Suatu hari K.H.
Musthofa Bisri, putra Kiai Bisri Musthofa, pengasuh Pesantren Raudhatut
Thalibin Rembang, Jawa Tengah, kedatangan seorang tamu dari Cirebon, Jawa
Barat.
“Assalamu
‘alaikum. Anda Gus Mus?” tanya si tamu yang namanya tidak tercatat dalam
ingatannya.
“Ya, benar, saya
Musthofa,” jawab tuan rumah, yang dikenal egaliter.
“Saya dari Cirebon,” kata si tamu.
“Saya ingin menyampaikan pesan Kiai Bisri. Beliau berpesan kepada saya agar
menemui Anda, dan meminta agar Anda mengoreksi cetakan Al-Quran Menara Kudus.
Karena pada cetakan itu, dalam surah Al-Fath, di situ ada kesalahan kecil.”
Tentu saja Kiai
Musthofa kaget. Namun untuk tidak mengecewakan tamunya, ia menahan diri untuk
mengatakan yang sebenarnya. “Kapan Anda ketemu beliau?” tanya Gus Mus,
panggilan Kiai Musthofa
“Kemarin di
Cirebon,” jawab si tamu datar.
Gus Mus kemudian
tidak terlalu memikirkan hai ihwal tamunya. Pesannya itulah yang lebih
istimewa. Kepada tamunya itu; Gus Mus mengungkapkan bahwa Kiai Bisri adalah
ayahnya, tapi telah meninggal empat puluh hari sebelumnya
Tentu saja si
tamu keheranan, namun ia juga tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena memang
kedatangannya hanya untuk menyampaikan pesan singkat itu.
Sedang Gus Mus kemudian
segera menemui K.H. Abu Amar dan K.H. Arwani di Kudus, keesokan harinya. Kedua
kiai itu adalah penghafal Al-Quran yang dipercaya penerbit Menara Kudus untuk
menerbitkan kitab Tafsir Al-lbriz, sebagai tashhih atau korektor. la ingin
meyakinkan dirinya tentang pesan orang dari Cirebon itu kepada mereka.
Setelah
berdiskusi mendalam, ternyata informasi tersebut benar. Kesalahan itu terdapat
dalam ayat ke-16 surah Al-Fath (48). Ayat tersebut mestinya berbunyi
radhiyallahu ‘anil, bukan radhi- yallahu ,alal.
Pengalaman yang
sama juga dialami lagi oleh Gus Mus. Dalam kesempatan yang lain ia mendapat
tamu, juga dari Cirebon.
“Anda diminta
Kiai Bisri agar melanjutkan karya beliau yang belum selesai,” kata tamu itu.
“Kapan Anda
ketemu beliau?” tanya Gus Mus.
“Kemarin di
Cirebon,” jawab si tamu, juga dengan nada ringan dandatar.
Setelah
mengucapkan terima kasih, kepada tamunya kali itu Gus Mus menjelaskan bahwa
Kiai Bisri telah wafat beberapa waktu sebelumnya.
Reaksi si tamu
pun sama, karena tujuannya ke Rembang tak lain hanyalah untuk menyampaikan
pesan Kiai Bisri.
Pengalaman Gus
Mus itu mempertegas kebenaran firman Allah seperti termaktub dalam surah
Al-Hijr (15) ayat 9, yang maknanya, “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan
Al-Quran dan kami benar-benar memeliharanya.”
Mengenai Kiai
Bisri Musthofa, beliau wafat pada hari Rabu 16 Februari 1977 pada usia 64
tahun, tepat seminggu menjelang pemilihan umum tahun tersebut. Sedangkan Gus
Mus atau Musthofa Bisri adalah putra keduanya yang kini meneruskan memimpin
Pesantren Pesantren Raudhatuth Thalibin, Rembang, peninggalannya.
Selain
meninggalkan seorang istri dan delapan orang anak serta sekian cucu, almarhum
juga meninggalkan karya berjumlah 25 judul buku, termasuk kitab tafsir
Al-lbriz. Buku-bukunya banyak dibaca para santri, terutama di Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
Tentang
keikhlasan, ia pernah menyampaikan pesannya. Keikhlasan tidak lahir dengan
sendirinya. Melainkan bersamaan dengan suatu kondisi ketika seseorang merasa
ridha atas hasil ikhtiarnya. Inilah yang sering dilupakan seseorang dalam
menuntut keikhlasan. Misalnya, seseorang diminta ikhlas setelah bekerja tanpa
imbalan yang jelas. Ini, menurutnya, tidak lebih dari pemerkosaan
terhadap makna ikhlas. Dalam hal ini Kiai Bisri tidak segan-segan memberi
muatan ikhlas dengan perhitungan yang jelas dalam pengertian ekonomi
Sumber: Sarkub.
Pergilah ke blog kedua http://www.mantankyainu2.blogspot.com/
Dan kliklah 4 shared mp3 jangan di
panahnya.
Komentarku ( Mahrus ali):
Aneh bukan hal populer seorang yang
sudah meninggal dunia mengoreksi karyanya. Pada hal, KH Bisri Mushtofa sudah
meninggal dunia. Juga hal itu mungkin sekali jin, setan yang menjelma sebagaimana
hadis:
فَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ فِي خِفَّةِ الطَّيْرِ وَأَحْلاَمِ
السِّبَاعِ لاَ يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا وَلاَ يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا فَيَتَمَثَّلُ
لَهُمُ الشَّيْطَانُ فَيَقُولُ أَلاَ تَسْتَجِيبُونَ فَيَقُولُونَ فَمَا تَأْمُرُنَا
فَيَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ اْلأَوْثَانِ وَهُمْ فِي ذَلِكَ دَارٌّ رِزْقُهُمْ
حَسَنٌ عَيْشُهُمْ
Lantas manusia terjelek yang masih hidup,mereka cekatan seperti burung terbang , angan – angan mereka laksana
binatang buas , tidak menganggap baik perkara yang ma`ruf, tidak ingkar kepada kemungkaran ,lalu
setan menjelma seraya berkata :”Mengapa
kamu tidak mau mengabulkan ? “. Mereka
berkata : “ Apakah yang engkau
perintahkan untuk kami ? “. Setan memerintah mereka agar menyembah
berhala . Saat itu rizeki mereka lancar , kehidupannya juga
mewah , [1]
Seingat saya, saya
pernah baca kitab tafsir Ibriz karya KH
Bisri Musthafa, saya menjumpai beberapa
kisah – kisah Israiliyat, bukan kisah para sahabat atau kisah Nabi SAW.
Kisah – kisah Israiliyat itu menyesatkan, bukan mengarahkan ke jalan yang benar,
mengandung hurofat bukan realita. Mengapa masih belum di hapus.
Apalagi buku tentang lembu sekilan dll di kitab karya KH
Bisri Musthafa, mestinya harus di hapus,
jangan dibiarkan beredar di masarakat akan membawa dampak buruk terhadap akidah
bukan efek terbaik di dalamnya.
Artikel Terkait
hati yang punya blog ini sudah dipenuhi rasa su"udhon,kasihan....
BalasHapusUntuk surya dharma
BalasHapusKalau kesalahan di biarkan termasuk husnud dhon dan kalau meluruskannya di katakan su ud dhon. Ini ajaran setan bukan ajaran Allah, pahamilah, jangan masa bodoh.