Senin, Desember 10, 2012

Kisah KH. Bisri Musthofa, Mengoreksi Karyanya Setelah Wafat




Suatu hari K.H. Musthofa Bisri, putra Kiai Bisri Musthofa, pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang, Jawa Tengah, kedatangan seorang tamu dari Cirebon, Jawa Barat.

“Assalamu ‘alaikum. Anda Gus Mus?” tanya si tamu yang namanya tidak tercatat dalam ingatannya.
“Ya, benar, saya Musthofa,” jawab tuan rumah, yang dikenal egaliter.
“Saya dari Cirebon,” kata si tamu. “Saya ingin menyampaikan pesan Kiai Bisri. Beliau berpesan kepada saya agar menemui Anda, dan meminta agar Anda mengoreksi cetakan Al-Quran Menara Kudus. Karena pada cetakan itu, dalam surah Al-Fath, di situ ada kesalahan kecil.”
Tentu saja Kiai Musthofa kaget. Namun untuk tidak mengecewakan tamunya, ia menahan diri untuk mengatakan yang sebenarnya. “Kapan Anda ketemu beliau?” tanya Gus Mus, panggilan Kiai Musthofa
“Kemarin di Cirebon,” jawab si tamu datar.
Gus Mus kemudian tidak terlalu memikirkan hai ihwal tamunya. Pesannya itulah yang lebih istimewa. Kepada tamunya itu; Gus Mus mengungkapkan bahwa Kiai Bisri adalah ayahnya, tapi telah meninggal empat puluh hari sebelumnya
Tentu saja si tamu keheranan, namun ia juga tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena memang kedatangannya hanya untuk menyampaikan pesan singkat itu.
Sedang Gus Mus kemudian segera menemui K.H. Abu Amar dan K.H. Arwani di Kudus, keesokan harinya. Kedua kiai itu adalah penghafal Al-Quran yang dipercaya penerbit Menara Kudus untuk menerbitkan kitab Tafsir Al-lbriz, sebagai tashhih atau korektor. la ingin meyakinkan dirinya tentang pesan orang dari Cirebon itu kepada mereka.
Setelah berdiskusi mendalam, ternyata informasi tersebut benar. Kesalahan itu terdapat dalam ayat ke-16 surah Al-Fath (48). Ayat tersebut mestinya berbunyi radhiyallahu ‘anil, bukan radhi- yallahu ,alal.
Pengalaman yang sama juga dialami lagi oleh Gus Mus. Dalam kesempatan yang lain ia mendapat tamu, juga dari Cirebon.
“Anda diminta Kiai Bisri agar melanjutkan karya beliau yang belum selesai,” kata tamu itu.
“Kapan Anda ketemu beliau?” tanya Gus Mus.
“Kemarin di Cirebon,” jawab si tamu, juga dengan nada ringan dandatar.
Setelah mengucapkan terima kasih, kepada tamunya kali itu Gus Mus menjelaskan bahwa Kiai Bisri telah wafat beberapa waktu sebelumnya.
Reaksi si tamu pun sama, karena tujuannya ke Rembang tak lain hanyalah untuk menyampaikan pesan Kiai Bisri.
Pengalaman Gus Mus itu mempertegas kebenaran firman Allah seperti termaktub dalam surah Al-Hijr (15) ayat 9, yang maknanya, “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Al-Quran dan kami benar-benar memeliharanya.”
Mengenai Kiai Bisri Musthofa, beliau wafat pada hari Rabu 16 Februari 1977 pada usia 64 tahun, tepat seminggu menjelang pemilihan umum tahun tersebut. Sedangkan Gus Mus atau Musthofa Bisri adalah putra keduanya yang kini meneruskan memimpin Pesantren Pesantren Raudhatuth Thalibin, Rembang, peninggalannya.
Selain meninggalkan seorang istri dan delapan orang anak serta sekian cucu, almarhum juga meninggalkan karya berjumlah 25 judul buku, termasuk kitab tafsir Al-lbriz. Buku-bukunya banyak dibaca para santri, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tentang keikhlasan, ia pernah menyampaikan pesannya. Keikhlasan tidak lahir dengan sendirinya. Melainkan bersamaan dengan suatu kondisi ketika seseorang merasa ridha atas hasil ikhtiarnya. Inilah yang sering dilupakan seseorang dalam menuntut keikhlasan. Misalnya, seseorang diminta ikhlas setelah bekerja tanpa imbalan yang jelas. Ini, menurutnya, tidak lebih dari pemerkosaan terhadap makna ikhlas. Dalam hal ini Kiai Bisri tidak segan-segan memberi muatan ikhlas dengan perhitungan yang jelas dalam pengertian ekonomi
Sumber: Sarkub.
Dan kliklah 4 shared mp3 jangan di panahnya.

Komentarku ( Mahrus ali): 
Aneh bukan hal populer seorang yang sudah meninggal dunia mengoreksi karyanya. Pada hal, KH Bisri Mushtofa sudah meninggal dunia. Juga hal itu mungkin sekali jin, setan yang menjelma sebagaimana hadis:
فَيَبْقَى شِرَارُ النَّاسِ فِي خِفَّةِ الطَّيْرِ وَأَحْلاَمِ السِّبَاعِ لاَ يَعْرِفُونَ مَعْرُوفًا وَلاَ يُنْكِرُونَ مُنْكَرًا فَيَتَمَثَّلُ لَهُمُ الشَّيْطَانُ فَيَقُولُ أَلاَ تَسْتَجِيبُونَ فَيَقُولُونَ فَمَا تَأْمُرُنَا فَيَأْمُرُهُمْ بِعِبَادَةِ اْلأَوْثَانِ وَهُمْ فِي ذَلِكَ دَارٌّ رِزْقُهُمْ حَسَنٌ عَيْشُهُمْ
  Lantas manusia terjelek  yang masih hidup,mereka cekatan seperti  burung terbang , angan – angan mereka laksana binatang buas , tidak menganggap baik perkara yang  ma`ruf, tidak ingkar kepada kemungkaran ,lalu setan  menjelma seraya berkata :”Mengapa kamu tidak mau mengabulkan ? “. Mereka  berkata  : “ Apakah yang engkau perintahkan untuk kami  ? “.  Setan memerintah mereka agar menyembah berhala .  Saat itu   rizeki mereka lancar , kehidupannya juga mewah , [1]

Seingat saya, saya pernah baca kitab tafsir Ibriz  karya KH Bisri Musthafa, saya menjumpai beberapa  kisah – kisah Israiliyat, bukan kisah para sahabat atau kisah Nabi SAW. Kisah – kisah Israiliyat itu menyesatkan, bukan mengarahkan ke jalan yang benar, mengandung hurofat bukan realita. Mengapa masih belum di hapus.
Apalagi buku  tentang lembu sekilan dll di kitab karya KH Bisri Musthafa, mestinya  harus di hapus, jangan dibiarkan beredar di masarakat akan membawa dampak buruk terhadap akidah bukan efek terbaik di dalamnya.  


[1] HR Muslim 2940
Artikel Terkait

2 komentar:

  1. hati yang punya blog ini sudah dipenuhi rasa su"udhon,kasihan....

    BalasHapus
  2. Untuk surya dharma
    Kalau kesalahan di biarkan termasuk husnud dhon dan kalau meluruskannya di katakan su ud dhon. Ini ajaran setan bukan ajaran Allah, pahamilah, jangan masa bodoh.

    BalasHapus

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan