الله الله المَدَدْ
Allah – Allah
al-Madad
Minta bantuan kepada
Allah
Kasidah
ini pernah saya dengar pada saat walimah
melangsungkan pernikahan putri seorang Kiai didesa saya, dengan alunan suara
yang merdu dari seorang wanita. Yang dapat membangkitkan syahwat laki-laki yang
mendengarkannya, dan orang awampun tidak mengerti arti syair yang dilantunkan
karena kemerduan suara sang pelantun mereka semua terbuai Saya juga melihat orang syi`ah India
mengenakan sorban hitam dengan tasbih di tangan, lalu tangan kanan di angkat ketika
bilang al madad ya rasulullah
dan tangan kiri di angkat ketika bilang al madad ya habiballah. Dia duduk
dengan mengalungkan selindang
hitam di lehernya, di
kelilingi bunga dan di iringi dengan pukulan terbang, ketimpung dll. Jadi enak kedengarannya, anehnya
dia tidak mengerti kalimat tsb adalah kesyirikan.
Biasanya orang syiah membawa mikropon di jalan dan salon yang di
bawa oleh beberapa lelaki lalu
melantunkan al madad maulana raza -
salah satu nama nabi. Saya melihat orang
yang melantunkan berwajah tampan, hidung
mancung, berewok layaknya orang India, persi, pakaistan dan afghanistan, matanya tajam dengan memukul dadanya . Dan kaum lelaki dan perempuan di belakangnya
juga ikut memukul – mukul dadanya dengan
tangan kanan, atau kiri. Tangan kanan di pukulkan ke dada kiri dan tangan kiri di pukulkan ke dada yang
kanan. Saya lihat di antara mereka tiada
yang bergurau, mereka rupanya serius dan
melantunklan al madad itu dengan berjalan perlahan bersama orang banyak, entah
menuju kemana …….., hanya Allah yang tahu. Ada perempuan yang mengenakan abayah
sepertinya wanita – wanita Iran yang juga
ikut menyanyikan al madad yang di pimpin
oleh seorang lelaki yang tidak
mengenakan kopyah itu. Anehnya seolah
mereka itu ikut hadis hatinya
dalam ritual tsb. Saya dengar
di kalangan wanitanya ada yang
menangis.
الله الله المَدَدْ
يَارَسُوْلَ الله يَاعَطِيْمَ الْجَاهِ
عَلَيْكَ صَلَوَاتُ الله
Allah,
Allah, aku mohon bantuan dari mu wahai
Rasulullah! Wahai orang yang berkedudukan agung, hanya untukmu shalawat Allah.
Keterangan:
Kalimat tersebut syirik karena minta–minta kepada Rasulullah SAW, tidak minta
kepada AllahI. Komisi Fatwa dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia menyatakan:
فَكُلُّ مَنْ غَلاَ فِي
نَبِيٍّ أَوْ رَجُلٍ صَالِحٍ أَوْ وَلِيٍّ مِنَ الْأَوْلِيَاءِ وَظَنَّ فِيْهِ
نَوْعًا مِنَ الْإِ لاَهَِِّيةِ مِثْلُ أَنْ يَقُوْلَ : يَا فُلاَنْ اِشْفِنِي
أَوْ انْصُرْنِي أَوْ اُرْزُقْنِي أَوْ أَغِنْنِي وَنَحْوِ ذَلِكَ فَإِنَّ هَذاَ
شِرْكٌ وَضَلاَلٌ يُسْتَتَابُ صَاحِبُهُ فَإِنْ تَابَ وَإِلَّا قُتِلَ.
“Setiap orang yang berbuat berlebihan
terhadap nabi SAW, lelaki shalih, kepada seorang wali dari wali-wali yang ada, lalu
mengira mereka punya sebagian
sifat ketuhanan seperti dengan
berkata: Wahai Fulan…sembuhkan aku! Tolonglah aku! Berilah rezeki kepadaku! Atau kayakanlah aku. Semua itu termasuk syirik dan kesesatan. Pelakunya diberi
kesempatan untuk bertobat bila mau bertobat. Bila enggan dihukum mati.”[1]
Penyair
berkata lagi:
عَبْدٌ بِاْليَابِ
يَرْتَجِي لَثْمَ الْاَعْتَاب جُدْ
بِالْجَوَابْ مَرْحَبًا قَدْ قَبِلْنَا
Seorang hamba di muka pintu berharap…………... berilah jawaban kami : Selamat datang,
sungguh kami telah menerima.
Keterangan:
Permohonan pada Rasulullah e seperti itu tiada dalilnya dan tidak dilakukan
oleh para sahabat.
أَنْتَ الْمَعْرُوفْ
بِالْجُوْدِ مُقْرِي الضُّيُوفْ إِنِّي
مَلْهُوفْ أَغِثْنِي بِحَقِّ الله
Engkau terkenal
dermawan, suka menjamu tamu – tamu.
Sesungguhnya aku sedih, berilah pertolongan kepadaku wahai rasulullah!
dengan hak Allah.
Keterangan:
Kalimat dalam syair tersebut syirik karena tidak minta kepada Allah SWT.
tapi meminta/berdoa kepada sesama makhluk yaitu Rasulullah SAW. Bukankah Rasulullah SAW telah
meninggal dunia dan berbaring di bawah pusara? Mengapa justru diganggu dengan
meminta/berdoa kepadanya. Mengapa tidak langsung minta kepada Allah SWT, apakah
dikira Allah SWT. tidak mampu
mengabulkan secara langsung?
أَنْتَ الْحَبِيْبُ
الْاَعْظَمْ سِرُّ الْمُجِيْبْ حَاشَا
يَخِيْبُ مَنْ ذاَ بِرَسُوْلِ الله
Engkau
adalah kekasih yang paling agung, rahasia Allah yang Maha Mengabulkan doa.[2]
Tidak mungkin sia – sia orang yang berlindung kepada Rasulullah SAW.
Keterangan:
Berlindung kepada Rasulullah SAW juga
tidak ada perintahnya baik dari ayat atau hadits, bahkan dilarang. Kesyirikan
sedemikian persis dengan syair sebagai berikut:
يَاأَكْرَمَ الخَلْقِ
مَالِي مَنْ أَلُوْذُ بِهِ سِوَاكَ
عِنْدَ حُلُولِ الحاَدِثِ العَمِمِ
Wahai
makhluk termulia, aku tidak memiliki perlindungan kecuali kepadamu ketika bahaya
melanda.
Bukan
saya saja yang mengatakan syirik dalam syair tersebut, dalil dari Al-qur’an
& As-sunnah dan didukung oleh fatwa-fatwa para Ulama di seluruh dunia,
Komisi
Fatwa dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia
menyatakan: Kasidah itu termasuk syirik
besar. Rasulullah SAW sendiri diperintahkan bertawakkal kepada Allah
sebagaimana tersebut dalam ayat:
وَتَوَكَّلْ عَلَى
الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ
“Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha
Perkasa lagi Maha Penyayang.”[3]
ذَا وَقَلْبِي وَامْنَحْهُ
سِرَّ الْقُرْبِ وَأَجْلِ كُرْبِي
وَأَلْحِقْنِي بِأَهْلِ الله
Inilah
hatiku, berilah rahasia pendekatan, lenyapkan kesedihanku, dan kumpulkan aku
dengan ahlullah.
Bagaimana
mungkin akal yang sehat dapat berkata semacam itu, bahkan Rasulullah saw
sendiri tidak akan ridha dengan ucapan umatnya semacam itu, Beliau sendiri
mengalami berbagai cobaan dan kesedihan saat paman satu-satunya yang membela
dan melindungginya telah pulang kehadirat-Nya. Beliau tidak bisa menghilangkan
kesedihan hatinya sendiri.
Keterangan:
Kasidah tersebut juga syirik karena minta kepada Rasulullah SAW untuk
menghilangkan kesedihan. Padahal Rasulullah SAW telah mengajari doa selamat dari duka dan nestapa sebagai berikut:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ
بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ
الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung
dengan-Mu dari kesedihan dan kedukaan,
aku berlindung dengan-Mu dari lemah dan
malas dan aku berlindung dengan-Mu dari
takut dan bakhil dan aku berlindung dengan-Mu dari banyak utang
dan tekanan orang lain.”[4]
Dalam
suatu ayat suci, Allah SWT. menjelaskan bahwa Dialah yang melenyapkan kesedihan
dan kesusahan Nabi Musa p. Bunyi ayatnya sebagai berikut:
فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ
الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ
جِئْتَ عَلَى قَدَرٍ يَامُوسَى
“Lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan
Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan; maka kamu tinggal beberapa tahun
di antara penduduk Mad-yan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan
hai Musa.”
Komisi
tetap fatwa dan irsyad kerajaan Saudi menyatakan:
وَلاَ يَجُوْزُ أَنْ يَدْعُوَ
الْإِنْسَانُ اْلأَمْوَاتَ؛ لِجَلْبِ مَنْفَعَةٍ أَوْ دَفْعِ مَضَرَّةٍ، بَلْ دُعَاؤُهُمْ
وَالْاِسْتِغَاثَةُ بِهِمْ شِرْكٌ أَكْبَر يَخْرُجُ عَنْ مِلَّةِ اْلإِسْلاَمِ،
والعياذ بالله.
Seseorang
tidak boleh meminta/berdoa kepada mayat- mayat agar mendapat manfaat atau menolak bahaya. Bahkan meminta/berdoa
kepada mereka atau minta tolong kepada mereka adalah syirik besar yang mengeluarkannya dari Islam.[5]
صَاحِبُ الْحَضْرَةْ
أَكْرِمْنَا مِنْكَ بِنَضْرَة يَاأَبَا
الزَّهْرَاء وَالْقَاسِمْ وَعَبْدَ الله
Wahai
Muhammad yang punya hadirat Allah, berilah kami kecerahan wajah, yakni kelak di
akhirat, wahai Abuz Zahra`,[6]
Abul Qasim dan Abu Abdillah.[7]
Keterangan:
Kasidah tersebut syirik karena meminta/berdoa kepada orang mati. Allah
berfirman:
..
“Dan orang - orang yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup
menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri."[8]
Jadi berdoa
kepada mayat sekalipun mayat nabi atau Rasulullah SAW merupakan hal yang sia–sia
belaka. Bila perbuatan itu benar, mesti ada sahabat yang melakukannya.
Berhubung mereka tidak pernah menjalankannya, berarti Rasulullah SAW tidak
memerintahkan hal seperti itu. Mereka hanya berdoa langsung kepada Allah SWT,
Allah SWT. juga berfirman:
قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ
مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ
أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
“Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari
bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri
dan dengan suara yang lembut (dengan mengatakan): "Sesungguhnya jika Dia
menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang
bersyukur."[9]
Sang penyair
berkata lagi:
أَنْتَ الْحَبِيْبْ
بِذِكْرِكْ قَلْبِي يَطِيبْ حَاشَا
يَخِيْبْ مَنْ لَاذَ بِرَسُوْلِ الله
Engkau
adalah kekasih. dengan menyebutmu hatiku senang. Tidak mungkin orang yang
berlindung dengan Rasulullah SAW akan
sia – sia.
Komentar:
Kasidah terakhir ini juga syirik dan merusak akidah. Ia mirip syiriknya dengan
kasidah waktu maqom sebagai berikut:
ياَغِياَثِي يَامَلاَذِي فِى مُلِماَّتِ الأُمُورِ
Wahai
penolongku dan pelindungku dalam keadaan
bahaya.
صََلُّوا مَعَنَا يَا
إِخْوَانِ عَلىَ اْلعَدْنَانِ بِالْاَمَانِ
دَائِمَا مَعَ أَهْلِ الله
Bacalah shalawat bersama kami wahai saudara –
saudaraku untuk Al-Adnan dengan selalu aman bersama ahlullah.[10]
Tiada
satu pun hadits sahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW dari keturunan Al-Adnan. Hanya Imam Bukhari
yang menyebut datuk Rasulullah SAW ada yang bernama Adnan sebagai berikut:
بَاب مَبْعَثِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ
المُطَّلِبِ بْنِ هَاشِمِ بْنِ عَبْدِ مَنَافِ بْنِ قُصَيِّ بْنِ كِلَابِ بْنِ
مُرَّةَ بْنِ كَعبِ بْنِ لؤَيِّ بْنِ غالِبِ بْنِ فِهْرِ بْنِ مَالِكِ بْنِ
النَّضْرِ بْنِ كِنَانَةَ بْنِ خُزَيْمَةَ بْنِ مُدْرِكَةَ بْنِ إِلْيَاسَ بْنِ
مُضَرَ بْنِ نِزَارِ بْنِ مَعَدِّ بْنِ عَدْنَانَ
Bab:
Nabi SAW diutus, beliau bernama Muhammad
bin Abdillah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushai bin
Kilab bin Murrah bin Ka`ab bin Lu`ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadhar
bin Kinanah bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma`ad
bin Adnan.[11]
Jadi
tentang keabsahannya wallahu a`lam sebab Rasulullah SAW sendiri tidak bilang
bahwa beliau dari keturunan Adnan. Seluruh hadits yang menyatakan begitu lemah
adanya.
Ada hadits :
Dari
Aisyah Ra. berkata :
«استقامَ نَسَبُ النّاسِ
إِلى معدِّ بنِ عدنانَ ».
Nasab
manusia lurus sampai Ma`ad bin Adnan.[12]
[1]
Komisi
Fatwa dan Irsyad Kerajaan Saudi Arabia dalam
bab Nasehat penting dan umum.
[2] Tidak ada sahabat atau ulama salaf dahulu
yang memuja seperti itu.
[3] Surat al-Syu`ara`:217.
[4] Shahih al-Bukhari juz 4
no. 2736, 5109, 6002, dan 6008.
[5]
Komisi Fatwa dan Irsyad
Kerajaan Saudi Arabia nomor 6154.
[6] Tiada hadits yang menjelaskan bahwa Fathimah
punya gelar al-Zahra` dan Fathimah
sendiri tidak tahu gelar itu, para sahabat belum pernah memanggil Fathimah
dengan gelar tersebut.
[7]
Tentang panggilan
kepada Rasulullah Muhammad r, Allah berfirman:
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di
antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain.
Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di
antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang
yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang
pedih.”
(Al-Nur:63)
Al-Dhahak
membawakan penafsiran Ibnu Abbas a tentang ayat tersebut, “Mereka dahulu
memanggil dengan “wahai Muhammad”, “wahai Abu Qasim”, kemudian Allah melarang
mereka memanggil dengan cara tersebut untuk menghormati Nabi-Nya r. Kemudian mereka memanggil
dengan sebutan “wahai Nabi Allah”, “wahai Rasulullah”.” Demikian pula perkataan
Mujahid, Sa’id bin Jubair, Qatadah, dan Malik v. Hal ini demi untuk
menghormati, memuliakan dan mengagungkan Nabi-Nya r”. Periksa dalam Tafsir
al-Quran al-‘Azhim (III/307) [Abu
al-Fida, Ismail bin Umar bin Katsir al-Dimasyqi. Tafsir al-Quran al-Azhim.
(Beirut: Daru
al-Fikr. 1401H.)]Editor.
[8] Surat
al-A`raf :197.
[9] Surat
al-An`am:63.
[10] Kami kutip kasidah – kasidah di atas dari buku Kumpulan qosidah
terpopuler abad ini, hal 16
[11]
Shafiyurrahman bin
Mubarakfuri, penulis kitab tarikh Al-Rahiq al-Makhtum, menyebutkan bahwa
garis keturunan Rasulullah Muhammad r dipilahkan menjadi 3. Pertama rantai dari
Muhammad hingga Adnan, kedua dari Adnan hingga Surat Ibrahim:, dan ketiga dari
Surat Ibrahim: hingga Adam. Yang pertama merupakan rantai nasab yang disepakati
oleh para muarrikh (ulama ahli sejarah) dan ahli nasab. Yang kedua
terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, sementara yang ketiga lebih
banyak lagi perbedaannya di samping juga sumbernya banyak yang diambil dari
berita ahli kitab (Israiliyat). Mata rantai garis keturunan yang pertama
adalah: Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Muththalib (namanya Syaibah) bin
Hasyim (namanya ‘Amr) bin ‘Abdul Manaf (namanya al-Mughirah) bin Qushai (alias
Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka‘b bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr (alias
Quraisy and whose tribe was called after him) bin Malik bin al-Nadhar (alias
Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (namanya ‘Amir) bin Ilyas bin
Mudhar bin Nizar bin Ma‘ad bin ‘Adnan. Editor.
[12]
Riwayat Thabrani, namun
sanadnya terdapat Ibnu Ishaq yang suka mengada–ada hadits. Majmauz Zawaid 458/1.
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan