama
dalam acara silaturahmi ulama pesantren di Jakarta, Rabu (4/6/2014).
Kemampuan komunikasi publik bagi pemimpin selevel presiden semestinya
menjadi faktor penting. Apalagi, Presiden tidak lagi mengurus urusan teknis.
Kebijakan yang sifatnya makro, kerja diplomasi serta ucapannya yang mampu
menggerakkan masyarakat menjadi salah satu kerja presiden.
Kerja bagi presiden tidak dapat dimaknai kerja di lapangan. Karena
Presiden tidak mengurus hal teknis yang sifatnya mikro. Sungguh kasihan bangsa Indonesia
melihat Jokowi dipaksakan oleh orang-orang yang sangat tidak bertanggungjawab,
memaksa Jokowi menjadi calon presiden?
Ini akan menjadi preseden buruk bagi masa depan Indonesia, di mana para
‘cukong’ dengan menutup hati, telinga, dan mata, terus memaksa Jokowi berlaga
di pilpres 2014. (afgh/dbs/voa-islam.com)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan